يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label Rumah Tangga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rumah Tangga. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Juli 2022

Pernikahan Beda Kiblat, Dilanjutkan Atau Dihentikan?

Sekitar pekan terakhir bulan Juni 2022 hingga saat ini, pembicaraan terkait pengesahan nikah beda agama oleh PN Surabaya belum selesai. Pernikahan antara RA (Islam) dan EDS (Kristen) yang tercatat dalam penetapan nomor 916/Pdt./2022/PN/Sby diprotes banyak pihak. Mulai dari MUI hingga masyarakat umum. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220622082829-12-811987/mui-minta-pn-surabaya-batalkan-putusan-pernikahan-beda-agama)

Rasa Cinta dan Agama

Tidak semua orang menentang pernikahan RA dengan EDS. Mereka yang melihat pernikahan sebatas HAM akan melegalkan nikah beda agama. Bagi mereka yang meneliti rasa cinta sebatas rasa yang ada pada manusia, akan membenarkan cinta itu jatuh pada siapapun.

Namun, bagi mereka yang memahami bahwa pernikahan bagian dari pelaksanaan hukum agama atau perintah Allah SWT tidak akan berpandangan sebagaimana di atas. Pernikahan bagi mereka adalah ibadah sehingga tidak sembarang orang yang dinikahi. 

Demikian pula, bagi mereka yang menyadari bahwa rasa cinta adalah karunia Allah SWT, tidak akan menjatuhkan cintanya kepada orang yang tidak dicintai Allah SWT. 

Lantas, rasa cinta harus diposisikan di atas ketentuan agama ataukah rasa cinta harus dibalut dengan agama?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, harus kita pahami, bahwa rasa cinta adalah perwujudan dari naluri nau' (naluri untuk melestarikan jenis). Sehingga setiap individu memilikinya. 

Rasa cinta ini muncul karena adanya rangsangan dari luar. Semisal photo, interaksi, suara dan hal lainnya yang bisa diindera. 

Jika faktor-faktor yang bisa diindera ini tidak ada, dan tidak ada upaya untuk menghadirkan fakta-fakta tadi dalam hati/pikiran,  maka rasa cinta itu bisa melemah hingga hilang tiada rasa. 

Dengan demikian, rasa cinta kepada lawan jenis ini, bila tidak terealisasi tidak menyebabkan kepada kematian. Hanya akan mendatangkan kesedihan, kegundahan, dan merana, yang semua kondisi itu bisa diatasi dengan terus menggalihkan konsentrasi pada hal lainnya. 

Dengan memahami fakta rasa cinta ini, mereka yang jatuh cinta pada lawan jenis dan kenyataannya berbeda agamanya, maka yang seharusnya dilakukan adalah memenej rasa cintanya itu. Dilanjutkan cintanya atau dihentikan, itu pilihan. Jadi cinta pada lawan jenis itu adalah ujian. 

Dari uraian tersebut, maka kita memahami hikmah kenapa Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya, untuk meminta cintanya Allah SWT, cinta orang-orang yang mencintai Allah SWT, dan cinta untuk melakukan hal yang bisa mendekatkan kepada cintanya Allah SWT. 

Pernikahan Dihadapan Pencatatan Sipil dan Pernikahan dalam Islam

Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Nidhomul Ijtima'i telah menjelaskan bahwa  pernikahan di depan petugas pencatatan sipil itu secara syar'i tidak diperbolehkan.

Pernikahan di depan petugas pencatatan sipil itu secara syar'i sama sekali tidak dilihat sebagai kesepakatan pernikahan, juga tidak dipandang sebagai akad nikah. Karena pernikahan dihadapan petugas pencatatan sipil hanyalah akad kesepakatan antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama. Oleh karena itu, pernikahan didepan petugas pencatatan sipil dimutlakkan bagi setiap pria untuk menikahi wanita mana saja dan bagi setiap wanita untuk menikahi pria mana saja, yang mereka inginkan.

Sedangkan pernikahan dalam Islam ada ketentuan mulai dari wanita mana saja yang boleh/halal dinikahi oleh  seorang laki-laki. Sehingga tidak semua wanita halal dinikahi dan tidak semua laki-laki boleh dijadikan suami oleh seorang wanita.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَ مَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰٓئِكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّا رِ ۖ وَا للّٰهُ يَدْعُوْۤا اِلَى الْجَـنَّةِ وَا لْمَغْفِرَةِ بِاِ ذْنِهٖ ۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّا سِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ

"Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 221)

Dari ayat tersebut, Allah SWT mengharamkan wanita musyrik untuk laki-laki muslim. Demikian pula mengharamkan laki-laki musyrik atas wanita muslim.

Allah Subhanhu wa ta'ala juga berfirman;

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَـكُمُ الطَّيِّبٰتُ ۗ وَطَعَا مُ الَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّـکُمْ ۖ وَطَعَا مُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ وَا لْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَا لْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْـكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَاۤ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَا فِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْۤ اَخْدَا نٍ ۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِا لْاِ يْمَا نِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖ وَهُوَ فِى الْاٰ خِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

"Pada hari ini, dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barang siapa kafir setelah beriman, maka sungguh sia-sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 5)

Berdasarkan ayat tersebut, seorang pria muslim dibolehkan menikahi perempuan Ahlu Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang mereka senantiasa menjaga kehormatannya. Pertanyaannya, masih adakah wanita Ahlu Kitab yang masih berpegang dan mengamalkan Taurat dan Injil yang murni/asli? 

Selain ketentuan pihak yang boleh dinikahi, pernikahan dalam Islam  mengharuskan adanya ijab qabul, adanya wali, adanya dua orang saksi.

Dan ketika telah teraqadkan pernikahan, masih ada syariat yang harus dilaksanakan yaitu walimatul 'ursy. 

Dengan demikian, fakta pelaksanaan pernikahan dihadapan petugas pencatatan sipil tidaklah sama dengan pernikahan syar'i sebagaimana yang diperintahkan oleh syariah Islam. 

Ketentuan pernikahan dalam Islam ini, adalah bukti bahwa syariat pernikahan dalam Islam bukan semata untuk melahirkan generasi penerus, akan tetapi sebagai ibadah. Oleh karena itu disebutlah pernikahan sebagai separuh agama. Dengan tertunaikanya pernikahan selayaknya seseorang semakin bertakwa. Dan pertanyaannya, akankah takwa itu bisa terealisasi ketika pasangan berbeda agamanya, berbeda kiblatnya?

Khatimah

Bila kita mengharapkan pernikahan itu dicatat oleh Allah SWT maka sudah seharusnya seorang muslim menunaikan ketentuan  pernikahan yang ditetapkan Allah SWT. 

Bila tidak, betapa rugi, bila manusia mencatatnya, sedangkan Allah SWT sama sekali tidak menilainya sebagai pernikahan? Lantas apa yang diperoleh dari hal demikian? 

Wallahua'lam bis showwab.



Senin, 06 Juni 2022

Ketika Orang Tua Lanjut Usia, Dikemanakan?

Tidak ada makhluk hidup yang kondisinya stagnan tidak mengalami perubahan.

Sejauh mata melihat ada pertumbuhan dan perkembangan yang dialami manusia, sebagaimana waktu yang terus berjalan, manusia dari batita, balita, anak-anak, remaja, dewasa, sampai pada usia lanjut (lansia) kemudian wafat. 

Sekarang berapa usia kita? Pada akhirnya, akan sampai sebutan lansia itu pada diri setiap manusia yang Allah SWT karunia umur lebih dari 60 tahun.

Lansia, di negara ini disematkan kepada mereka yang berusia di atas 60 tahun. 

Tempat Tinggal Lansia

Masih ingatkah kita dengan kisah Bu Trimah yang sempat diberitakan media, tahun 2021 lalu?. Ibu asal Magelang ini dititipkan oleh 3 anaknya di Griya Lansia Husnul Khatimah Malang Jawa Timur. Ketiga anaknya sibuk sehingga tidak sanggup mengurus sang ibu. (www.haibunda.com/moms-life/20211103084022-76-250328/ramai-kasus-trimah-intip-fasilitas-hingga-biaya-panti-jompo-di-jabodetabek/amp)

Beda dengan Bu Trimah, nenek Nyamirah dan nenek Tipah yang sudah bungkuk, usianya pun sudah mendekati 100 tahun, hidup satu atap dengan anaknya. 

Lain lagi dengan kondisi lansia lainnya. Sebagaimana dituturkan disitus www.mommiesdaily.com bahwa panti jompo/wredha menjadi pilihan pribadi lansia. Disebabkan mereka merasa hidup di panti lebih teratur, aktif dan bisa bersosialisasi dengan teman-teman seusianya. 

Memang manusia beragam pemikirannya. Beragam pula akhirnya pilihan perbuatannya. Seandainya manusia dibiarkan tanpa ada hukum atas perbuatannya, betul, manusia akan berbuat semaunya.

Nurani yang setiap manusia memiliki potensi ini, menjadi kendali dari keburukan agar manusia tidak lebih sesat dari binatang. Tapi, sejauh mana kekuatan nurani, jika nafsu dan sistem kehidupan yang melingkupinya mengajak pada kedurhakaan kepada Allah SWT?. 

Lansia, Tinggal Di Panti Kelirukah?

Saat ini, tidak sukar mencari panti untuk lansia. Mau dari harga perbulannya jutaan hingga puluhan juta ada. Tapi ada juga yang digratiskan untuk lansia duafa. 

Dari sudut kemanusiaan pasti kita semua setuju bahwa lansia seharusnya diurus/dihidupi/dijaga/dirawat oleh anaknya. Tapi, ada anak yang bersedia untuk itu, ada juga yang tidak sanggup. Ketidaksanggupan ada yang disebabkan kesibukan si anak atau kondisi ekonomi yang berkekurangan.

Jika faktor kesibukan, maka sesungguhnya orang tua dulu juga sibuk, repot luar biasa, tapi tetap bisa mengasuh anak-anaknya.  Pertanyaannya, kenapa saat kondisi berbalik orang tua yang lemah dan lanjut usia, sang anak tidak sempat mengurus orang tuanya? 

Secara manusiawi pasti berontak menolak alasan kesibukan itu. Tapi apalah daya nurani, jika nafsu dan sistem mendukung untuk itu.

Jika faktor himpitan ekonomi, perlu dipahami, orang tua yang normal terhimpit ekonomi seperti apapun tidak ada pikiran menitipkan anaknya ke panti. Mereka lebih rela berlelah-lelah tetapi tetap bersama anaknya. Sekarang, ketika kondisi berbalik, kenapa ikhtiarnya anak tidak segigih orang tuanya untuk selalu bersama mereka? 

Lansia dan Negara

Negeri khatulistiwa ini ditiap tanggal 29 Mei memperingati hari lansia. Tahun ini, tema peringatan hari lansia adalah Lansia Sehat Indonesia Kuat. 

Banyak bakti Kemensos di hari lansia 29 Mei 2022. Sebagaimana dikutip dari laman kemensos.go.id diantara kegiatanya adalah bantuan sosial PKH dan sembako bagi lansia tunggal, penyerahan simbolis alat bantu aksesibilitas (berupa kursi roda, alat bantu dengar, tongkat pintar, kacamata lansia), bantuan sandang, nutrisi dan obat-obatan, renovasi rumah lansia, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis bagi lansia dan lain-lain. 

Lansia bagian dari rakyat negeri ini dan memang seharusnya mendapatkan jaminan kesejahteraan sebagaimana rakyat lainnya. 

Mewujudkan kesejahteraan bagi lansia, mengharuskan perhatian pemerintah tidak sehari ditiap tanggal 29 Mei. Sehari tidak cukup untuk menyasar semua lansia yang ada di negara ini. Sebagai contoh, nenek saya saat hari lansia kemarin tidak mendapatkan PKH dan sembako untuk lansia tunggal. Jadi, pemerintah harus serius mendeteli seluruh lansia yang ada sehingga tema peringatan lansia itu terealisasi. 

Ketika, ada lansia yang dititipkan dipanti Wreda karena faktor ekonomi anak yang tidak mampu menghidupinya, maka faktor ekonomi ini tidak bisa dilepaskan dari pengurusan negara akan ekonomi rakyatnya. Semakin banyak lansia dipantikan karena faktor ekonomi, berarti keluarga miskin di negara ini semakin banyak dan belum sejahtera. 

Dengan demikian, mewujudkan kesejahteraan bagi lansia bukan semata menjadi tanggungjawab anak, tapi juga negara. 

Islam Mensejahterakan Lansia

Islam sebagai agama yang menghendaki penganutnya meraih kebaikan di dunia dan di akhirat, maka Allah SWT memberikan tips untuk meraih itu semua. 

Dari saat manusia memulai kehidupannya, dari fase bayi, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia, Allah SWT tetapkan ada hukum syariah disetiap fasenya.

Berikut Allah SWT tentukan bagaimana seharusnya seorang anak pada orang tuanya yang sudah lanjut usia.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِا لْوَا لِدَيْنِ اِحْسَا نًا ۗ اِمَّا يَـبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik".

وَا خْفِضْ لَهُمَا جَنَا حَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًا 

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 23-24)

Dua ayat tersebut sangat jelas bagaimana Islam menetapkan bahwa jika orang tua diberi Allah SWT usia panjang hingga tua renta, maka anaknyalah yang seharusnya merawatnya. 

Para anak tidak akan kesulitan merawat orang tuanya yang sudah tua, karena kesejahteraan dijamin oleh negara. Sistem ekonomi Islam mewajibkan negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warganya. Dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Negara memastikan bahwa setiap laki-laki usia kerja harus bekerja. Karena Islam menetapkan tanggungjawab nafkah ada pada laki-laki. 

Berikutnya, semua komoditas milik umum wajib dikelola negara, haram dikelola swasta. Sehingga hasil pengelolaan ini bisa kembali kepada rakyat. Bisa digunakan untuk pembiayaan layanan pendidikan, kesehatan gratis. 

Income lain bagi negara adalah dari kharaj, ghanimah, fa'i, usyur, dan lainnya. Adapun pos zakat dalam Baitul Mal bisa membantu perekonomian fakir, miskin dan asnaf lainnya. 

Dengan demikian, jaminan atas lansia tidak terpisah dari rakyat lainnya. Dan dengan suasana takwa yang disuasanakan oleh negara akan membentuk pribadi anak yang berbakti pada orang tuanya. 

Khatimah

Bagi seorang muslim bukan sekedar pilihan tinggal dimana saat lansia, tapi bagaimana agar syariah Islam bisa terlaksana dalam dirinya. Syariah menfasilitasi suara hati orang tua untuk bersama anak-anaknya. Demikian pula anak terfasilitasi oleh syariah untuk berbakti kepada kedua orangtuanya. Jadi, mari berpegang pada syariahNya baik lingkup pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Wallahua'lam bis showwab.


























Sabtu, 20 Agustus 2016

Suara Tangis Bayi

Beberapa hari ini, sering aku mendengar suara tangis bayi. Kadang tengah malam, kadang pagi pagi sekali, kadang sore ketika aku baru pulang kerja dan malam hari mau rehat. Tidak tega mendengar suara tangisan itu. Kadang ingin ku melihat secara langsung kenapa anak itu kok sampe menangis seperti itu. Terbayang juga wajah sang ibu yang harus terjaga ketika sang bayi menangis.

Hal yang paling membuat aku tersentuh adalah saat sang anak menangis dan ibunya berusaha menenangkanya, tapi tetap saja anak itu menangis, maka terus dan terus sang ibu membujuk sang anak hingga diamnya. Sang ibu tetap dengan penuh kesabaran menghibur sang buah hati. Ya Alloh..

Inilah salah satu fitrah yang Alloh berikan kepada wanita. Meyayangi sang buah hati dalam kondisi bagaimanapun.

Serewel apapun anak, seorang ibu akan tetap menjaganya agar tangis itu tidak berlama lama. Mungkin bisa dikata apapun yang diinginkan anak akan dituruti agar sang anak berhenti menangis. Subhanalloh, Betapa agungnya Alloh yang memberikan rasa cinta yang luar biasa kedalam hati seorang ibu kepada anaknya.

Seandainya kita tahu masa kecil kita sejak lahir hingga kita bisa hidup mandiri, pastinya hanya derai air mata yang mengalir. Pasti kita ingin mencium dan sujud pada ibu dan juga bapak. Pengorbanan orang tua tiada bandingannya. Sungguh sedikitpun orang tua tidak ingin melihat anaknya menderita, maupun tersakiti. Pengorbanan yang tiada pamrih adalah pengorbanan orang tua kepada anaknya.

Aku yang kini sudah besar dan tidak lagi punya ibu. Aku yang kini bisa merasakan betapa besar pengorbanan ynag telah ibu berikan. Dan kini hanya bisa mendoakan beliau. Dan selalu ku pinta kepada Alloh agar mengampuni segala dosa ibuku, dan memasukkan beliau ke dalam surgaNya dan mngumpulkannya bersama para bidadari surga.

ya Alloh ampunilah dosa dosa kami kepada kefua orang tua kami. Aamiin..

Minggu, 02 Maret 2014

IBU, GIZI DAN GENERASI

Tugas dan tanggungjawab Ibu dalam kehidupan ini hakikatnya tidaklah mudah. Namun lain lagi ceritanya bila targetnya hanya ingin menjadi ibu biasa-biasa saja. Bagi seorang wanita yang paham akan fungsi, kedudukan dan peran dari seorang ibu tentu tidak bersedia menjadi ibu yang biasa-biasa saja. Pasang target menjadi ibu yang amanah, professional dan dicintai keluarga adalah suatu keniscayaan. Apalagi bila dilihat dari sudut pandang agama kesempatan wanita untuk meraih syurga dari pengabdiannya dalam rumah tangga suaminya amat sangat terbuka.

 Tanggal 28 Februari di negeri ini diperingati sebagai Hari Gizi Nasional. Dan apabila kita kaitkan gizi ini dengan kehidupan berumah tangga, maka sosok ibulah yang memiliki peran besar dalam menentukan makanan-manakan bergizi untuk anggota keluarganya. Kegiatan menyiapkn menu makan ini mungkin tidak dianggap begitu penting bagi sebagaian orang. Alasan yang sering muncul karena itu sudah menjadi tugas wajib wanita. Sehingga kadang kaum bapak-bapak kurang mau tahu terkait urusan dapur sang istri. Namun benarkah sikap yang demikian?

Urusan makan memang urusan perut. Namun dari makan ini memiliki efek ke banyak hal. Makanan yang bergizi akan menjadikan tubuh sehat dan otak mendapat suplay gizi yang seimbang sehingga bisa berfungsi optimal. Badan yang sehat, otak yang cerdas akan berimplikasi positif pada peningkatan kwalitas hidup dan ibadah. Adapun orang yang kurang gizi bisa terkena marasmus gizi. Sedangkan kelebihan gizi tertentu juga bisa berakibat kepada penyakit pula. Kalau sudah terserang penyakit maka ibadahpun menjadi tidak optimal dilakukan. Dengan demikain seorang suami juga perlu untuk memberikan perhatian berkaitan dengan menu masakan sang istri, semuanya demi kesehatan seluruh anggota keluarga.

 Seorang ibu yang bisa menyiapkan makanan yang halal lagi toyyib (baik dan bergizi) adalah ibu yang cerdas. Untuk menjadi figur ibu yang cerdas para ibu harus bersedia untuk terus belajar dan menambah wawasan. Dengan belajar seorang ibu akan mendapatkan ilmu. Dengan ilmu akan diperoleh pengetahuan mana makanan yang halal, mana yang haram, mana yang berigizi dan tidak. Berapa kebutuhan gizi anggota keluarganya, bagaimana pola hidup sehat dan cara memasak yang benar. Belajar tidak harus dengan sekolah, para ibu bisa melakukanya dengan membaca, menonton rubrik kesehatan di TV, tanya ke ustad/dzah untuk mendapatkan informasi produk halal dan bisa pula dengan konsultasi dengan pakar gizi.

Untuk menghasilkan ibu yang cerdas tentu dibutuhkan sosok ibu yang sehat. Namun data menunjukkan bahwa masih sangat banyak wanita Indonesia yang belum sehat alias belum terpenuhi gizinya. Sebagaimana dinyatakan bahwa kasus kurang gizi pada perempuan usia-subur 15 - 45 tahun (13,6%), (http://www.menkokesra.go.id/content/menko-kesra-indonesia-mengalami-beban-ganda-masalah-gizi). Kondisi ini bisa disebabkan banyak faktor. Faktor pendidikan menjadi unsur penting yang mempengaruhi gaya berfikir para ibu. Di daerah tidak sedikit tradisi memasak yang masih keliru. Ambil contoh masyarakat tempat penulis tinggal, ada kebiasaan bahwa untuk membuat urap dari daun ketela maka harus direbus dulu lalu dicuci sampai air perasan daun ketela berwarna bening. Bila belum bening maka harus terus disiram dengan air hingga air perasan daun ketela berwarna bening. Tentu tradisi yang seperti ini salah. Karena ketika air perasan itu berwarna bening itu artinya daun ketela itu sudah kehilangan kandungan gizinya. Keyakinan ini bisa diluruskan apabila para ibu tadii memperoleh edukasi.

 Kedua, faktor ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2013 mencapai 28,55 juta orang (11,47 persen) atau meningkat 0,48 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 tercatat 28,07 juta orang ( http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/03/mysfdt-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-bertambah). Ekonomi rendah menjadikan keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan makan sehat dan bergizi. Sering kali televisi menayangkan kehidupan orang-orang miskin. yang kadang nasi basi menjadi menu utama mereka.

Peningkatan jumlah kaum miskin ini tidak lepas dari sistem ekonomi liberal yang menjadikan harta hanya berkumpul pada individu-individu kaya saja. Distribusi harta yang tidak merata berimplikasi pada distribusi orang sehat dan bergizipun menjadi tidak merata pula Apabila negeri ini menginginkan generasi yang terpenuhi gizinya, sehat, cerdas, dan berkwalitas maka negara harus menyehatkan dan mencerdaskan para ibu. Karena dari rahim ibulah anak-anak itu lahir dan ibulah pendidik pertama bagi ananya. Sudah saatnya ibu diberikan tempat mulia bukan malah disibukkan dengan urusan ekonomi (semisal menjadi TKW) yang malah menjadikan ibu meninggalkan tugas utama dan pertamanya yaitu sebagai istri, ibu dan pendidik bagi anak-anaknya. Negara hendaknya memberikan lapangan usaha bagi kaum bapak sehingga bisa memberikan nafkah yang layak bagi keluargnya. Dan apabila terpaksa seorang wanita harus bekerja, maka pekerjaan itu tidak berakibat meninggalkan tugas utamanya sebagai umm warabatul bait. Wallahua'lam.

Rabu, 19 September 2012

PEREMPUAN, HARTA DAN PERCERAIAN


Ada banyak sisi perempuan yang bisa menjadi pembicaraan. Satu sisi yang sedang marak menimpa kaum perempuan adalah perceraian.  Lebaran 1433 H kemarin, ada seorang  teman menceritakan bahwa saudaranya perempuan telah menceraikan suaminya. Alasannya adalah gaji suami kurang besar. Beberapa waktu kemudian datang pengantin baru, dia juga bercerita tentang perceraian dia dengan suami pertamanya dengan alasan kurang cocok sekaligus menemukan laki-laki lain yang lebih kaya –sekarang jadi suaminya-. Waktu pengajian ada juga yang cerita kalau saudaranya tidak mendapatkan pelayanan dan disepelekan oleh istrinya gara-gara gajinya kecil, sedang istrinya gajinya besar. Tidak lagi suami sebagai pemimpin rumah tangga, tapi istrilah yang mendekte suami. Dan ketika saya membaca sebuah artikel  ternyata prosentase perceraian semakin meningkat dengan berbagai latar belakang yang bila dikerucutkan faktor dominan adalah masalah ekonomi (harta).
Memang untuk mempertahankan hidup saat ini butuh sejumlah uang yang tidak seedikit. Saya ambil contoh kebutuhan untuk memenuhi perut satu keluarga. Misal, menu yang dipilih satu porsi ayam goreng, harganya berkisar Rp. 13.000,00. Bila makan 3x sehari  dengan menu yang sama akan ketemu Rp. 39.000,00 sehari. Bila ada 4 orang dalam satu rumah berarti perlu uang Rp. 156.000,00 sehari. Dalam waktu satu bulan akan ketemu Rp. 4.680.000,00 untuk makan saja. Bagaimana dengan kebutuhan lainnya? Tapi pilihan menu diatas adalah untuk orang kaya. Kalau pekerjaan suami misalkan karyawan biasa kemudian sang istri memilih menu makan seperti di atas itu namanya istri  yang tidak cerdas. Bukankah masih banyak menu makan yang murah bergizi?  Jadi bukan gaji suami yang salah, tapi pemanfaatan gaji oleh istri yang tidak tepat.
Kalau toh bila istri bekerja dan berpenghasilan lebih besar, menjadi pertanyaan bila menjadi alasan perceraian. Apakah pernikahan yang diikrarkan dulu untuk bersaing dalam hal gaji? Bagi pihak suami/istri yang kalah diceraikan? Tentu tidak kan? Perlu direnungkan oleh kaum perempuan, apakah harga dirinya digantungkan pada harta?
Mindset berfikir kaum perempuan harus dikembalikan lagi kepada arahan agama. Memang hidup butuh uang, tapi tidaklah hidup untuk uang. Harta yang dikejar-kejar itu sesungguhnya hanya memberikan kenikmatan sementara. Amal shaleh itulah yang seharusnya dikejar perempuan. Harta yang istri berikan untuk keluarganya adalah sedekah baginya. Penerimaannya yang tulus terhadap gaji suami meski belum besar adalah pahala baginya. Kesabarannya memotivasi dan mendukung usaha suami adalah ibadah baginya. Sesungguhnya, manusia yang dicintai oleh sesamanya adalah mereka yang tidak cinta dunia (harta), tapi mereka yang sederhana dan berkepribadian mulia. Dan perlu diketahui, ketika perempuan menstandarkan segalanya pada uang, maka saat itu juga telah teracuni pemikiran kapitalisme. Standar kebahagiaan menurut teori kapitalis adalah banyaknya materi yang didapat.
Oleh karena itu, ambillah konsep yang telah diajarkan oleh Islam. Bahwa kebahagiaan bukanlah banyaknya harta tapi kebahagiaan adalah ketika keridhoan Allah swt mampu didapatkan. Artinya, harta diperoleh melalui jalan yang halal dan digunakan untuk hal yang halal dan dibutuhkan. Ketaatan kepada suami dilandasi iman bukan uang. Demikian pula suami berkewajiban mendidik istri dan anak dengan benar. Memberikan nafkah yang halal dengan usaha maksimal. Fa InsyaAllah rumahtangga yang sakinah mawaddah warahmah dapat diraih. Wallahua’alam.

Keterangan: Artikel ini dimuat di Jawa Pos Radar Blitar Raya pada edisi, senin 3 September 2012

Minggu, 11 September 2011

Sambal Terong Ala Diriku..

Bahan
Terong 3 buah potong dan belah sesuai selera
Minyak untuk mengoreng dan menumis bumbu
Air setengah gelas

Bumbu Halus
Tomat 2 buah
Cabe rawit 3-4 biji (sesuai selera)
Cabe merah 2 biji
Bawang merah 5 biji
Bawang putih 3 biji
Gula merah secukupnya
Kemiri 1 butir
Garam secukupnya
Gula putih secukupnya

Bumbu kasar
Lengkuas secukupnya, di tumbuk
Daun salam 2 lembar

Cara Membuat
1.Goreng terongnya sampe lunak
2.Tumis bumbu halus, bila sudah tercium baunya masukkan bumbu kasarnya
3.Masukkan airnya, aduk hingga rata
4.Masukkan terong yang sudah di goreng dan aduk hingga bumbu rata pada terong.
5.Angkat bila sudah dirasa matang dan siap dihidangkan…

Selamat mencoba…

Senin, 01 Agustus 2011

Ijinkan Ummi Halaqah ..

Ada cerita ni, sapa tahu bermanfaat. Hasil editing dari cerita temen2…

Dikesempatan setengan siang, Seorang istri ngobrol dengan suaminya.
Katanya istri “ Abi, nanti siang jadwal ummi halaqah”..
Jawab suami, “ Tidak usah halaqah, dirumah sja”.
Jawab Istri, “Loh kenapa Bi, kerja yang mubah aja Abi ijinkan ummi berangkat? Tp knp menuntut ilmu n dakwah yg wajib Abi berat? ”
Jawab suami, “ ya,, pokoknya dirumah aja”.
Jawab istri, “Iya ini Ummi juga sudah dirumah, menemani Abi, sedari dari kemarin2kan bahkan. Btw, Abi juga dapet pahala loh bila mengijinkan ummi halaqah..”.
Jawab suami, “Ummi menemani Abi di rumah juga pahala, betulkan dik??”.
Jawab Istri, “Abi, setiap harikan kita sudah bersama,, klo halaqah satu minggu satu kali Bi, Cuma 2 jam juga. Nah, nanti setelah halqah Abi juga bersama ummi lagi, so ikhlaskan ummi ngaji ya Bi.. Abi kan cinta Allah dan RasulNya, juga cinta Ummi kan? jadi bukti cinta itu ijinkan ummi tuk hlaqah mengkaji ilmu Allah dan mempelajari sunnah Rasulullah saw.. Bgm sayang?”

Sang suamipun diam.. sambil menatap istrinya yang cantik, dia menghela nafas panjang dan berkata; “ Jam berapa halqahnya?”
Sang istripun tersenyum seneng, karena itu pertanyaan sinyal bakaln diijinkan untuk halaqah.
Jawab Istrinya “ Jam 1 siang Bi”.
Jawab suami, “ Dimana tempatnya?”
Jawab istri, “Di mushola biasanya Bi”.
Jawab Suami, “ehm… baiklah, ummi boleh berangkat hlaqah, asal nant malam pijetin Abi ya..”
Jawab istri, “Ok deh Bi, Abi memang suami shaleh, bersyukur aku dapet suami seprti Abi”

Hikmah
Rumah tangga akan sakinah bila dibangun diatas landasan keimanan. Kecintaan kepada Allah akan berbuah pada sikap suami sitri yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Pilihan aktivitaspun akan disusun berdasarkan urutan status hokum perbuatan. Yang wajib didahulukan, baru yang mubah dan sunnah.. wallahua’lam..

Dipun Waos Piantun Kathah