يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label butuh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label butuh. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Agustus 2019

ANTARA KEINGINAN DAN KEBUTUHAN

Saat kita dalam posisi berada bisa berbuat sesukanya. Tidak ingat itu terkategori boros ataukah tidak. Intinya mau ini itu dilakukan saja. Mau ces hp kelebih penuh juga tidak ada rasa bersalah. Menyalakan lampu kelewat hari juga tidak salah walau kondisi sudah terang. Menyalakan tv sambil tidur terlelap juga tiada merasa boros. Bahkan membeli sesuatu yang tidak kita butuhkan pun juga tidak merasa kelewatan.

Yang semakin mengherankan, saat kotak amal didepan mata, juga tidak merasa pelit ketika tidak mengisinya. Padahal seharusnya berlebih lebih itu dalam berinfaq.

Sungguh, betapa sering kita salah menempatkan rasa. Belum bisa menjinakkan apa yang kita inginkan. Dan belum mampu mengidentifikasi apa yang kita butuhkan.

Itulah masa saat kita berada. Masa yang sering membuat kita lupa. Memenuhi maunya selera. Bukan pertimbangan penting tidak penting, butuh tidak butuh, boros atau hemat. Tapi yang penting selera terpenuhi. Memang kenyang nafsu pada akhirnya. Kepuasan bersifat nafsu terpenuhi. Senang dan puas.

Manusiawi jika manusia demikian. Memang ada bawaan nafsu dalam dirinya. Namun, acungan jempol bagi yang bisa menahan dari sifat berlebih-lebihan. Bukankah Allah SWT juga tidak menyukai hal yang berlebih-lebihan?

Benar nasehat Rasululullah SAW. bahwasannya dalam urusan dunia kita diminta untuk melihat orang yang ada dibawah kita.

Mereka yang kondisi ekonominya digaris kemiskinan. Hidup hemat bahkan super hemat demi tercukupinya semua kebutuhan. Bahkan kadang super hemat sudah diamalkan masih ada hal primer yang tak ternunaikan. Contoh gampang mereka yang tinggal dikolong jembatan hingga di trotoar jalan, tidak terbayang berapa rupiah income harian mereka.

Pentingnya melihat yang dibawah, memunculkan rasa syukur kepada Allah SWT atas kondisi kita saat ini. Masih bisa mencukupi apa yang dibutuhkan. Betul, riski tidak selalu dimaknai dengan harta, jabatan dan status sosial lainnya . Sehat juga riski. Keluarga yang baik juga riski. Teman yang baik juga riski.

Dan riski yang termahal adalah iman kita kepada Allah SWT. Kenikmatan dalam beribadah kepadaNya. Kenyamanan dalam mentaati syariahNya. Inilah nikmat sejati dari seorang muslim.

Oleh karena itu, ditengah berbagai kondisi yang kita hadapi, maka karunia tertinggi yang harus selalu kita pohonkan kepada Allah SWT adalah istiqamah dalam mengimaniNya dan mentaatiNya hingga maut menjemput. Rabbanaa atinaa milladunka rahmah wahayyiklanaa min amrinaa rosyadaa. 

Inilah perkara pertalian seorang hamba dengan RabbNya. Dialah pemilik segalanya dan kepadanya jualah segala urusan dikembalikan. Wallahua’lam bis showab.

Dipun Waos Piantun Kathah