Pertimbangan UU tersebut menyebutkan bahwa untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan dan melindungi kepentingan umum. (https://www.rri.co.id/iptek/503399/kenali-sanksi-revisi-uu-ite-terbaru)
Teknologi Atau Manusia Yang Bermasalah?
Gadget, komputer, dan produk teknologi lainnya hanyalah sarana. Ia tidak akan memiliki guna jika manusia tidak menggunakannya. Ia pun bukan sumber masalah yang akhir-akhir ini berkembang dari ujaran kebencian, berita bohong, pencemaran nama baik dan lainnya.
Kasus-kasus tersebut muncul karena penggunaan sarana tersebut. Dan yang menggunakannya adalah manusia. Maka sumber penyebab munculnya masalah di dunia ITE atau medsos itu adalah manusia. Jadi manusianya ini yang harus diluruskan.
Ada yang tidak benar dalam pemikiran dan perbuatan manusia terkait akhlaq berinteraksi dengan sesama manusia, pemanfaatan teknologi, dan tujuan amal perbuatannya.
Jika hal-hal tersebut belum tertanam dengan benar pada manusia, maka potensi pelanggaran ITE hingga pemanfaatan hukum untuk kepentingan tertentu akan tetap ada.
Adapun jika otaknya dan hatinya manusia tadi sudah benar, UU ITE tidak perlu serumit yang ada bahkan tidak perlu ada UU ITE. Asal masing-masing manusia bisa mengendalikan dirinya dan bisa istiqamah dalam kebaikan dan kebenaran.
Tapi faktanya, makin canggih teknologi makin mudah manusia terpeleset, makin variatif ide kejahatannya, dan makin rakus. Terlebih di sistem demokrasi dimana tidak memiliki standart kebenaran yang jelas. Semua balik kepada individunya dan pemikiran manusia.
Mewujudkan Ruang Digital Bersih, Sehat, Beretika, Produktif dan Berkedilan
Bagi seorang muslim ada kepastian hukum syara' yang harus ia amalkan dalam kehidupannya. Baik ia berinteraksi di dunia nyata maupun dunia maya.
Ia boleh memanfaatkan berbagai kemajuan teknologi, tapi ia harus terikat dengan hukum syara' dalam aktivitasnya. Dan ruang digital yang bersih, sehat, beretika, produktif dan berkeadilan itu akan terwujud ketika hukum-hukum syara' tadi diamalkan manusia.
Pertama, ruang digital akan bersih dan sehat dengan mengamalkan firman Allah subhaanahu wa ta'ala berikut ini.
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنْ جَآءَكُمْ فَا سِقٌ بِۢنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْۤا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا بِۢجَهَا لَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 6)
Menyaring dan mengecek data dan informasi adalah hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang benar. Sehingga bersih data dan informasi dari berita bohong, pemalsuan, fitnah dan lainnya.
Bila data dan informasi sudah bersih, maka data dan informasi yang dibagikan adalah data dan informasi yang sehat. Bila data dan informasinya sehat maka pembacanya pun akan sehat.
Kedua, ruang digital akan beretika dengan mengamalkan firman Allah subhaanahu wa ta'ala berikut ini:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّنْ نِّسَآءٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۚ وَلَا تَلْمِزُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَا بَزُوْا بِا لْاَ لْقَا بِ ۗ بِئْسَ الِا سْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِ يْمَا نِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 11)
Etika sebagaimana disebutkan dalam ayat 11 itulah yang telah ditinggalkan sehingga muncul pertengkaran diruang digital. Saling ujar berujar keburukan orang lain, saling tuduh menuduh, hingga saling panggil memanggil dengan gelar buruk. Seperti cebong, kadal gurun, lalat hijau dan lainnya. Maka bertaubatlah dari itu semua.
Ketiga, ruang digital akan produktif dengan mengamalkan firman Allah Subhanahu wa ta'ala berikut ini:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ۗ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۗ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّا بٌ رَّحِيْمٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12)
Prasangka salah satu unsur yang bisa menjadikan orang tidak produktif. Prasangka menjadikan otak seseorang berisi suudzan (buruk sangka) pada lainnya. Akhirnya, habis waktu dimakan prasangka, tanpa produk positif yang dihasilkan. Akibat terparah adalah menghasilkan produk-produk negatif bertujuan untuk memakan daging saudaranya (menjatuhkan).
Keempat, ruang digital akan berkeadilan dengan mengamalkan firman Allah subhaanahu wa ta'ala berikut ini:
وَاِ نْ طَآئِفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَاَ صْلِحُوْا بَيْنَهُمَا ۚ فَاِ نْۢ بَغَتْ اِحْدٰٮهُمَا عَلَى الْاُ خْرٰى فَقَا تِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْٓءَ اِلٰۤى اَمْرِ اللّٰهِ ۚ فَاِ نْ فَآءَتْ فَاَ صْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِا لْعَدْلِ وَاَ قْسِطُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
"Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 9)
Bila interaksi di ruang digital terjadi pertengkaran, penyadapan, pembatasan akses digital tanpa alasan yang benar ataupun kejahatan lainnya, maka hukum memang harus ditegakkan. Undang-undang jadi berguna untuk memberikan kepastian hukum bagi pelanggarnya.
Adapun dalam Islam telah ada sistem sanksi yang akan ditegakkan oleh khalifah ataupun mahkamah peradilan Islam, sesuai dengan ijtihad khalifah untuk hukum-hukum diluar hudud dan jinayat.
Sungguh, Islam memiliki seperangkat aturan, dan jika manusia mengamalkannya secara kaffah, Islam rahmatan lil'alamin itu bukan ilusi.
Khatimah
Bila dengan UU ITE belum bisa menjadikan manusia berbuat yang benar, ingatlah ada Malaikat Rakib dan Atit yang memantau ruang digital juga. Jadi jangan asal pencet keyboard dan tekan mouse, semua dicatat dan ada hisabnya.
Wallahua'lam bis shawaab.