يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Selasa, 23 Januari 2024

Jalan Tol Gratis, Adakah?

Jalan tidaklah sama dengan bawang, lombok, beras, kosmetik, pakaian dan produk ekonomi lainnya. Jalan itu semisal dengan rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, yaitu sebagai fasilitas umum. 

Bila produk ekonomi bisa diproduksi dengan beberapa jenis menyesuaikan pangsa pasarnya atau target pembelinya, semisal beras kelas 1 (mahal sekali, untuk milyader), kelas 2 (mahal, untuk jutawan) dan kelas 3 (murah, untuk menengah ke bawah), adapun fasilitas umum tidak boleh diklasterkan demikian. 

Produk ekonomi memiliki nilai yang jelas ingin diraih yaitu keuntungan. Adapun fasilitas umum, sebagaimana namanya yaitu sarana umum, maka layanan yang diberikan bukan untuk mencari keuntungan, tapi melayani kebutuhan rakyat.

Jika fasilitas umum ini dikelola dengan menggunakan kaca mata ekonomi, menjadikan fasilitas umum berklaster, mutu layanan tidak sama untuk semua rakyat, dan rakyat miskin makin jauh merasakan fasilitas yang bermutu. 

Contohnya jalan. Jalan itu adalah fasilitas umum. Negara telah mengelola kekayaan alam dan lainnya, berkewajiban memanfaatkan penghasilan dari pengelolaan tersebut untuk menyediakan berbagai fasilitas umum untuk rakyat, termasuk jalan. 

Nah, ketika jalan ini dikelola dengan kacamata ekonomi, maka jalan yang aslinya fasilitas umum tadi berubah menjadi produk ekonomi yang dibisniskan oleh negara kepada rakyatnya. 

Maka dimunculkan 2 jenis jalan. Satu jalan umum biasa tidak berbayar. Kedua jalan tol yang berbayar. Siapa penikmat jalan tol? Pastinya mereka yang punya uang untuk membayar tarif tolnya. Rakyat miskin misal mau lewat tol dengan bis umum, tentunya juga harus jlimet dulu mengidentifikasi bis dengan tulisan 'Tarif Biasa, Lewat Tol'. 

Umumnya alasan yang dipakai untuk menjawab pertanyaan kenapa jalan tol berbayar, karena jalan tol dibangun dengan investasi swasta. Bila investasi swasta maka jalan tol tidak mungkin ada yang gratis. 

Rakyatpun tidak boleh heran bila kian baik layanan tol, memenuhi SPM (Standart Pelayanan Minimal), tarif tol dinaikkan. Karena begitulah ketentuan UU Jalan No 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang disusun DPR, dan menjadi dasar hukum penyesuaian tarif tol. Inilah kemudian yang menjadikan lembaga legislatif disebut lebih pro kepada investor dari pada rakyat. Karena keberadaan UU itu salah satunya untuk menjamin kenyamanan bagi investor.

Awal tahun 2024 ini, Badan Pengatur Jalan Tol mengumumkan kenaikan tarif pada 13 ruas jalan tol yang telah memenuhi SPM. Tujuan dari kenaikan tarif tol ini -penyesuaian tarif tol- adalah untuk memastikan iklim investasi jalan tol yang kondusif, menjaga kepercayaan investor, dan menjamin layanan pengelolaan jalan tol sesuai standar yang ditetapkan. (https://www.kompas.tv/amp/ekonomi/477142/ada-kenaikan-tarif-13-ruas-jalan-tol-di-indonesia-kuartal-i-2024-mana-saja?page=all)

Praktek pengelolaan jalan yang demikian ini adalah praktek pengurusan urusan rakyat ala kapitalisme. Dimana pengurusan urusan rakyat dibangun dari pemahaman negara sebagai fasilitator (penyedia fasilitas) bukan sebagai periayah (pengurus, pelayan) rakyat. Dan model pengelolaan ala kapitalisme ini menjadikan negara 'tega' menyedot uang rakyat dari pemanfaatkan fasilitas umum oleh rakyat. 

Jalan Nol Tarif Ada Dalam Sistem Islam 

Jalan sebagai fasilitas umum maka negara wajib untuk menyediakan fasilitas tersebut. Pembiayaan pembangunan jalan diambilkan dari kas baitul mal, pos pendapatan dari pengelolaan kekayaan milik umum (pengelolaan sumberdaya daya alam, minyak bumi, batu bara, gas alam dan lainnya). 

Semua jalan dibangun dengan kualitas yang baik. Tidak ada pembagian jalan berbayar dan tidak berbayar. Sehingga semua rakyat menikmati kualitas jalan yang sama. Dan dengan adanya jalan itu mudahlah urusan rakyat dan tertunjuki tempat yang menjadi tujuan perjalanannya.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَاَ لْقٰى فِى الْاَ رْضِ رَوَا سِيَ اَنْ تَمِيْدَ بِكُمْ وَاَ نْهٰرًا وَّسُبُلًا لَّعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ. وَعَلٰمٰتٍ ۗ وَبِا لنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُوْنَ  

"Dan Dia menancapkan gunung di bumi agar bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk. Dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl 16: Ayat 15-16)

Kisah Khalifah Umar bin Khattab yang menangis dan sedih ketika mendengar ada seekor keledai yang terpelosok dijalan berlubang, menunjukkan bahwa pemimpin adalah pengurus dan pelayan rakyat hingga kepada hewan yang hidup di wilayahnya. 

Saat ditanya ajudannya, Khalifah Umar bin Khattab menjawab, "Apakah engkau sanggup menjawab dihadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu?

Inilah teladan para penguasa dalam Islam. Dimana mereka memimpin rakyat dengan kesadaran penuh bahwa jabatan adalah amanah yang harus ditunaikan sebagaimana petunjuk Al Qur'an dan Al Hadist, dan ada pertanggungjawaban dihadapan Allah subhaanahu wa ta'ala di yaumul hisab kelak.  

Khatimah

Mau membuat jalan tidak berbayar itu pasti bisa. Buktinya sudah ada jalan umum biasa tidak berbayar. Jadi, tinggal jalan-jalan umum seperti itulah yang diperbanyak dan dibuat berkualitas. Tidakkah para pemimpin itu bangga jika meninggalkan jalan gratis yang menyenangkan hati rakyatnya?

Wallahua'lam bis shawaab.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah