Bagaimana PHK di Tahun 2024?
Wakil Ketua Bidang Ketanakerjaan Apindo, Darwoto mengatakan bahwa tren PHK akan berlanjut hingga 2024 di dorong oleh digitalisasi. Disebutkan bahwa sebuah perusahaan bisa mengurangi tenaga kerjanya hingga 50%, karena digitalisasi. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20231221151012-4-499280/ada-ancaman-ini-gelombang-phk-diprediksi-berlanjut-ke-2024/amp)
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tenaga manusia akan digantikan oleh tenaga non manusia, yang saat ini trend dengan istilah Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Contohnya, perusahaan televisi tidak lagi membutuhkan banyak presenter bersosok manusia, tapi cukup dengan robot mirip manusia yang dikendalikan secara digital. Perusahan Shopee tidak perlu merekut banyak karyawan berbentuk manusia untuk mengendalikan aplikasi Shopee, tapi cukup mengatur kode-kode digitalnya dalam perangkat tersebut, dan aplikasipun sudah bisa berjalan melayani pelanggan.
Itulah diantara contoh penggunaan teknologi AI yang mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja bersosok manusia.
Lantas Manusia Kerja Apa?
Adanya artificial intelligence (kecerdasaan buatan) itu adalah hasil kerja manusia. Jika kemudian keberadaannya, menjadikan tenaga manusia dibidang tertentu menjadi tidak terpakai, maka bidang lain bisa jadi pilihan kerja bagi manusia.
Lapangan kerja itu pertama tugas individu, kedua tugas negara. Setiap individu memiliki kewajiban untuk menafkahi dirinya dan orang yang berada dibawah tanggungjawabnya. Untuk itulah ia harus bekerja sebagai salah satu jalan untuk mendapatkan rezeki. Bekerja apa? Apapun kerja selama kerja itu halal, maka layak menjadi pekerjaan.
Berikutnya, negara memiliki kewajiban untuk menyejahterakan rakyatnya. Rakyat sejahtera jika kebutuhan pokok terpenuhi. Jalan yang ditempuh negara bisa dengan memberi lapangan kerja kepada rakyatnya, ataupun pengelolaan berbagai sumber daya alam yang ada untuk memenuhi hajat hidup rakyatnya. Diwujudkan dalam bentuk berbagai layanan dan fasilitas untuk rakyat.
Namun, kondisi ideal dimana negara full berorientasi mensejahterakan rakyat akan teramat sulit di jumpai disistem demokrasi, liberal, kapitalisme seperti saat ini. Karena sistem ini pro pada para pemilik modal. Akhirnya, dalam beberapa kasus, tenaga kerja yang direkut sesuai selera pemilik modal (investor). Jadi, jangan tanya, kenapa banyak tenaga kerja asal Cina di negeri ini.
Islam dan Penjaminan Kerja
Ketika Islam diterapkan oleh negara akan ada penjaminan kerja bagi penangungjawab nafkah. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal.
Pertama, Islam menetapkan laki-laki sebagai penanggung jawab nafkah. Maka secara personal setiap laki-laki muslim berkewajiban untuk bekerja. Bekerja menjadi ibadah baginya. Dengan dorongan ini, ia akan semangat bekerja apapun, yang penting halal. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sekiranya hari kiamat segera tiba, dan salah seorang dari kalian memegang bibit pohon kurma ditangannya, maka tanamlah bila memungkinkan" (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh, seandainya salah seorang diantara kalian mencari kayu bakar dan memikul kayu itu, maka itu lebih baik daripada meminta-minta kepada seseorang baik orang itu memberinya ataupun tidak" (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadist lain Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila seseorang menafkahkan hartanya untuk keperluan keluarganya hanya dengan mengharapkan pahala maka hal itu tercatat sebagai sedekah baginya" (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, dengan ditetapkannya laki-laki sebagai penanggung jawab nafkah, maka persaingan lowongan kerja antara laki-laki dan perempuan bisa diminimalisir. Tidak sebagaimana saat ini, hampir semua lowongan kerja menjadi rebutan laki-laki dan perempuan.
Ketiga, Islam menetapkan bekerja mubah hukumnya bagi perempuan. Dan Islam tidak menjadikan ukuran kemuliaan seorang wanita dari karirnya, ataupun penghasilan ekonominya. Sehingga perempuan tidak bekerja/tidak berpenghasilan tidaklah disebut pengangguran dalam Islam. Adapun sistem saat ini dengan gerakan gendernya, mengharuskan perempuan menjadi mesin ekonomi bagi dirinya, keluarga bahkan bagi negara.
Keempat, pengelolaan kekayaan alam milik umum dan milik negara haram diserahkan kepada swasta. Maka negara bisa totalitas mengelolanya dan menyerap tenaga kerja dari rakyatnya. Pengaturan ini juga akan mempengaruhi distribusi kekayaan diantara rakyat. Dengan tidak diserahkannya pengelolaan SDA milik umum dan milik negara kepada swasta akan mengurangi potensi menumpuknya kekayaan pada individu atau swasta.
Kelima, pemberian modal kepada rakyat secara cuma-cuma untuk mengelola usaha mereka. Hal ini sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang memberikan modal kepada penduduk Irak untuk mengolah lahan pertanian mereka. Hal ini akan mendorong rakyat untuk bekerja dengan berwiraswasta.
Itulah diantara hal yang menunjukkan bahwa sistem Islam memiliki mekanisme penjaminan kerja bagi penanggungjawab nafkah. Adapun bagi mereka yang tidak mampu bekerja sehingga menjadi kelompok miskin atau sudah bekerja tapi masih terkategori faqir, maka ada harta zakat bagi mereka yang tersimpan dalam Baitul mal.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَا لْمَسٰكِيْنِ وَا لْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَا لْمُؤَلَّـفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَا بِ وَا لْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَا بْنِ السَّبِيْلِ ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَا للّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah 9: Ayat 60)
Dan kesejahteraan dalam sistem Islam semakin jelas dengan dikembalikannya seluruh hasil pengelolaan kekayaan milik umum dan milik negara kepada rakyat. Meskipun Artificial Intelligence (AI) sebagai pekerjanya, hasilnya tetap dikembalikan kepada rakyat. Hal ini diwujudkan dalam bentuk layanan murah atau gratis dalam bidang kesehatan, pendidikan dan fasilitas umum lainnya.
Dengan demikian, rakyat bisa memanfaatkan hasil kerjanya untuk mencukupi kebutuhan primer, sekunder hingga tersier mereka. Dan juga untuk mencukupi kebutuhan mereka dalam pelaksanaan perintah agama.
Khatimah
Rezeki memang sudah dijamin oleh Allah subhaanahu wa ta'ala sebagaimana firmanNya:
وَمَا مِنْ دَآ بَّةٍ فِى الْاَ رْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَ يَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)." (QS. Hud 11: Ayat 6)
Tapi, manusia tidak ada yang tahu, apa yang tertulis dalam Lauh Mahfuz, maka manusia diperintahkan untuk usaha (bekerja). Dan negara haruslah menerapkan sistem atau aturan yang diturunkan Allah subhaanahu wa ta'ala sehingga sejalan dengan maksud pemilik rezeki.
Wallahua'lam bis shawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar