ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا اتَّÙ‚ُوا اللَّÙ‡َ Ø­َÙ‚َّ تُÙ‚َاتِÙ‡ِ Ùˆَلا تَÙ…ُوتُÙ†َّ Ø¥ِلا ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ Ù…ُسْÙ„ِÙ…ُونَ

Tampilkan postingan dengan label Kampus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kampus. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Juni 2014

MAHASISWA



Menjadi mahasiswa untuk saat ini sepertinya masih menjadi sesuatu yang dibanggakan. Kayaknya tidak hanya mahasiswa S1 saja, tapi yang udah sepuh-sepuh ketika menempuh S2, S3  juga pada bangga loh. Senang githu diberi rezeki berlebih sehingga bisa studi lanjut. setelah itu alamat mendapatkan gelar sarjana, master dan doktor. Wow.. namanya menjadi panjang dan berbobot. Misalnya: Dr. Pronotoprojo, S.E, M.E. wihh panjangkan. Apalagi klo ada hajinya akan tambah panjang lagi! Idih…

 Orang yang sudah sarjana tentu punya bargaining sendiri di tengah masyarakat. Tapi sepertinya untuk kondisi saat ini menyandang gelar sarjana Biasa saja!. Bahkan kadang punya sebutan yang ngak enak di dengar. Seperti “sarjana pengangguran “, “penggangguran terdidik”, “Biang kerusuhan” dan seterunya. Ya… gelar-gelar itu menempel pada mahasiswa tentunya ada ulah yang dibuat mahasiswa hingga menjadi begitu. Heran dech!

Nah, pembicaraan kita sekarang konsentrasi pada mahasiswa sebagai generasi muda. Namanya pemuda itu memiliki power, karakter, pemikiran, yang serba fresh. Alias masih seger dan kinyis-kinyis. Hehe.. kayak apa aja. Yang memang begitulah seharusnya. Seorang ulama yang sudah mashur yaitu Yusuf al Qardhawi menyebut pemuda itu laksana matahari pada pukul 12 siang. Waow, panas… ya seperti itulah harusnya pemuda. Pemikirannya seterang matahari, energinya sepanas matahari dan karakternya kuat sekuat matahari menyinari bumu. Waduh.. hebat banget klo begtu mahasiswa.

Nah, dalam eret-eretan kali ini, saya ingin berbagi pada pembaca. Bahwa mahasiswa itu harus punya impian, harapan, cita-cita yang harusnya ia miliki selama menyandang gelar mahasiswa. Karena tidak mungkin kita menjadi mahasiswa abadi, amit-amit dech!. Nah makanya itu, dalam waktu yang cukup singkat itu harusnya mahasiswa trengginas mengatur timenya sehingga mampu mengukir kenangan indah selama menjai mahasiswa. Jadi buka sekedar bangga –banggaan dengan gelar mahasiwa. Tapi benar ada yang bisa dibanggakan!. Setuju!!! Yuk….

Berikutnya, mahasiswa itu harus diligent alias pinter. Nah pinter yang bagaimana? Sejauh penulis ketahui tidak ada manusia yang pinter dalam segala hal. Pasti dia memiliki kelemahan. Secara IQ mahasiswa itu bisa dibilang diatas rata-rata. Buktinya berhasil menakhlukan soal ujian masuk perguruan tinggi. Jadi minimal mahasiswa itu pinter dibidang ilmu yang ia geluti. Sekarang pertanyaanya, cukupkah mahasiswa muslim pinter hanya pada bidang keilmuannya? Alias IQ nya saja? Tentu jawabannya tidak.

Ada hal lain yang harus dikuasai oleh mahasiswa muslim yaitu masalah agama. Bab agama ini wajib nglontok di setiap kepala mahasiswa muslim. Kenapa sebab? Karena ilmu agama inilah sejatinya bekal sesungguhnya untuk mengarungi kehidupan sehingga selamat dunia dan akhirat. betapa banyak orang pinter tapi keblinger. Betapa tidak sedikit orang yang Cuma lulusan SD tapi mulia? Jadi mulia tidaknya sesorang itu ukurannya adalah agamanya alias ketakwaanya. Sehebat apapun sesorang menguasai ilmu matematka misalnya, tapi bila tidak paham agama maka ia terkategori keblinger. Karena ilmu pengetahuian itu sejatinya adalah sarana bagi manusia untuk mengenal Tuhannya. Sehingga korelasi yang seharusnya ada, semakin pinter seseorang dalam ilmu pengetahuan seharusnya semakin tawadhu dan merunduk dihadapan Rabbnya dan semakin tekun belajar ilmu agama. Nah demikian juga hendaknya seorang mahasiswa. Jadi kesimpulannya, mahasiswa muslim itu harus cerdas ilmu agama dan juga menguasai ilmu pengetahuan. Banyak teladan dari para pemuda dimasa kekhilafahan Islam. Seperti, Ibnu Kaldun, Al kindi, Ibnu Batutah, Ibnu Sina dan ilmuwan-ilmuwan lainnya yang mereka kesemuanya capable dalam ilmu agama juga. Jadi tidak ada pengkotak-kotakan alias pemisahan antara ilmuwan dengan agamawan sebagaimana di agama nasrani.

Selanjutnya mahasiswa itu harus responsive. Apa itu responsisve? Responsive dalam artinan mahasiswa itu harus peduli dengan kondisi di sekitarnya. Gelar mahasiswa agent of change di peroleh mahasiswa karena sifat kritis, peduli dan dinamis yang dimiliki mahasiswa. Bila mahasiswa hanya tidur-tiduran di kos, tawuran, hura-hura maka itu bukan sosok mahasiswa muslim. mahasiswa muslim itu adalah mahasiswa yang punya kepedulian tinggi dengan kondisi sekitar. Bila kondisi disekitarnya jauh dari ajaran agama maka ia akan memberikan tenaga dan pikirannya untuk merubah kondisi itu. Baginya, tidak ada kata mendiamkan maksiat. Maka mahasiswa muslim adalah sosok yang mobile dan tidak apatis dengan keadaan. Inilah namanya mahasiswa agnet of change alias agen perubah. Apa-apa yang tidak sesuai syariat maka akan ia luruskan semampunya.

Kesibukan mahasiswa muslim bukan berarti menjadikan dirinya melupakan peran utama dia yakni sebagai penuntut ilmu alias pelajar. Tugas ini adalah amanah ketika sesorang berstatus sebagai mahasiswa. Namun kemudian, yang harus diingat oleh kita semua bahwa hidup ini adalah amanah dari Allah swt. jadi menyandang jabatan, posisi apapun tetap kita tidak boleh lupa akan kewajiban-kewajiban lainnya yang telah Allah tetapkan kepada hambaNya. Mulai dari beribadah kepadaNya, melaksanakan syariatNya, serta mendakwahkan agamaNya.

Hem.. sampai disini maka saya katakan bahwa mahasiswa muslim itu haruslah berkarakter pejuang. Sebagaimana para pemuda dimasa Rasulullah dan generasi berikutnya yang senantiasa menghabiskan hari-harinya, menit-menitnya dan detk-detiknya untuk kemuliaan agamanya. Berprofesi sebagai apapun bagi mereka meninggikan kalimat Allah adalah jalan hidupnya.

Allah tujuan kami
Nabi Muhammad teladan kami

Wallahua’lam.

Jumat, 30 Mei 2014

MAHASISWA KRISIS IMAN


Jumat (25/4/2014) jadwal saya memberi kuliah assessment. Ketika saya tiba sudah 90% mahasiswa hadir sehingga kuliahpun dimulai. Baru berjalan lima menit, pintu kelas diketuk seorang mahasiswa. Saya tanya kepada mahasiswa tersebut, “Jam berapa sekarang?”.
Diapun menjawab, “14.40 bu”.
“Ok, saudara belum terkena sanki”
Mahasiswa tersebut berterimaskih dan lekas ambil tempat duduk. 
Baru beberapa menit saya memulai kuliah, terketuk lagi pintu kelas. Kali ini mahasiswi berkerudung lebar yang terlambat. Dan sepertinya sudah beberapa kali dia selalu kalah dulu dengan dosennya. Hehe..
“Nah, kena sanki yang ini Bu!” celetuk salah seorang mahasiswa
Lainnyapun riuh sepakat tuk menghukum si mahasiswi berkerudung besar ini. Saya tanya kepada mahasiswa,” apa sudah kelewat 10 menit?”.
Mereka menjawab, “belum bu kurang dikit”.
Akhirnya si kerudung besar inipun bebas hukuman. Dan pesan saya agar dirinya menjadi muslimah yang disiplin. 
Sayapun melanjutkan kuliah. Saat sedang tanya jawab dengan mahasiswa tiba-tiba pintu kembali diketuk lengkap dengan salam yang has. Hafal saya dengan mahasiswa satu ini. sebut namanya Dadang. Dengan wajah diliputi guratan bekas tidur, dia mendekati meja saya.
“hayo ngaji, hafalan surat aja bu!” suara salah satu mahasiswa yang diikuti sorakan mahasiswa lainnya.
“Dadang, pukul berapa sekarang?”, tanya saya.
“15.00 Bu!” Jawaban santai khas Dadang lengkap dengan senyum merekah kearah temen2nya
Diawal kuliah sudah ada nota kesepakatan bahwa barangsiapa yang datang terlambat lebih dari 10 menit terhitung dari dimulainya perkuliaahan maka mahasiswa tersebut wajib dikenai sanksi. Sanksi bisa berupa mencium tembok, mencium bangku, menghafal surat al Quran, menghafal doa atau bernyanyi. Pilihan sanksi ada ditangan saya. Kontrak ini menurut saya perlu untuk menanamkan sikap disiplin mahasiswa. Bagaimanapun juga bukti kesungguhan mereka dalam menuntut ilmu adalah dengan menepati jam kuliah sebagaiman ketentuan yang diberlakukan kampus. Dan mereka waktu itu setuju-setuju aja. Jadi bila ada yang melanggar maka layak dikenai sanki.
"Dadang, kamu tadi sudah sholat dhuhur?” tanya saya melihat guratan bekas tidur diwajahnya  nampak sekali.
“Ga sholat bu!” jawab dia dengan santi
“Jujur saya bu!”, Lanjutnya
“Hari inikan Jumat, apa kamu tidak jumatan?”
“Tidak bu!” jawab nya sambil tersenyum.
Beberapa mahasiswa lainnya mengucapkan “Astagfirullah” sebagai wujud keheranan sekaligus keprihatinan pada Dadang.
“Klo subuh tadi sholat?” selidikku
“Saya jarang sholat bu, jadi kadang sholat kadang tidak?”
“Kenapa kok begitu?”
“Ya ga kenapa kenapa bu!”, jawab dia santai tanpa menunjukkan raut muka bersalah dan berdosa
Meski saya bukan dosen agama jawaban-jawaban yang  Dadang sampaikan membuat hati saya pilu dan sedih. Anak segede ini masih bolong sholatnya. Tanpa alasan yang jelas.
“Saya hargai kejujurannmu, Dadang!. Tapi betapa kamu tidak menghargai Allah SWT yang telah menciptakanmu!” jawabku
“Kamu berani janji untuk rajin sholat?”, tanyaku bernada memaksa
“Ya inshaAllah bu!” jawabanya tetap dengan wajah seperti pelawak.
Nah memang begitulah Dadang adanya. Dikelas sering membuat temen-temenya tertawa. Tapi kini dia ditertawakan syetan karena telah meninggalkan sholat.
Sobat, cerita ini hanyalah satu kasus kondisi mahasiswa saat ini. Bisa jadi diruang dimana saya mengajar itu ada Dadang-Dadang lainnya “ga sholat”. Apalagi diluar sana, tentu lebih banyak lagi. astagfirllah..
Sebagai seorang muslim, tentu kita mengelus dada. Generasi Islam yang akan melanjutkan estafet perjuangan dan masa depan Islam telah mengalami krisis iman, krisis khouf kepada Allah SWT. Untuk urusan dunia mereka rela bersusah payah tapi tidak untuk urusannya dengan Allah SWT. Padahal siang malam, pagi sore Allah SWT senantiasa memelihara kita dan memberikan kebaikan kepada umatnya.
Maka bila kita seorang pendidik, mengajar mata pelajaran atau mata kuliah apapun, jangan pisahkan dengan agama. Materi apapun itu sebenarnya bisa untuk menanamkan keimanan kepada Allah SWT. Cuman kadang kita sebgai pendidik yang kurang berani dan kreatif menyusun materi sehingga tetap bisa menyertakan islam dalam materi. Sistem kehidupan yang sekuler ini, menuntut keseriusan setiap umat Islam untuk saling tolong menolong urusan agama saudaranya. Sebisa kita menasehati anak didikdengan Islam..
Allahummagfirlii, ya Allah ampuni kami bila masih belum bisa menjadi insane yang bertakwa dan dengan sepenuh hati mentaati Mu. Rahmat dan HidayahMu senantiasa kami pinta, ya Allah.. aamiin..

Senin, 07 April 2014

MAHASISWA MEMILIH PEMIMPIN

Beberapa hari yang lalu, ada enam mahasiswa yang datang ke rumah. Tujuan mereka untuk menjenguk saya yang sudah satu minggu tidak mengajar. Ada udzur sakit yang menjadikan hanya bisa berkirim materi kuliah tanpa tatap muka langsung dengan mahasiswa. Alhamdulillah, sewaktu mereka datang, kondisi badan sudah lumayan sehat. Sehingga bisa berdialog dengan mereka, lumayan lama.

Entah bagaimana awalnya, pembicaraan menjadi mengarah ke Pemilu. Namun wajar juga jika membicarakan masalah ini, karena tinggal menghitung hari pesta demokrasi itu akan segera digelar. Rina (bukan nama asli, red) berkata, “Bingung mau pilih siapa nanti? Pada tidak kenal dan juga tidak tahu program-programnya. Dipilih jangan-jangan malah korupsi ke depannya. Hem, bingung deh!” Tuturnya terbuka mengeluarkan unek-uneknya. Kelima temannya, tanpa ada komando langsung mengiyakan pertanda sepakat dengan pernyataan Rina.

Pemilih dari kalangan muda memang diharapkan bisa berkontribusi besar terhadap Pemilu kali ini. Tapi, sikap apatis dan enggan memikirkan kondisi bangsa sudah menggejala di kalangan mahasiswa. Tentunya, label mahasiswa sebagai agent of change bisa pudar dari pundak mereka, seiring sikap pragmatis dan tipisnya kepedulian mereka terhadap kondisi sekitar.

Saya pikir, inilah momen yang tepat untuk memberikan bekal ilmu kepada mahasiswa dalam menyalurkan aspirasi suaranya. Tidak boleh membiarkan mereka dalam kebingunan, begitulah pikir saya. Sebagai seorang Muslim, tentu pandangan nomer satu yang saya gunakan adalah pandangan Islam. Karena Islam tidak berisikan sholat saja. Tiga puluh juz ditambah hadist-hadist Nabi adalah pedoman hidup untuk umat Islam. Sebagai pedoman hidup, tentu tidak hanya ibadah yang ada dalam al-Quran, melainkan juga syariat (aturan Allah SWT) yang mengikat setiap individu Muslim. Dari tidur sampai tidur lagi harus selalu on kesadaran akan hubungannya dengan Allah swt dalam seluruh perbuatan.

Saya sampaikan kepada mereka, “Mencoblos adalah hak. Tidak mencoblos itu tidak menggunakan hak pilih. Baik mencoblos maupun tidak, sama–sama akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah swt.  Tidak boleh merasa benar sendiri. Mengapa? Soalnya setiap perbuatan hamba itu terikat dengan hukum syara’. Mencoblos akan bernilai pahala bila diniatkan karena Allah swt. Artinya, harus sesuai dengan kriteria pemimpin dalam Islam. Mencoblos seseorang yang jelas-jelas curang, berakhlak buruk dan menghina agama ini, jelaslah hal itu merupakan dosa. Demikian pula, mencoblos semata-mata karena uang atau kepentingan pribadi tanpa melihat kaidah Islam dalam memilih pemimpin. Hal itu juga merupakan suatu hal yang keliru bahkan bisa menghantarkan pada dosa”.Keenam mahasiswa itu diam, mencoba menyerap apa yang mereka dengar.

Meraba arah pembicaraan, dan membayangkan siapa kira-kira yang sesuai dengan kriteria pemimpin dalam Islam. Selang beberapa menit, Anita (bukan nama asli,red) bertanya, “Terus, pemimpin yang layak dipilih yang mana Bu?” Pertanyaan singkat yang meminta jawaban to the point. Namun memberi jawaban langsung alias sebut merk orangnya bukanlah jawaban yang tepat. Pasalnya, yang paling penting adalah mereka memahami bahwa setiap perbuatan dan tindakan yang mereka lakukan harus dilandasi ilmu. Bukan semata mengekor kepada orang yang sekiranya dijadikan sebagai rujukan. Oleh karena itu ilmu memilih pemimpin inilah yang harus mereka pahami.

Saya katakan kepada mereka, setidaknya ada 7 kriteria  seseorang bisa mencalonkan dirinya sebagai pemimpin dan bisa dipilih oleh umat. Pertama. dia harus beragama Islam. Tidak boleh orang Islam memlih pemimpin (Presiden) dari kalangan non-Muslim. Kedua, berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai pesan Nabi saw bahwa tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan. Konteks pesan Nabi ini adalah larangan memilih wanita sebagai pemimpin suatu Negara. Ketiga, calon tersebut sudah baligh. Orang yang belum baligh, secara syar’i bukanlah seorang mukallaf. Sehingga, pada dirinya belum ada beban hukum (belum berkewajiban terikat dengan hukum syara’). Oleh karena itu, tidak boleh mengurusi atau mengelola berbagai urusan umat.

Keempat, berakal. Jadi bila mengetahui ada Capres yang stress atau gila, jangan dipilih. Akan hancur bangsa ini apabila pemimpinnya tidak waras. Kelima, orang tersebut bisa berbuat adil. Adil adalah orang tersebut bisa menegakkan mana yang haq dan menjauhi hal yang batil. Tentu, di sini diharapkan pemimpin itu faqih terhadap urusan agamanya. Keenam, merdeka alias bukan budak. Budak itu berbeda dengan pembantu rumah tangga. Budak itu tidak memiliki hak atas dirinya. Tapi dia milik tuannya. Dia bertindak sesuai keinginan tuannya. Orang yang demikian, tentu lebih tidak berwenang mengatur urusan orang lain apalagi urusan Negara. Ketujuh, pemimpin harus orang yang mampu. Tugas pemimpin Negara itu amat berat. Jika dipegang orang-orang yang lemah apakah itu lemah iman, lemah fisik, lemah akal dan lemah lainnya yang masih berhubungan dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pemimpin, maka akan sangat berbahaya. Jadi, mampu disini adalah mampu menjalankan amanah kepemimpinannya nanti.

Itulah tujuh kriteria yang harus melekat pada calon pemimpin. Dan sebagai pesan terakhir, kepada mahasiswa itu saya sampaikan, bahwa ketika memilih, ingatlah kemuliaan agama ini dan umat Islam. Jangan sampai pilihan saudara jatuh pada orang yang akan menghina dan melecehkan agama ini. Atau juga menjadikan umat Islam semakin hancur aqidahnya, rusak moralnya dan tersebarnya maksiat dimana-mana. Jadi, mencoblos bukan perkara ringan, harus benar-benar difikirkan. Bila perlu, istikhorohlah. Memohon petunjuk kepada Allah swt.

Demikianlah kutipan obrolan terbatas saya dengan mahasiswa yang sedang berkunjung ke rumah. Tentunya, nasehat ini bukan hanya untuk keenam mahasiswa saya itu. Tapi juga buat kita semua. Baik yang muda atau siapapun yang sebentar lagi akan bertemu dengan Pemilu untuk memilih anggota Legislatif dan Presiden. Semoga Allah swt selalu menunjuki kita ke jalan yang benar dan diistiqamahkan dalam keimanan dan ketaatan kepadaNya. Aamiin.. Wallahua’lam bis Showab

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/04/06/49127/mahasiswa-memilih-pemimpin/

Dipun Waos Piantun Kathah