Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi karbon menjadi agenda global. Ditargetkan tahun 2050 program NZE tersebut tercapai. Program jangka pendeknya tahun 2030 emisi karbon berkurang hingga 45%.
Program ini menjadi salah satu jawaban negara-negara di dunia untuk mengatasi kerusakan udara. Suhu bumi mengalami kenaikan yang memunculkan heatwave (gelombang panas), cuaca yang berubah-ubah dan kerusakan alam lainnya. (baca dilink ini https://menggoreskanide.blogspot.com/2023/05/inikah-balasan-manusia-atas-nikmat.html?m=1)
Motor dan Mobil Listrik Program Pemerintah Untuk NZE
Indonesia sebagai negara berkembang, memiliki kekuatan industri yang tidak seberat negara-negara maju. Eksplorasi berbagai macam sumber daya alam juga belum besar-besaran. Jadi, keberadaan industri berat maupun ringan yang menyumbang karbon pemicu kerusakan ozon dan atmosfer bumi tidak sebesar negara-negara maju.
Meski demikian, Indonesia harus menerima program dunia untuk menormalkan suhu bumi.
Program alih bahan bakar kendaraan dari bensin dan solar ke listrik menjadi program dunia. Disebut hal ini mampu mengurangi polusi udara dan mempercepat net zero emission.
Maka pemerintah mengenjot rakyat untuk alih transportasi ke motor dan mobil listrik. Ya, untuk sukses NZE juga untuk menambah income negara.
Sebagai pemikat rakyat, negara memberikan subsidi 7 juta untuk motor listrik merk tertentu, untuk pembeli terkategori tidak mampu dan UMKM. Adapun mobil listrik disubsidi berupa penurunan PPN dari 11% jadi 1 %. (https://amp.kontan.co.id/news/bakal-ada-evaluasi-subsidi-listrik-ini-informasinya)
Adapun harga motor listrik berkisar 20 an juta ke atas. Adapun mobil listrik harga dari 200 san juta hingga sekitar 1 milyar. (https://www.mpm-rent.com/id/news-detail/daftar-harga-mobil-listrik-di-indonesia-tahun-2023-termurah-rp200-jutaan)
Adapun untuk pejabat pemerintah dan PNS sudah disediakan dana untuk pembelian hingga perawatan kendaran listrik tersebut.
Siapa Menolak Subsidi?
Fakta harga kendaraan listrik yang saat ini masih terkategori mahal maka pembelinya pun pasti orang yang berkantong tebal. Subsidi yang biasanya diperuntukkan untuk rakyat ekonomi menengah kebawah, akhirnya jatuh ke mereka yang berkantong tebal. Nah, siapa yang tidak mau subsidi?
Ya, kadang negara ini atau sudah tidak terkadang kali, harus mengalah demi program global. Dipaksa kebijakan global sehingga harus merogoh APBN demi motor dan mobil listrik.
Selain terkait penerima subsidi, kebijakan ini juga bisa dikatakan tidak tepat dilihat dari sudut kendaraan listrik bukan kebutuhan primer rakyat. Sedangkan kebutuhan primer untuk hajat hidup rakyat yang seharusnya mendapatkan gontoran dana dari pemerintah masih banyak. Jadi, motor dan mobil listrik tidaklah seharusnya disubsidi.
Sebagai ganti subsidi, pemerintah bisa menerapkan sistem jual dan beli kendaraan. Kendaraan konvensional dijual rakyat untuk membeli kendaraan listrik. Dengan cara ini secara tidak langsung kendaraan konvensional ditarik dari pasar untuk kemudian bisa direnovasi menjadi kendaraan listrik ataupun lainnya oleh perusahaan pemerintah ataupun swasta. Dengan demikian tidak memunculkan tumpukan kendaraan konvensional dan perubahan total ke kendaraan listrik.
Dengan teknis jual dan beli ini, konsumenpun tidak banyak merogoh kocek. Karena tinggal menambah kekurangan harganya.
Dan dana subsidi bisa pemerintah alihkan untuk program-program primer negara untuk hajat hidup rakyatnya. Seperti untuk pembiayaan pendidikan, kesehatan, jaminan hajat hidup rakyat lainnya.
Adapun subsidi berupa penurunan pajak kendaraan listrik, jika serius untuk mendorong pembelian kendaraan listrik seharusnya ditiadakan PPN nya. Jadi income negara cukup dari bea cukai atas kendaraan listrik impor yang masuk ke dalam negeri. Dan pembeli (rakyat) tidak dibebani dengan pajak.
Subsidi dalam Islam
Islam yang telah diterapkan sejak masa Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam hingga kekhilafahan terakhir yakni kekhilafahan ustmani memiliki riwayat terkait harta pemberian negara (i'tha' ad daulah).
Pemberian negara untuk menjamin hajat hidup rakyatnya ataupun untuk memanfaatkan kepemilikan mereka.
Dalam kitab nidzamul iqtishodi karangan syekh Taqiyuddin an Nabbhani dijelaskan bahwa di masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau telah memberikan harta dari Baitul Mal kepada penduduk di Irak untuk mengelola tanah-tanah pertanian mereka dan untuk hajat hidup mereka. Pemberian negara ini tanpa meminta imbalan apapun.
Adapun untuk kebutuhan jamaah (komunitas masyarakat), di masa Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar pernah mengambil tanah yang tidak dimanfaatkan untuk kaum muslimin.
Dengan demikian, pemberian negara (subsidi) kepada rakyat itu boleh. Hanya saja dalam sistem Islam, subsidi ini dalam rangka memenuhi hajat hidup rakyatnya. Sehingga sasaran dan tujuan subsidi tidak keliru.
Khatimah
Apakah itu kendaraan konvensional ataukah kendaraan listrik, jika dengan kendaraan itu tidak menjadikan manusia semakin memahami makna sebagai khalifah di bumi, maka aktivitas manusia yang menimbulkan kerusakan di alam ini akan terus terjadi.
Karena bukan peran sebagai hamba Allah subhaanahu wa ta'ala dan khalifah fil ardh yang mendasari aktivitas manusia, tapi kerakusan akan materi yang didukung oleh sistem kapitalisme yang melegalkan liberalisasi industri demi meraih kapital sebanyak-banyaknya.
Wallahu'alam bis shawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar