يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label dana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dana. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Januari 2024

Aliran Dana Asing, Bahan Berfikir Rakyat!

Luar biasa! Sumber dana partai politik ternyata ada juga yang dari luar negeri.
Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aliran dana  ratusan miliar rupiah dari luar negeri ke 21 rekening bendahara parpol. Di tahun 2023 ada 9.164 transaksi. Adapun jumlah aliran dananya ke 21 parpol tersebut mencapai 195 miliar.

Selain mengalir ke parpol, dana asingpun mengalir ke 100 Daftar Caleg Tetap (DCT) sebagaimana analisis PPATK, dan angkanya mencapai Rp. 7.740.011.320.238. (https://news.detik.com/berita/d-7134746/ppatk-ungkap-rp-195-m-dari-luar-negeri-ke-rekening-21-bendahara-parpol/amp)

Dengan dana luar negeri 195 miliar ke 21 parpol, apabila dirata-rata berarti per parpol teraliri Rp. 9.285.714.285,71428. Adapun 100 Daftar Caleg Tetap (DCT) yang dapat dana asing sejumlah Rp. 7.740.011.320.238, apabila dirata-rata per caleg dapat Rp. 77.400.113.202,38.

Selain dana luar negeri, di tahun 2023, pemerintah telah mengucurkan dana untuk parpol ditingkat pusat sebesar 126 miliar. (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/09/14/pemerintah-kucurkan-dana-bantuan-parpol-rp126-m-terbanyak-untuk-pdip)

Aliran Dana Asing Sebagai Bahan Berfikir

Fakta aliran dana untuk parpol dan caleg, hendaknya jadi bahan berfikir bagi rakyat. 

Pertama, apabila partai ataupun caleg itu didanai luar negeri ataupun pendanaan swasta lainnya, ibarat buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya, maka partai dan para caleg itupun akan bekerja tidak jauh-jauh dari pihak yang mendanainya. Belajar dari kasus yang telah terjadi, rakyat jangan bertanya, kenapa suara investor atau pemodal lebih didengar dan dituruti dari pada suara buruh dan rakyat. Semisal dalam pembuatan UU Ciptaker, proyek Rempang Eco City dan lainnya.

Kedua, misalkan dana kiriman luar negeri itu adalah hutang parpol atau caleg ke asing, maka bisa diprediksi bagaimana nanti saat caleg dari parpol itu jadi pemenang. Kerja caleg bisa jadi mesin partai dan pribadinya dengan orientasi menggumpulkan cuan untuk bayar hutang. 

Ketiga, apabila capres atau caleg tidak bisa mencalonkan dirinya tanpa adanya pihak yang mensponsori maka sebenarnya rakyat mencoblos capres atau caleg pilihan para sponsor/pihak yang mendanai tersebut. 

Keempat, jika untuk suatu hal yaitu memilih orang-orang yang akan diberi amanah untuk mengurus urusan rakyat harus mengeluarkan dana yang segedhe itu, sebenarnya ini memilih orang untuk menguras negara atau mengurus urusan rakyat? 

Selayaknya mekanisme memilih orang untuk mengurusi urusan rakyat  tidaklah membutuhkan dana besar apalagi sampai mendatangkan dana dari luar negeri. Karena kapabilitasnya, loyalitasnya dan sifat amanahnyalah yang dibutuhkan rakyat, dan hal itu sulit ditemukan, jika parpol, capres-cawapres dan caleg merogoh koceknya dan menggait dana dari pihak lain sedemikian besarnya. 

Kelima, para caleg itu calon wakil rakyat diparlemen, rakyat itu sebenarnya yang membutuhkan mereka untuk menyalurkan aspirasi mereka hingga terwujud. Tapi saat ini, pemahaman telah berubah, dimana para caleg itulah yang membutuhkan jabatan wakil rakyat itu. Akhirnya mereka mencari aliran dana kemana-mana untuk bisa ikut pemilu, bahkan kadang hingga membeli suara rakyat. Akhirnya menjadikan kerja para caleg itu bukan tulus untuk menjadi wakilnya rakyat, tapi wakil partainya, sponsornya dan lain-lainnya. 

Itulah setidaknya hal-hal yang bisa dipikirkan oleh rakyat akan banyaknya aliran dana dalam pemilu di sistem demokrasi ini. 

Akankah mau bertahan dengan demokrasi dimana slogan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, telah berubah dengan mekanisme pemilu yang dibuat oleh demokrasi itu sendiri. Berubah menjadi dari pemodal, oleh pemodal dan untuk pemodal. 

Pemilihan Pemimpin Dalam Islam, Murah!

Pemilihan pemimpin (khalifah) dalam sistem pemerintahan Islam dengan merujuk pada masa Khulafaur Rasyidin. Khalifah diangkat untuk menjadi pemimpin bagi seluruh kaum muslim, mengurus urusan kaum muslimin dengan menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah dalam kehidupan. 

Sebagaimana pernyataan Imam Al Mawardi, "Berdasarkan dua hal ini (menjaga urusan dunia dan urusan agama) wajib mengangkat Imam/Khalifah agar menjadi penguasa saat ini, pemimpin umat, bertujuan agar agama terpelihara dengan kekuasaannya, dan kekuasaan berjalan di atas ajaran-ajaran agama dan hukum-hukumnya"

Dengan demikian seorang khalifah dipilih karena kapabilitasnya, loyalitasnya dan amanahnya. Pertama kapabel dalam memahami berbagai hukum syariat bahkan afdhalnya memiliki kapabilitas untuk berijtihad. Kedua, kapabel dalam merealisasikan keimanannya, ketakwaannya pada pribadinya dan masyarakat. Ketiga, loyalitasnya tertinggi adalah untuk Allah subhaanahu wa ta'ala dan RasulNya. Sehingga gerak kekuasaannya berjalan murni untuk mengurus urusan rakyat sesuai dengan yang ridhai Allah subhaanahu wa ta'ala. Keempat, amanah dalam menjalankan kekuasaan, amanah dalam menerapkan hukum-hukum Allah subhaanahu wa ta'ala, amanah dalam mengurus urusan rakyat.

Abu Bakar ash Shidiq adalah sosok yang dipandang para sahabat waktu itu memiliki semua kriteria tersebut, sehingga beliau dipilih tanpa sedinar dan sedirham yang harus ia keluarkan. Khalifah berikutnya yaitu Umar bin Khattab dipilih atas penunjukan Khalifah Abu Bakar ash Shidiq. Dan para sahabat dan tokoh masyarakat pada waktu itu yang telah memahami sosok Umar bin Khattab, merekapun menyetujui untuk mengangkat Umar bin Khattab sebagai Khalifah berikutnya. Pemilihan Umar ini pun bebas biaya.

Khalifah penerus Umar bin Khattab adalah Ustman bin Affan, pemilihan Ustman melalui proses dimana para sahabat dan kalangan tokoh umat pada waktu itu mencalonkan beberapa orang sahabat. Diantaranya Ali bin Abu Thalib dan Ustman bin Afwan. Pemilihan mengerucut kepada Ustman bin Afwan setelah Ali bin Abi Thalib mundur dari penunjukan tersebut. Mekanisme pencalonan inipun bebas biaya. Dan hingga Khalifah terakhir dari masa Khulafaur Rasyidin yaitu Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Dari kesemua Khalifah dimasa Khulafaur Rasyidin tersebut, rakyat secara keseluruhannya hanya melakukan baiat taat kepada Khalifah yang terpilih. Dan mekanisme baiat inipun tidak membutuhkan pembiayaan. 

Inilah sekilas pemilihan pemimpin atau Khalifah di dalam sistem Islam yang hemat biaya dan mudah dilaksanakan. Semua itu karena untuk melaksanakan perintah Allah subhaanahu wa ta'ala dan untuk menerapkan hukum-hukum Allah subhaanahu wa ta'ala. 

Khatimah

Pijakan sebuah sistem mempengaruhi aktivitas cabangnya. Sistem demokrasi berpijak pada pemisahan agama dari kehidupan, sehingga aktivitas cabangnya bermotif meraih rida manusia hingga harus mengucurkan banyak uang.

Adapun sistem Islam berpijak pada keimanan kepada Allah subhaanahu wa ta'ala, sehingga menjadikan aktivitas cabangnya untuk meraih rida Allah subhaanahu wa ta'ala sehingga tidak membutuhkan kucuran uang untuk meraih ridaNya meski itu dalam urusan pemerintahan. 

Wallahua'lam bis shawaab.



 






Dipun Waos Piantun Kathah