Dan di Februari ini, publik dunia digemparkan dengan larangan hijab bagi pelajar dan mahasiswa di India. Beritanya bisa dibaca disini https://www.republika.co.id/berita/r7ej24313/di-balik-larangan-hijab-di-india.
Kebijakan pemerintah India ini sudah dikecam oleh OKI. Tapi reaksi pemerintah India malah jauh dari jati diri negara yang melindungi seluruh rakyatnya. Kementerian Luar Negeri India malah balik mengecam OKI. Dikatakan juga, "Komentar bermotivasi masalah internal kami, tidak diterima" (Sumber: https://international.sindonews.com/read/687259/40/dikritik-57-negara-oki-soal-larangan-hijab-india-kesal-)
Menguji Tingkat Keimanan
Reaksi apa yang terbersit dalam hati dan akal kita saat mendengar berita larangan hijab atas saudara kita di India menjadi indikator iman kita.
Biasa-biasa saja, kasihan, tidak peduli, gemas, marah tidak rela dengan perlakuan tersebut, atau malah setuju?
Sesungguhnya Nabi SAW telah mengingatkan melalui sabdanya, "Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga ia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana ia mencintai sesuatu itu bagi dirinya" (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam syarah hadist arbain Ibnu Daqiqil Ied dijelaskan makna 'sesuatu bagi saudaranya' pada hadist tersebut adalah ketaatan dan sesuatu yang halal.
Ketaatan saudara kita di India untuk berhijab dilarang oleh pemerintahan India. Maka sebagai seorang mukmin sudah seharusnya kita menentang kebijakan tersebut.
Seruan dalam hadist tersebut berlaku untuk semua muslim. Dimanapun wilayahnya. Ikatan yang mengikat muslim satu dengan lainnya adalah iman. Sehingga muslim dimanapun adalah bersaudara. Jadi, menjadi panggilan iman bila kita menunjukkan solidaritas kita terhadap muslim India.
Satu sisi lainnya, kita harus bersyukur karena di negeri ini, kita bisa berhijab tanpa rintangan. Jadi, bila masih ada yang enggan berhijab, malulah kita kepada Allah SWT dan muslimah India yang kokoh berhijab walau harus berhadapan dengan penguasa.
Bukan Karena Melanggar Kebebasan Beragama
Suara dukungan kita untuk muslimah India, agar istiqamah berhijab dan menentang kebijakan pemerintah India bukan atas nama melanggar hak kebebasan beragama.
Ide kebebasan beragama ini lahir dari sekulerisme. Atas nama HAM dalam konsep kebebasan beragama ini, setiap orang diberi kebebasan sebebas-bebasnya untuk bergama atau tidak. Semua agama benar. Gonta ganti agama juga silahkan. Tentu hal ini bertentangan dengan aqidah Islam. Dimana Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT (Qs. Ali Imran: 19) Dan murtad menjadi hal yang terlarang dalam Islam (Qs. Al Baqarah: 217). Dan Islampun melarang memaksa non muslim masuk Islam (QS. Al Kafirun: 6)
Dengan demikian, solidaritas yang kita serukan untuk muslimah India bukanlah di bangun dari sekulerisme. Tapi dibangun dan terlahir dari iman. Inilah yang akan menghantarkan pada pahala dan menjadi pembela di yaumul hisab. Dan menghasilkan energi solidaritas yang bisa menembus pintu-pintu langit. Dengan itu, Allah SWT bila berkehendak akan menurunkan pembelaan terhadap sudara- saudara kita di India. Aamiin.
Khatimah
Fakta ketidakadilan, kezaliman yang ditimpakan kepada umat Islam di India, Rohingya, Uighur, Palestina dan wilayah lainnya mengetuk iman kita. Menyadarkan umat Islam, bahwa pemimpin di negeri mereka berada tidak bisa memberikan perlindungan bahkan untuk hal asasi yaitu menjalankan keyakinan dan ketaatan beragama.
Bila demikian, tidakkah kita ingat masa-masa saat ada kekhilafan Islam, saat umat Islam memiliki seorang khalifah (amirul mukminin) yang memimpin, melindungi, mengayomi umat Islam?
Maka, bertahan di sistem kapitalisme-sekuleriame yang menglobal saat ini, bukan pilihan tepat bagi umat Islam. Rasulullah SAW telah memberikan contoh bahkan menjadi nash, bahwa umat Islam harus hidup dalam sistem Islam. Umat Islam harus memiliki seorang khalifah.
Semoga Allah SWT segera mewujudkan sabda NabiNya akan tegaknya kembali khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Aamiin aamiin yaa mujiibassaailiin.
Wallahua'lam bis showwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar