هُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ ٱلشَّمۡسَ ضِيَآءً وَٱلۡقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُۥ مَنَازِلَ لِتَعۡلَمُواْ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلۡحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٍ يَعۡلَمُونَ
"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui." (QS. Yunus: Ayat 5)
Berdasarkan ayat tersebut, Allah subhaanahu wa ta'ala menerangkan bahwa matahari dan bulan menempati garis edarnya atau orbitnya. Dan sifat peredaran matahari dan bulan ini, Allah subhaanahu wa ta'ala tetapkan bersifat tetap. Sifat tetap ini ternyata ada maksud yang dikehendaki Allah subhaanahu wa ta'ala. Yaitu supaya manusia bisa menemukan bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Dengan hikmah yang Allah subhaanahu wa ta'ala berikan kepada manusia, akhirnya, manusia menemukan adanya 2 kalender yaitu kalender berdasarkan orbit matahari dan kalender berdasarkan orbit bulan.
Kalender berdasarkan perhitungan matahari disebut dengan nama kalender syamsiah. Dan kalender syamsiah ini sekarang disebut dengan kalender masehi. Adapun kalender berdasarkan perhitungan bulan disebut kalender qamariah. Dan dikenal dengan kalender hijriah.
Dan jumlah bulan dalam setahun yang ditemukan oleh manusiapun tidak keluar dari apa yang telah Allah subhaanahu wa ta'ala tetapkan. Baik kalender qamariah (hijriah) ataupun syamsiah (masehi), yaitu 12 bulan sebagaimana Allah subhaanahu wa ta'ala terangkan dalam firmanNya berikut.
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَهۡرًا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ
" Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi..." (QS. At Taubah: 36)
Lantas Bagaimana Menyikapi Pergantian Tahun?
Berdasarkan penjabaran di atas, sebenarnya tidak ada masalah dengan kalender syamsiah ataupun qamariah. Akan tetapi kemudian menjadi soal bagi seorang muslim ketika mengetahui asal usul penamaan bulan dalam tahun masehi. Januari hingga Desember itu bukan nama tanpa mengandung pemahaman tertentu. Nama-nama bulan tersebut adalah perwujudan nama dewa-dewi. Selengkapnya bisa dibaca di link berikut ini. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Masehi
Dan kemudian jika kita kaitkan dengan kaidah syara' bahwa setiap perbuatan seorang muslim terikat dengan hukum syariat, maka dengan mengetahui fakta demikian, seorang mukmin tentunya tidak mudah saja tiup terompet, nyalakan meriam ataupun pesta berjuta-juta hingga bermilyar-milyar kembang api untuk memperingati pegantian tahun masehi.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٞ
"(lngatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri." (QS. Qaf 50: Ayat 17)
Adapun jika mereka umat di luar Islam melakukan pesta pergantian tahun masehi, ya, itu wajar saja. Yang tidak wajar jika umat Islam ikut-ikutan mereka. Dimana bedanya seorang muslim yang mengenal Allah subhaanahu wa ta'ala dengan yang tidak mengenalNya?
Dan harus diingat pula bahwa pada pergantian tahun baru hijriahpun bukan pesta kembang api yang dikehendaki Allah subhaanahu wa ta'ala. Pergantian tahun penanda bertambah usia manusia, bertambah usia bumi, yang artinya berkurang jatah hidup di bumi dan bumi mendekati masa akhirnya.
Dengan demikian, menyikapi pergantian tahun, biasa saja. Tetap saja dalam koridor iman dan takwa. Tetap saja berbuat kebaikan dan jauhi kemaksiatan. Muhasabah, evaluasi apa-apa yang telah dilakukan selama setahun. Berfikir, ke depannya bagaimana. Bila-bila ajal datang bagaimana? Jadi, tidak usah repot sebagaimana orang Barat. Tidak usah Repot meniru-niru orang Barat.
Wallahua'lam bis shawaab.