Dalam sebuah hadistnya, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hak Allah atas hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun" (HR. Bukhari dan Muslim).
Agama Mencegah Potensi Manusia Melakukan Syirik
Allah subhaanahu wa ta'ala adalah al khaliq (pencipta) alam semesta beserta isinya. Diantara makhluk ciptakan Allah subhaanahu wa ta'ala yang dikarunia akal dan nafsu adalah manusia. Maka Allah subhaanahu wa ta'ala mengutus nabi dan rasul untuk menyampaikan risalah (ajaran) agama sekaligus memberi peringatan kepada manusia. (Qs. Al Baqarah: 119).
Dengan diutusnya nabi dan rasul yang membawa risalah agama maka potensi manusia untuk berbuat syirik atau menyekutukan Allah subhaanahu wa ta'ala baik dalam pelaksanaan penyembahan (beribadah) kepada Allah subhaanahu wa ta'ala ataupun dalam aturan/hukum dalam berkehidupan dapat dicegah. Karena risalah agama akan menuntun akal dan nafsu manusia dijalan yang Allah subhaanahu wa ta'ala ridai.
Syirik yang Tidak Disadari
Berdasarkan uraian di atas, berarti larangan menyekutukan Allah subhaanahu wa ta'ala bukan hanya dalam hal mentauhidkan Allah subhaanahu wa ta'ala dan dalam beribadah kepadaNya, tapi juga dalam hal ketentuan hukum (syariah) yang telah Allah subhaanahu wa ta'ala tetapkan.
Misalnya, dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa riba adalah haram. Kemudian seorang muslim dengan penuh kesadaran mengatakan, "Itukan hukum dalam Al Quran yang menyebut riba haram, kalau saya membolehkan riba sebagaimana hukum ekonomi saat ini ". Pernyataan seperti ini adalah syirik yaitu menyekutukan hukum Allah subhaanahu wa ta'ala dengan hukum ekonomi buatan manusia.
Berikutnya, dalam Al Quran surah an Nur ayat 31 disebutkan bagi muslimah tidak boleh menampakkan aurat kecuali kepada yang tersebut dalam ayat tersebut. Kemudian ada muslimah yang berkata dengan penuh kesadaran, " Kalau saya tidak mengikuti hukum tentang menutup aurat dalam Al Quran tersebut, saya memilih mengikuti tren orang eropa". Nah, perbuatan seperti ini juga termasuk syirik, menyekutukan hukum Allah subhaanahu wa ta'ala dengan hukum manusia.
Contoh berikutnya, dalam Al Quran surah al Maidah ayat 3 disebutkan hewan-hewan yang haram dimakan, seperti bangkai, darah, daging babi dan lainnya sebagaimana di ayat tersebut. Kemudian ada seorang muslim berkata dengan penuh kesadaran, " Daging babi haram itukan kalau menurut al Quran, kalau menurutku halal sebagaimana di agama yang lainnya juga halal". Nah, orang yang berkata demikian juga telah syirik, menyekutukan Allah subhaanahu wa ta'ala dalam hal hukum syariah yang telah Allah ta'ala tetapkan dengan hukum manusia.
Jenis syirik dalam hal hukum inilah yang luntur disadari. Padahal posisi melakukan syirik dalam hal hukum ataupun dalam hal mentauhidkan Allah subhaanahu ta'ala adalah sama-sama syirik besar.
Jadi, sebagai seorang muslim, kita harus benar-benar 100%, tanpa keraguan mengimani apa yang ada dalam Al Quran, memurnikan tauhid dari segala bentuk kesyirikan.
Khatimah
Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus Allah subhaanahu wa ta'ala sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً لِّلۡعَٰلَمِينَ
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 107)
Sifat rahmatan lil'alamin ini akan dirasakan kembali oleh umat Islam, ketika umat ini mengikuti jejak Nabinya dengan memurnikan aqidahnya dan memurnikan dalam berhukum dari segala bentuk kesyirikan.
Wallahua'lam bis shawaab.