يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Selasa, 12 Desember 2023

Judi, Tidak Ada Yang Waras!

Istigfar, membaca laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan  bahwa 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online, dimana 2,1 juta diantaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar dengan penghasilan di bawah Rp. 100.000.

Lebih serem lagi, diantara pelajar itu adalah anak usia sekolah dasar. Mereka kecanduan judi online dari konten live streaming para stremer games yang terang-terangan mempromosikan situs judi. (https://www.bbc.com/indonesia/articles/c0v2dwxx01yo.amp)

Pecandu dan Bandar Judi Siapa Yang Waras?

Asal kata kecanduan adalah candu. Candu dalam kamus KBBI diartikan sebagai sesuatu yang menjadi kegemaran. Adapun kecanduan adalah kejangkitan suatu kegemaran hingga lupa hal-hal lain.

Berdasar definisi tersebut maka kecanduan itu bisa menimpa siapapun. Dari anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Adapun hal yang membedakan adalah objek candunya. Bila objeknya hal baik atau hal positif maka kecanduan hal positif. Bila objeknya hal buruk atau hal negatif maka kecanduan hal negatif.

Siapapun yang waras -mohon maaf bahasanya tegas-, pasti mengatakan judi itu hal negatif. Bila kemudian ada orang yang kecanduan judi online maupun offline berarti ada yang tidak waras dalam pikiran dan perasaannya. 

Seseorang bisa sampai pada derajat kecanduan dimulai dari proses mencoba sekali, dua kali, lanjut dan lanjut terus, hingga pikirannya ketagihan, perasaannya ketagihan untuk melakukannya. 

Demikian pula dengan judi ini. Sekali mencoba berhasil, menumbuhkan pikiran dan perasaan ingin berhasil lagi. Kedua kalinya gagal, menumbuhkan perasaan dan pikiran tertantang untuk membayar kegagalan. Jika dihitungan pertama atau kedua ini perasaan dan pikirannya tidak dibuat waras, jadilah ia positif kecanduan judi. 

Judi ini adalah rijzum min 'amalis syaithan -perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan- (QS. Al Maidah: 90), maka sekali melakukannyapun sudah ada keterlibatan setan di dalamnya. Dan ia -setan- akan terus memprovokasi pikiran dan perasaan pelaku judi untuk berjudi dan berjudi lagi. 

Adapun setan itu ada dari kalangan jin dan manusia (QS. Al An'am: 112), inilah yang membuat judi kian subur. Banyak manusia yang menjadi setan mempromosikan judi lewat berbagai iklan, aplikasi online, dan offline.  

Akhirnya, anak-anak, remaja, orang dewasa laki-laki dan perempuan yang hidupnya tidak lepas dari gadget kejebak dalam perangkap judi online yang sengaja dibuat oleh setan kalangan manusia ini. 

Dengan demikian, antara pecandu dan bandar judi, jadi sama tidak warasnya.  Bagaimana akan disebut waras jika menjadi pengikut setan?

Berantas Judi Biar Rakyat Waras

Bila negeri ini serius ingin menjadikan rakyatnya waras, maka pemerintah harus serius memberantas kemaksiatan. Dan warasnya manusia itu ketika akalnya sehat. Orang yang berakal sehat adalah mereka yang pikiran dan perasaannya berisi hal yang benar, dituntun dengan Al Qur'an dan Al Hadist bukan dituntun nafsu dan setan.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

اَلْحَـقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيْنَ

"Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 147)

Al Qur'an dengan jelas menyebut judi hal haram dilakukan. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَا لْبَغْضَآءَ فِى الْخَمْرِ وَا لْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ ۚ فَهَلْ اَنْـتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

"Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti?" (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 91)

Bila Allah subhaanahu wa ta'ala sudah menjelaskan judi sebagaimana dalam ayat tersebut, maka pasti benarnya berita tersebut.  Tinggal usaha manusia untuk memberantasnya.

Pihak pertama terkena taklif (beban) hukum untuk menjauhi, meninggalkan judi adalah tiap individu muslim. Jika masih anak-anak maka orang tuanyalah yang berkewajiban membentengi mereka dari judi. 

Jika judi sekarang online, maka orang tua menjadi teladan dalam membatasi diri dalam berinteraksi dengan HP, hingga kebiasaan itu menular ke anak-anaknya. Memfilter konten-konten di HP sehingga yang dikenal anak dari HP itu adalah hal positif. Membuat jalan agar mereka tidak pernah mencoba games.

Pihak kedua, pemerintah. Pemerintah sebagai pengurus urusan rakyat harus jelas dan tegas menindak semua kemaksiatan. Meninggalkan praktek sekuler kapitalis dalam mengurus rakyat. Seperti memberi perlindungan kepada bandar judi atas nama menyumbang pajak ke negara, menjadikan situasi regional maupun global sebagai rujukan dalam pemberantasan judi. Dua contoh kebijakan tersebut tidak benar harus ditinggalkan. Negara harus tegas menetapkan judi terlarang dan menutup semua sarana judi online maupun offline. Berikutnya memberikan sanksi tegas bagi pelaku dan bandar judi. Dan membentuk ekonomi yang mapan dan halal bagi seluruh rakyat.

Pihak ketiga, masyarakat. Masyarakat harus berpartisipasi aktif mencegah praktek judi dilingkungannya. 

Dengan kerjasama ketiga pihak tersebut, biidznillah, rakyat bisa terhindar dari hal yang menjadikan akal tidak waras yaitu kemaksitan, semisal judi. 

Khatimah

Kehidupan yang sekuler kapitalis akan menyuburkan dua kutub, kutub positif maupun negatif. Kutub mana yang lebih dominan, itu mengikuti tingkat kesekuleran negeri tersebut.  Dan akankah kehidupan yang sekuler ini dilanjutkan? Padahal ada kehidupan berlandaskan syariah Islam yang menegakkan kutub positif dan memberantas setiap jalan bagi kutub negatif. 

Wallahua'lam bis shawaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah