يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label santri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label santri. Tampilkan semua postingan

Selasa, 31 Oktober 2023

Kamu Santri!?

Bersyukurlah bila saat ini ada yang menjadi santri. Menyandang label santri berarti pribadi yang lekat dengan hal positif. Seperti, mondok di pesantren, pintar ilmu agama, taat pada kiai, pandai dakwah, bacaannya kitab kuning, dan lain-lainnya.

Ciri santri ini akan meluas jika definisi santri merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Disebutkan dalam KBBI, santri adalah orang yang mendalami Islam, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh, orang yang saleh. 

Berdasarkan definisi KBBI ini, setiap muslim punya peluang disebut santri. Karena mondok di pesantren bukan syarat menjadi santri.

Panggil Dengan Santri

Panggilan yang berkonotasi positif bisa membentuk frame untuk positif. Sebaliknya panggilan yang berkonotasi negatif, akan membentuk reaksi yang negatif pula. Untuk itulah Allah subhaanahu wa ta'ala melarang memanggil seseorang dengan gelar/panggilan yang buruk.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

 وَلَا تَنَا بَزُوْا بِا لْاَ لْقَا بِ ۗ بِئْسَ الِا سْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِ يْمَا نِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

"... dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 11)

Misalkan, seseorang dipanggil dengan 'brengsek'. Hampir bisa dipastikan tindakan orang tersebut tidak baik. Entah perkataannya ataupun perbuatannya. Bahkan jika panggilan tersebut terus menerus disematkan padanya, bisa makin menjadi, bukannya taubat.

Berbeda dengan panggilan santri yang berkonotasi positif. Panggilan santri ini akan membekas dan membentuk perilaku positif sebagaimana ciri-ciri yang disebutkan di atas, jika seseorang itu sudah paham siapa dan bagaimana santri itu. 

Apabila sudah paham definisi santri, dan panggilan ini disematkan pada dirinya, maka akan ada upaya padanya untuk memenuhi kriteria santri. Bahkan akan malu dipanggil santri jika pada dirinya tidak melekat ciri-ciri santri. Jadi, memahamkan bagaimana itu santri, adalah hal pertama sebelum kata ini ditujukan kepada seseorang. Baik ia masih anak-anak, remaja, ataupun dewasa.

Menjadi hal yang bagus apabila membiasakan memanggil anak-anak yang belajar di TPA/TPQ, Madrasah Diniyah dan lembaga pendidikan Islam lainnya dengan istilah santri. Jika dari masa anak-anak sering diperdengarkan istilah santri dan dipanggil dengan santri, maka sedikit atau banyak dilubuk hatinya ingin memiliki ciri seorang santri hingga di masa dewasanya. 

Dipanggil Santri Tapi Kok?

Santri dengan definisi di atas memang seharusnya sosok yang berprestasi. Prestasi bukan dalam definisi sempit, semisal menang dalam perlombaan. Melainkan keberhasilan ia untuk melakukan kebaikan (ketaatan). Bukankah pahala itu diberikan atas perbuatan baik dan ketaatan seseorang? 

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

مَنْ جَآءَ بِا لْحَسَنَةِ فَلَهٗ عَشْرُ اَمْثَا لِهَا ۚ وَمَنْ جَآءَ بِا لسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزٰۤى اِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

"Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi)." (QS  Al-An'am 6: Ayat 160)

Fakta di lapangan, sosok santri tidak full ok. Baik yang mondok maupun tidak mondok. Ada yang terbawa arus gaul bebas, pelaku bullying, tidak bakti pada orang tua, berkata jorok dan lainnya. 

Salah satu refleksi hari santri 22 Oktober 2023 adalah bagaimana mengamalkan pesan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk ibda' bi nafsih (mulai dari diri sendiri). Santri sebagai pribadi yang menekuni ilmu agama sudah pasti objek pertama terkena hukum atas ilmu tersebut adalah pribadinya. Mengamalkan ilmu adalah kelanjutan dari menuntut ilmu.

Ketentuan ini berlaku umum, tidak hanya santri. Tapi semua penuntut ilmu, dan setiap muslim adalah penuntut ilmu. Maka setiap muslim menjadi sasaran pertama dari ilmunya, mulai dari mengimplementasikan keimanan dengan benar, rajin beribadah, berakhlaqul karimah, berfikir islami, bersikap islami, beramar ma'ruf nahi munkar (berdakwah) dan lainnya. 

Dengan demikian, gencarnya upaya untuk menjadikan santri melek teknologi, berdaya secara ekonomi, itu semua bisa tidak berarti jika santri kehilangan jati diri yang sesungguhnya sebagai cerminan pribadi muslim yang berkepribadian Islam.

Khatimah

Santri itu lekat dengan Islam. Santri itu cerminan dari agama ini. Semoga para santri menjadi teladan dan terdepan dalam membumikan Al Qur'an dalam kehidupan. Menyambut kebangkitan umat Islam di abad digital. 

Wallahua'lam bis shawaab.


Dipun Waos Piantun Kathah