Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat dari Januari-November 2023, ada 37 kasus anak mengakhiri hidupnya sendiri. Ada yang masih duduk di bangku SD, SMP, dan SMA. ( https://www.kpai.go.id/publikasi/kpai-mencatat-januari-november-2023-sejumlah-37-anak-mengakhiri-hidup)
Dunia Tak Lagi Nyaman
Anak-anak adalah sosok yang menyenangkan, lucu, menggemaskan. Sosok demikian akan dijumpai pada mereka yang belum memasuki masa baligh. Mereka masih polos, perilaku mereka murni tanpa dibalut nafsu, gaya, dan siasat keduniawian. Itulah yang menjadikan mereka itu lucu.
Tapi, kepolosan mereka itu bisa berubah menyesuaikan apa yang mereka konsumsi. Dari yang mereka lihat, mereka dengar, itu bisa membekas ke dalam daya ingat mereka. Dan itu menjadi salah satu piranti yang bisa mempercepat siklus masa atau periode pertumbuhan dan perkembangan anak.
Bagaimana mereka bisa membunuh dirinya sendiri? Pastinya sudah ada maklumat atau informasi yang pernah mereka dapatkan tentang bunuh diri. Bisa dari bacaan yang mereka baca, bisa dari tontonan yang mereka lihat, atau bisa dari apa yang mereka dengar.
Dengan segala keterbatasan pola pikir (akal) yang mereka miliki, keterbatasan penguasaan mereka pada hati (jiwa), keterbatasan orang tua dalam memberikan pendidikan agama, perhatian, pengawasan, kasih sayang, keteladanan, dan lainnya, dengan mudah menjadikan dunia ini menjadi tidak nyaman bagi anak-anak ataupun remaja.
Akhirnya, ada sedikit masalah yang mereka hadapi, langsung muncul diingatan mereka tentang bunuh diri. Ada sedikit gesekan dengan teman di sekolah, langsung muncul ingatan tentang bunuh diri. Demikian pula dengan hal-hal lain yang sekiranya itu tidak nyaman bagi mereka, yang muncul diingatan mereka adalah bunuh diri. Dan menjadi bahaya besar jika kemudian, muncul pemahaman dikalangan anak-anak ataupun remaja bahwa bunuh diri dianggap solusi dari kondisi ketidaknyamanan hidup mereka.
Buatlah Dunia Ini Nyaman
Nyaman sebagai kondisi hati berarti untuk membentuk kenyamanan harus diketahui faktor yang menjadikan hati nyaman.
Hati adalah ciptaan Allah subhaanahu wa ta'ala, maka faktor yang menjadikan hati nyaman, Allah subhaanahu wa ta'ala lah yang mengetahuiNya. Dan hal itu telah Allah subhaanahu ta'ala informasikan dalam ayatNya berikut ini:
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَ لَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 28)
Membuat hati nyaman, tenteram sesuai ayat di atas adalah dengan mengingat Allah subhaanahu wa ta'ala. Artinya, untuk membentuk hati yang nyaman pada anak adalah dengan memperkenalkan mereka dengan Allah subhaanahu wa ta'ala sejak dalam kandungan dan terus menerus dikenalkan kepada Rabbnya. Hidup karena Allah subhaanahu wa ta'ala, maka harus ingat Allah subhaanahu wa ta'ala selama hidup.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya," (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 41)
Penyebutan kata Allah yang sesering mungkin diperdengarkan orang tua ke anak saat kecilnya, bisa menular ke anak disetiap tumbuh kembangnya. Perbincangan orang tua dalam keseharian yang sering mengkaitkan berbagai hal, baik nikmat, masalah dan lainnya dengan Allah subhaanahu wa ta'ala akan menular ke anak.
Mereka akan melihat bagaimana sikap orang tuanya dalam menyikapi berbagai hal. Jika Allah subhaanahu wa ta'ala yang terus mereka perdengarkan maka yang nyaman bagi anakpun jika mereka selalu mengingat Allah subhaanahu wa ta'ala.
Inilah langkah awal untuk membentuk pola pikir dan pola sikap anak untuk menjadikan Allah subhaanahu wa ta'ala sebagai sandaran dalam kehidupannya. Dan jika hal ini dibiasakan, dengan rahmatNya, Allah subhaanahu wa ta'ala akan karuniakan hati yang tenteram pada anak sebagaimana ayat di atas.
Jika demikian, ketika punya masalah, baliknya mereka kepada Allah subhaanahu wa ta'ala. Yang mereka ingat saat berhadapan dengan masalah adalah Allah subhaanahu wa ta'ala bukan bunuh diri.
Tentunya, pengkodisian demikian ini, tetap membutuhkan piranti lain yang mendukung untuk sampai pada pembentukan jiwa anak yang rabbani. Dari kehidupan keluarga yang religius, kedekatan orang tua dengan anak, gadget yang aman bagi anak, teman-teman sebaya yang baik, lingkungan sekolah yang religius, masyarakat yang religius hingga sistem negara yang berbasis syariah Islam, bukan sekuler kapitalisme.
Semua piranti itu saling terkait, sehingga harmonisasi keseluruhannya adalah harus. Bukan saja kalangan muslim yang merasakan nyamannya dunia, bahkan non muslimpun ikut merasakan, biidznillah. Sebaliknya, ketiadaan disalah satu piranti tersebut, bisa memberikan pengaruh negatif pada anak-anak, remaja bahkan pada orang dewasa baik muslim maupun non muslim.
Khatimah
Pesan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, 'Sampaikan dariku walau satu ayat'. Semoga tulisan di atas bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Aamiin aamiin yaa mujiibassaailiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar