يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Senin, 05 Juni 2023

Kampus-Kampus Nakal, Dibubarkan!

Dua puluh tiga (23) perguruan tinggi swasta dicabut izin operasionalnya oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Kenapa?

Dikutip dari medcom.id (26/5/2023), bahwa perguruan tinggi swasta tersebut telah melakukan pelanggaran berat seperti, melakukan pembelajaran fiktif, jual beli ijazah, dan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). 

Perguruan Tinggi Swasta Tidak Wajib Adanya

Pendidikan adalah kebutuhan pokok rakyat yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara bukan swasta. Sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 pendidikan adalah hak setiap warga negara. 

Jadi, semua jenjang pendidikan dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi menjadi tugas negara untuk menyelenggarakannya.

Konsep mendasar ini harus selalu diingat. Dari konsep ini akan melahirkan kebijakan pembiayaan pendidikan yang mencukupi untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Melahirkan sistem pendidikan yang sevisi dan semisi dengan tujuan pendidikan. 

Negara harus tidak rela jika rakyatnya bodoh. Sehingga negara harus membuat berbagai strategi untuk mewujudkan tujuan pendidikannya. Tugas pendidikan yang berat ini, seharusnya memang tidak dengan mudah mengizinkan swasta mengambil tugas ini. 

Sehingga betul jika pemerintah selektif dan membuat aturan yang ketat jika ada swasta yang ikut mengambil peran dari tugas negara ini. Bahkan negara harus 'malu' jika ada lembaga pendidikan swasta lebih berkualitas dalam penyelenggaraan pendidikannya. 

Karena hakikatnya lembaga pendidikan swasta tadi membantu tugas negara (tidak wajib adanya). Sehingga yang seharusnya optimal dan serius menciptakan pendidikan berkualitas adalah negara. 

Banyaknya pendidikan tinggi swasta yang berdiri, satu sisi pasti lahir dari kesadaran mereka bahwa pendidikan adalah kebutuhan rakyat. Melihat pendidikan tinggi negeri tidak mencukupi untuk seluruh mahasiswa. Dan bisa jadi juga melihat adanya sisi kekurangan lain dari perguruan tinggi negeri, apakah kualitasnya, sarana prasarananya, pendidiknya, biayanya dan lainnya.

Karena perguruan tinggi swasta memahami akan pentingnya pendidikan tinggi, bisa menjadi celah alasan untuk melakukan komersialisasi pendidikan. Praktek pelanggaran berat oleh 23 perguruan tinggi swasta yang dicabut izin operasionalnya, menjadi bukti bahwa bukan mencerdaskan mahasiswa menjadi tujuan utama, tapi bagaimana dapat meraih uang dari penyelenggaraan lembaga pendidikan tinggi.

Fenomena ini akan terus terjadi, jika pemerintah tidak sungguh-sungguh menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pendidikan, mengontrol, dan mengevaluasi keberadaan kampus. Dan berkonsep pendidikan adalah untuk rakyat. Sebagai wujud pemenuhan akan kebutuhan rakyat akan pendidikan. Sekaligus kebutuhan negara akan adanya sumber daya manusia yang berimtaq dan beriptek. 

Jika kampus negeripun akhirnya terperangkap pada kapitalisasi pendidikan, maka perguruan tinggi negeri berdiri bukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mahasiswa dan tidak ada bedanya dengan kampus swasta bermotivasi materi dalam penyelenggaraannya. 

Dengan demikian ketat dalam mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak hanya untuk kampus swasta tapi juga kampus negeri. 

Lembaga Pendidikan dalam Sistem Islam

Pendidikan dalam Islam diwajibkan adanya. Perintah untuk menempuh pendidikan turun dari Allah subhaanahu wa ta'ala langsung dan dari RasulNya.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قِيْلَ لَـكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَا فْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَـكُمْ ۚ وَاِ ذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS) Al-Mujadilah 58: Ayat 11)

Dari Anas bin Malik r.a ia berkata, Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim" (HR. Ibnu Majah).

Karena keberadaan negara dalam sistem pemerintahan Islam adalah untuk menegakkan hukum-hukum Allah subhaanahu wa ta'ala, maka negara harus menyelenggarakan pendidikan sehingga perintah Allah subhaanahu wa ta'ala dan RasulNya terkait pendidikan tertunaikan. 

Setiap individu muslim harus tergerak untuk menempuh pendidikan karena kesadaran keimanan yakni melaksanakan perintah Allah subhaanahu wa ta'ala. Demikian pula para pendidik dan pegawai lembaga pendidikan. Sehingga kesungguhan dalam pelaksanaannya.

Negara dalam sistem Islam akan mengalokasikan dana yang cukup dari Baitul mal untuk pendidikan ini. Pembiayaan dapat diambilkan dari pos pendapatan dari pengelolaan kepemilikan umum yang dikelola negara ataupun dari pos kepemilikan negara. 

Jika biaya penyelenggaraan pendidikan ini tidak cukup -semisal kas Baitul mal berkekurangan-, maka pembiayaan menjadi tanggungjawab rakyat. Negara akan mengambil jalan memunggut pajak untuk menutup kebutuhan pendidikan tersebut dari orang-orang yang berkelebihan harta. Jika sudah cukup maka penarikan dharibah (pajak) dihentikan.

Meskipun demikian, negara membolehkan orang-orang berkelebihan harta untuk berwakaf dalam pendidikan -mendirikan lembaga pendidikan atau berwakaf dalam bentuk lainnya-. Dan  dalam sejarah Islam, banyak yang mengambil peran ini. Motivasi pahala jariyah dari pendidikan, memotivasi orang-orang kaya untuk mendirikan lembaga pendidikan. 

Motivasi ruhiyah (meraih rida Allah subhaanahu wa ta'ala dan pahala) mendorong mereka untuk berwakaf dalam pendidikan. Tentu dengan dorongan yang demikian sangat kecil bahkan bisa tidak ada niatan mengkomersialkan pendidikan. Apalagi melakukan praktek pembelajaran fiktif, jual beli ijazah ataupun penyimpangan pembiayaan.

Dikutip dari buku Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia karya Prof. Dr. Raghib As Sirjani disebutkan bahwa orang-orang kaya berlomba-lomba membangun sekolah dan mewakafkannya dengan sarananya demi keberlangsungan sekolah dan penuntut ilmu.

Al Hakam menjelaskan bahwa dunia Arab ketika itu mempunyai sekolah yng bertabur ilmu pengetahuan, tersebar luas dari Baghad sampai Cordova. Terdapat 17 universitas. Universitas terkenal adalah universitas Cordova dengan perpustakaan yang berisi 600 ribu jilid buku.

Di Andalusia, Khalifah Al Umawi Al Hakam kedua memberikan wakaf sebanyak 27 sekolah untuk mengajar anak-anak orang miskin gratis. Di daerah Zuez ada sekitar empat ratusan madrasah sebagaimana disebutkan oleh Muhammad Al Mukhtar as Suezi.

Al Muhadzab ad Dakhwar Abdurrahim bin Ali Hamid seorang dokter sekaligus mewakafkan universitas kedokteran Ad Dakhwariyah yang didirikannya.

Dari beberapa contoh di atas, tampak bahwa secara personal baik sebagai penguasa atau rakyat sama-sama berlomba untuk terlibat dalam wakaf dibidang pendidikan. Inilah yang menjadikan Islam kala kekhilafahan Islam mencapai puncak peradabannya. Muncul para ilmuwan dan penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia yang belajar di kampus-kampus Islam.

Khatimah

Meskipun sejarah bukan sumber hukum, namun siapa yang bisa mengambil hikmah kejayaan peradaban Islam dimasa kekhilafahan Islam, maka tindakan benar bila kemudian umat Islam saat ini meneladani sebab-sebab kejayaan peradaban Islam tersebut. 

Wallahu'alam bis shawwab. 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah