يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Kamis, 13 Februari 2025

Ruh, Hati dan Akal

Ruh perkara ghaib yang hanya Allah subhānahu wa ta'ala yang mengetahui hakikatnya. Adapun pendapat yang dibuat manusia baik itu definisi ataupun lainnya tidak bisa diyakini kebenarannya, yang bisa diyakini kebenarannya hanyalah apa yang difirmankan Allah subhānahu wa ta'ala terkait ruh sebagaimana disebutkan dalam Alquran. 

Dengan demikian, mendefiniskan ruh dengan akal manusia bisa menjadi pendapat yang menyimpang, karena Allah subhānahu wa ta'ala sejauh yang penulis ketahui, tidak mendefinisikannya. Menjelaskan ruh tanpa bersandar pada Alquran juga bisa menjadi salah. Allah subhānahu wa ta'ala telah menerangkannya demikian,

وَيَسۡئَلُونَكَ عَنِ ٱلرُّوحِ ۖ قُلِ ٱلرُّوحُ مِنۡ أَمۡرِ رَبِّي وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلۡعِلۡمِ إِلَّا قَلِيلًا

"Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh, katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit."" (QS. Al-Isra' 17: Ayat 85)

Allah subhānahu wa ta'ala sebagaimana ayat 85 surah al Isra' tersebut menginformasikan bahwa manusia hanya sedikit diberi pengetahuan tentang ruh. Diantara pengetahuan yang telah Allah subhānahu wa ta'ala berikan adalah;

Pertama, ruh bermakna nyawa, sebagaimana dalam firman Allah subhānahu wa ta'ala berikut ini,

ثُمَّ سَوَّىٰهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِۦ ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَّا تَشۡكُرُونَ

"Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur." (QS. As-Sajdah 32: Ayat 9)

Dengan fisik yang telah disempurnakan, ditiupkannya ruh (nyawa) ke dalam tubuh, diberikan penglihatan, pendengaran, hati, dan akal, menjadilah ia diri (nafsun) yang utuh. Dan ia akan hidup dan akan tetap hidup di dunia ini hingga tiba ajalnya (berakhirnya masa hidup). Allah subhānahu wa ta'ala berfirman;

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن طِينٍ ثُمَّ قَضَىٰٓ أَجَلًا ۖ وَأَجَلٞ مُّسَمًّى عِندَهُۥ ۖ ثُمَّ أَنتُمۡ تَمۡتَرُونَ

"Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal, dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun demikian kamu masih meragukannya." (QS. Al-An'am 6: Ayat 2)

Ketika sudah sampai ajalnya, maka Allah subhānahu wa ta'ala mengirim malaikat maut untuk memwafatkannya. Allah subhānahu wa ta'ala berfirman:

قُلۡ يَتَوَفَّىٰكُم مَّلَكُ ٱلۡمَوۡتِ ٱلَّذِي وُكِّلَ بِكُمۡ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمۡ تُرۡجَعُونَ

"Katakanlah, "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan."" (QS. As-Sajdah 32: Ayat 11)

Kedua, ruh yang bermakna malaikat jibril. Allah subhānahu wa ta'ala menyebut malaikat Jibril dengan ruhul qudus. Hal ini sebagaimana dalam firmanNya berikut ini,

قُلۡ نَزَّلَهُۥ رُوحُ ٱلۡقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِٱلۡحَقِّ لِيُثَبِّتَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهُدًى وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ

"Katakanlah, "Ruhulqudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Tuhanmu dengan kebenaran, untuk meneguhkan (hati) orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang yang berserah diri (kepada Allah).""(QS. An-Nahl 16: Ayat 102)

Ketiga, ruh bermakna Alquran. Allah subhānahu wa ta'ala menurunkan kepada Nabi Muhammad shallallāhu 'alaihi wa sallam ruh dengan makna Alquran. Dan dengan Alquran ini beliau shallallāhu 'alaihi wa sallam menunjuki manusia ke jalan yang lurus. 

وَكَذَٰلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحًا مِّنۡ أَمۡرِنَا ۚ مَا كُنتَ تَدۡرِي مَا ٱلۡكِتَٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَٰنُ وَلَٰكِن جَعَلۡنَٰهُ نُورًا نَّهۡدِي بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهۡدِيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسۡتَقِيمٍ

"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. ..," (QS. Asy-Syura 42: Ayat 52)

Inilah tiga makna ruh yang dapat penulis temukan dalam Alquran. Wallahua'lam bila masih ada makna yang lainnya.

Ruh dan Akal

Berdasarkan ketiga makna ruh sebagaimana tersebut sebelumnya, hanya ruh dengan makna nyawa yang ada dalam diri setiap manusia yang hidup. 

Ketika manusia hidup dalam kondisi sehat, ada ruh (nyawa) dalam dirinya dan akalnya berfungsi normal. Seorang muslim dalam kondisi demikian dan sudah baligh, maka ia terkena taklif hukum (perbuatannya dihisab). Adapun ketika seseorang dalam kondisi gila, ada ruh (nyawa) pada dirinya dan akalnya tidak berfungsi normal. Dalam kondisi gila ini meski sudah baligh, seorang muslim tidak terkena taklif hukum. 

Berdasarkan fakta tersebut, maka ruh (nyawa) dan akal adalah dua hal yang berbeda.

Akal termasuk perkara ghaib tetapi bisa di rasa adanya oleh manusia. Aktivitas akal adalah berfikir dari menganalisis, merencanakan, merenungkan, menghitung, mentadabburi, menggaitkan, menghafal, dan lainnya. Jadi, akal yang diberikan Allah subhānahu wa ta'ala kepada manusia berkemampuan untuk berfikir. Orang berakal artinya ia bisa berfikir.

Orang-orang yang berakal sehat disebutkan dalam Alquran dengan ulul albab. Seperti dalam ayat berikut ini,

هَٰذَا بَلَٰغٞ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِۦ وَلِيَعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا هُوَ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞ وَلِيَذَّكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ

"Dan (Al-Qur'an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia, agar mereka diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan agar orang yang berakal mengambil pelajaran." (QS. Ibrahim 14: Ayat 52)

Ketika Allah subhānahu wa ta'ala mengarunia akal kepada manusia, maka Allah subhānahu wa ta'ala memberi jalan agar akal ini menghantarkan manusia pada pemikiran yang benar dan digunakan untuk berfikir yang benar. 

Jalan yang Allah subhānahu wa ta'ala berikan adalah menciptakan alam semesta untuk menjadi objek yang dipikirkan. Dengan memikirkan penciptaan alam semesta, manusia bisa menemukan bahwa ia lemah dan ia hanyalah makhluk sebagaimana alam semesta, dan ada alkhaliq sebagai pencipta, sebagai Tuhan semesta alam yaitu Allah subhānahu wa ta'ala. 

إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٍ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,"

ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 190-191)

Dan ketika seseorang sudah berislam, Allah subhānahu wa ta'ala mewajibkan dia untuk menuntut ilmu agama (fardhu 'ain) maupun ilmu umum (fardhu kifayah).

Menuntut ilmu agama adalah mengisi otak dengan berbagai maklumat sekaligus memfungsikan potensi akal manusia untuk berfikir, sehingga ia dari tholabul ilminya mendapatkan petunjuk dari bab iman, takwa hingga berbagai macam hukum syariah. 

Dengan demikian, akal inilah yang menjadikan manusia bisa sampai pada kesadaran akan dirinya sebagai hamba. Dan kesadaran ini akan terus hidup ketika manusia terus menuntut ilmu, beribadah, membaca, mentadabburi dan mengamalkan Alquran, mempelajari dan mengamalkan Alhadist, mentafakkuri ciptaanNya, dan berkumpul dengan orang-orang shalih. Dengan cara ini Allah subhānahu wa ta'ala akan membimbing hambaNya tersebut sehingga akal dan hatinya mudah menerima hidayah dan taufiqNya. 

Allah subhānahu wa ta'ala berfirman:

لَّيۡسَ عَلَيۡكَ هُدَىٰهُمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ ۗ ...

"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki..." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 272)

Ruh dan Hati

Ruh (nyawa) selalu menyertai jasad selama manusia itu hidup. Dalam kondisi hidup ini seluruh organ tubuh manusia berfungsi normal, kecuali yang sakit. Hati, salah satu organ yang memiliki kekhususan, hingga amal hatipun akan dimintai pertanggungnawaban. Allah subhānahu wa ta'ala berfirman:

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡئُولًا

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 36)

Hati, tempat berfikir, tempat perasaan, menimbang baik dan buruk. Hati bisa salah memutuskan jika tanpa koordinasi dengan akal. Akal menunjuki hati dengan ilmu. Sehingga keputusan hati bisa benar. 

Dari Abu Abdillah an Nu'man bin Basyir, radiyallāhu 'anhuma berkata, aku mendengar Rasulullah shallallāhu'alaihi wa sallam bersabda, "... Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal darah, apabila dia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh jasad. Dia adalah hati" (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati, tempat keyakinan. Seseorang tidak dikatakan beriman jika hatinya tidak mengimani, tidak meyakini. Allah subhānahu wa ta'ala berfirman, 

قَالَتِ ٱلۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمۡ تُؤۡمِنُواْ وَلَٰكِن قُولُوٓاْ أَسۡلَمۡنَا وَلَمَّا يَدۡخُلِ ٱلۡإِيمَٰنُ فِي قُلُوبِكُمۡ ۖ وَإِن تُطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتۡكُم مِّنۡ أَعۡمَٰلِكُمۡ شَيۡئًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ

"Orang-orang Arab Badui berkata, "Kami telah beriman." Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah "Kami telah tunduk (Islam)," karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."" (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 14)

Berdasarkan ayat tersebut, untuk kemudian dikatakan beriman, seseorang harus membenarkan dalam hatinya, mengimani dalam hatinya tanpa keraguan, diucapkan dengan lisannya dan dibuktikan dengan amal ketaatan kepada Allah subhānahu wa ta'ala dan RasulNya.

Sedemikian pentingnya hati, hingga Rasulullah shallallāhu 'alaihi wa sallam mengajari umatnya untuk senantiasa berdoa:

ياَ مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبًِتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ وَ طَاعَتِكَ 

"Wahai Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu dan taat padaMu"

Dan hingga Allah subhānahu wa ta'ala pun berfirman bahwa orang yang selamat di hari kebangkitan ialah mereka yang menghadap Allah subhānahu wa ta'ala dengan qalbun salim. 

Allah subhānahu wa ta'ala berfirman:

إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٍ سَلِيمٍ

"kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih," (QS. Asy-Syu'ara' 26: Ayat 89)

Ketika Akal Tidak Berfungsi

Semua keelokan manusia saat sehatnya, dimana akalnya sehat, hatinya sehat, jasadnya sehat, berubah 180⁰ ketika Allah subhānahu wa ta'ala mengambil satu fungsi darinya yaitu akal. 

Ketika akal hilang (gila) maka indahnya jasad jadi tidak terawat, baiknya hati menjadi kehilangan rasa, tinggallah jasad dengan ruh (nyawa) yang berkelana seolah tidak tahu mau kemana. Tidak lagi ingat siapa Tuhannya, tidak lagi tahu siapa hakikat dirinya, tidak lagi tahu mau berbuat apa.

Dan betapa manusiawinya agama ini, yang mengangkat pena dari orang gila. Mereka tidak dimasukkan ke dalam golongan mukallaf. Berlindung kita kepada Allah subhānahu wa ta'ala dari gila. 

Khatimah

Ruh, akal dan hati bukti kuasaNya Allah subhānahu wa ta'ala. Dengan akal yang sehat dan qalbun yang salim jadilah ia diri yang tenang (nafsul mutmainnah), hingga ruh kembali kepada pemilikNya Allah subhānahu wa ta'ala.

Wallahua'lam bis shawāb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah