Orang yang berprinsip “yang penting aku baik” adalah mereka yang mengetahui
suatu kondisi sedang rusak/salah kemudian mereka kadang mau memperbaikinya.
Misalnya: di selokan depan rumah banyak sampah. Maka orang “yang penting aku baik”
akan melakukan hal diantaranya: mengambil sampah itu dan membuangnya dtempt
yang bener. Atau mengomel lalu mengambilnya. Atau membuat tulisan “dilarang
membuang sampah di selokan”. Akhirnya yang terjadi selang dua tiga hari, satu
minggu ada lagi sampah diselokan. Aduh capek klo sperti ini kan? Memang benar
orang ini telah melakukan kebaikan dan itu pahala baginya, tapi tidak bisa
menyelesaikan masalah.. masih untung kalau orang “yang penting aku baik” mau
mengambil sampah itu, kalau tidak mau?
Adapun orang yang berprinsip “aku dan kalian baik” adalah mereka yang
mengetahui suatu kondisi sedang rusak/salah lalu mlakukan tindakan yang bisa
menyelesaikanya dan tidak menimbulkan masalah baru lagi. Contohnya: di selokan depan
rumah banyak sampah. Maka orang yang berprinsip “aku dan kalian baik” akan
melakukan hal berikut: pertama, karena sampah sudah di depan mata maka ia akan
mengambilnya dan akan selalu menjadi teladan tidak pernah membuang sampah
diselokan. Kedua, memberikan penerangan kepada keluarganya tentang kebersihan
dan dampak buang sampah diselokan. Ketiga, mendatangi pak RT menyampaikan
masalah yang terjadi dan mengajak pak RT untuk memberikan pencerahan kepada
warga tentang kebersihan dlihat dari sudut: kesehatan, agama, dampaknya. Selain
itu juga mengajak aparat terkait untuk membuat aturan dan system kebersihan.
Kesimpulannya: prinsip “yang penting aku baik” tidak dapat membawa pada
perubahan. Karena kebaikan tidak akan tegak bila Tiga pilar yaitu individu, masyarakat
dan aturan (system) dipisahkan. Memprbaiki individunya dulu tidak sampe pada
perubahan, membuat aturannya saja tanpa memperbaiki pemikiran individunya akan
brujung pada pelanggaran terhadap aturan. Jadi, yang bener ketiganya harus disentuh/di
dakwahi untuk menghasilkan perubahan yang nyata.
So, bila contoh masalah sampah diselokan aja sampai seperti itu
penyelesaiannya, lantas bagaimana dengan masalah Negara yang buanyak dan rumit
sekali.? Tentunya tidak mudah menyatukan pemikiran orang satu Negara! Juga
tidak mudah membuat aturan Negara. Tapi yang namanya Negara itu punya kekuatan,
sedang rakyat tidaklah memanggul senjata. Artinya Negara punya kekuasaan untuk
menerapkan seperangkat aturan buat warganya. -Bukan berarti harus dengan
sengaja! Tetap dalam kedamaian- Dan aturan ini haruslah bersumber dari ideology
Negara tersebut. karena ideology itulah yang bisa menyatukan warga Negara
tersebut. Kalau hanya ikatan nasionalisme saja maka tidaklah cukup. Karena
ikatan nasionalisme ini hakikatnya lahir dari naluri mempertahankan diri.
artinya kemuculan jiwa nasionalisme pada diri seseorang adalah ketiga ada
ancaman dari pihak luar negaranya. Tentunya ikatan semodel dengan ini tidak
akan bisa menjaga dan mewujudkan suatu tatanan kehidupan yang aman, sejahtera
dan berdaulat. Contoh paling mudah adalah maraknya kasus korupsi, penjualan aset
BUMN ke pada pihak asing, munculnya kegandrungan pada produk2 asing dan
lain-lain. inilah kondisinya, ketika tidak ada ancaman maka nasionalisme itu
ludes. Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa ideology sebuah Negara mempengaruhi
bangkit dan tidaknya suatu bangsa. Ideology pula yang membawa manusia pada
upaya untuk terus bergerak mewujudkan suatu kondisi yang terbaik.
Satu sisi yang lain, ideology itu kelahirannya ada yang dari kejeniusan
manusia dan ada yang dari wahyu Tuhan. Lantas, ideology mana yang bisa
menghantarkan kepada kebaikan?, secara fitrah hati kita akan mengatakan ideology
dari wahyu Tuhan. So, terapkanlah ideology dari Tuhan itu, dan tidak lain itu
adalah Islam. Btw kok sampai pada ideologi ya, padahal tadi ngomongin prinsip yang penting aku baik dan aku dan kalian baik. wah gpp dech. Wallahua’lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar