Pasal 1 angka 1 UU 21/2007 mendefinisikan perdagangan orang atau perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi (https://www.hukumonline.com/berita/a/perdagangan-manusia-lt620cbae1b8865/?page=all)
Dari situs yang sama disebutkan beberapa modus dari perdagangan manusia diantaranya pengiriman TKI ke luar negeri, penempatan di dalam negeri untuk dieksploitasi secara seksual, perkawinan dengan batas waktu seperti nikah kontrak, perekrutan anak untuk menjadi pekerja dengan upah minim, dan mengancam mental, kesehatan dan moral.
Paham Kebebasan Menjadikan Manusia Sebagai Komoditas Ekonomi
Liberalisme (paham kebebasan) turunan dari ideologi kapitalisme, mengenolkan batas komoditas ekonomi. Asal dapat uang, semua jalan halal, semua objek bisa diperdagangkan.
Definisi panjang yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UU 21/2007 apabila dikerucutkan ketemu pengertian bahwa manusia dijadikan komoditas ekonomi. Sehingga diperjualbelikan ke pihak lain, atau diperkerjakan dengan nilai ekonomi/dihargai semau majikan/user.
Dari pengertian itu muncullah turunannya berupa tindak kejahatan untuk mencapai tujuan eksploitasi tersebut, semisal yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UU 21/2007.
Inilah kejahatan manusia. Manusia memangsa manusia lainnya. Dan hal ini lebih jahat karena status korban adalah manusia merdeka bukan budak.
Dan praktek perdagangan orang ini akan terus ada selama ada individu yang mengadopsi pemikiran dan pemahaman liberal yang menghalalkan segala hal demi meraih uang, dan penerapan sistem ekonomi kapitalistik yang tidak menjamin kesejahteraan rakyat.
Manusia dalam Pandangan Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam memiliki tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan per individu rakyat.
Untuk tujuan tersebut, sistem ekonomi Islam menetapkan syariat terkait kepemilikan harta, pengelolaan harta dan distribusi harta.
Bagaimana manusia bisa memiliki harta dan meraih kemanfaatan dari harta tersebut, ada ketentuan syariahnya. Harta adalah segala hal yang memiliki manfaat baik berupa benda, pemikiran ataupun tenaga manusia.
Harta tersebut telah Allah subhaanahu wa ta'ala sediakan di alam semesta ini. Allah subhaanahu wa ta'ala berfirman
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَـكُمْ مَّا فِى الْاَ رْضِ جَمِيْعًا
"Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu, .." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 29)
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
اَللّٰهُ الَّذِيْ سَخَّرَ لَـكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيْهِ بِاَ مْرِهٖ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
"Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur." (QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 12)
Dalam sistem ekonomi Islam, manusia diposisikan sebagai pelaku ekonomi.
Adapun untuk memperoleh kemanfaatan atas buah pikiran atau tenaga manusia lainnya, Islam menetapkan jenis aqad yang harus dipenuhi.
Aqad itu adalah aqad ijarah. Syekh Taqiyuddin an Nabhani mendefinisikan ijarah adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak. Artinya ada pekerja (ajir) dan ada majikan atau orang yang memanfaatkan jasa pekerja, dengan memberikan ketentuan waktu kerja yang jelas, gaji yang disepakati pekerja dan majikan, dan jenis pekerjaan yang dihalalkan/ diperbolehkan oleh syara'.
Adapun praktek perdagangan manusia (orang) bukan termasuk aqad yang diperbolehkan syariah. Karena rukun ijarah tersebut tidak terpenuhi.
Dengan ketentuan demikian, manusia dalam sistem ekonomi Islam tidak berposisi sebagai barang atau komoditas ekonomi, melainkan sebagai pelaku ekonomi. Inilah syariah Islam yang memuliakan manusia.
Adapun untuk mewujudkan tujuan dari sistem ekonomi Islam yaitu mensejahterakan per individu rakyat akan bisa direalisasikan jika keseluruhan hukum Islam diterapkan secara kaffah dalam sistem pemerintahan Islam.
Khatimah
Ada orang yang banyak akal dan ada orang yang diakali. Perdagangan manusia salah satu bentuk dari mengakali dan diakali itu, dengan modus ekonomi. Untuk itulah Islam mewajibkan setiap umatnya untuk menuntut ilmu agama sehingga akalnya berjalan sesuai dengan yang diridhai Allah subhaanahu wa ta'ala.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْۤا اَمْوَا لَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا طِلِ وَتُدْلُوْا بِهَاۤ اِلَى الْحُـکَّامِ لِتَأْکُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَا لِ النَّا سِ بِا لْاِ ثْمِ وَاَ نْـتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 188). Wallahua'lam bis shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar