يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Minggu, 30 Desember 2012

INDONESIA BUTUH GURU CERDAS IDEOLOGIS


Pada tanggal 25 November saya mendapatkan sms yang berisi ucapan selamat hari guru. Teman-teman yang berprofesi sebagai guru mungkin juga mendapatkan ucapan selamat semisal dengan itu. Hari guru memang tepat bila dijadikan sebagai moment untuk merenung dan evaluasi diri para guru. Sudahkah layak disebut sebagai guru alias pendidik? Sudah benarkah cara pengajaran dan pembelajaran yang diberikan? Sudahkah mencerahkan pemikiran peserta didik atau malah sebaliknya menjadikan peserta didik kian tenggelam dalam kubangan sekulerisme dan pemuja barat?.
Topik pembicaraan yang selalu hangat dikalangan guru saat ini adalah seputar sertifikasi, PPG, PLPG, UKG, tunjangan fungsional, impashing dan yang sejenis dengan itu. Semua topik itu menjurus pada satu kata yaitu “uang”. Kenapa guru mendamba ingin sertifikasi, pasti jawaban sebenarnya karena uang sertifikasi yang mengiurkan. Tidak salah bila gurupun ingin kaya, juga tidak salah bila guru ingin segera sertifikasi. Karena Rasulullahpun menginginkan umatnya menjadi umat yang kaya, profesional tentunya dalam bingkai keimanan. Tapi kemudian yang bahaya adalah apabila uang sebagai motivasi mengajar.  Motivasi  materi dalam pendidikan menurut Imam al Ghazali tidaklah benar. Dan menurut penulis ini adalah bahaya. Bila sudah dapat uang bisa jadi guru mengajar asal-asalan, tidak ikhlas mengajar, padahal harusnya semua amal seorang muslim itu karena Allah swt untuk mendapatkan ridho Allah swt.
Imam al Ghazali mendefinisikan pendidik sebagai pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan mendapatkan pancaran nur keilmiahannya. Definisi al Ghazali ini memberikan kedudukan yang mulia kepada pendidik. Namun nyatanya sosok yang seperti itu kini masih sangat jauh. Cahaya yang dipancarkan guru kian redup tergerus oleh sekulerisme kapitalisme. Senjata untuk memancarkan cahaya itulah yang kini hilang dari pemahaman guru. Ibnu Miskawayh dalam kitabnya Tahdhīb al-Akhlāq wa Taṭhīr al-A’rāq memberikan penjelasan bahwa shariat agamalah pegangan itu. Menurut Ibnu Miskawayh shariatlah yang akan membiasakan manusia untuk berbuat baik dan menyiapkan diri manusia untuk menerima kearifan, mengupayakan kebajikan dan mencapai kebahagiaan melalui berfikir dan penalaran yang akurat. 
Dengan demikian apabila guru paham shariat maka dia akan menjadi guru yang berkarakter Islam, dia akan menasehati murid dengan shariat, akan meluruskan dengan shariat dan akan mengajak anak didik taat shariat. Aturan apalagi yang bisa menjadikan sukses pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah kalau bukan shariatnya Allah swt? Inilah kemudian kehadiran guru yang cerdas ideologis sangat diperlukan. Guru yang cerdas sudah banyak, tapi kemudian guru yang cerdas ideologis inilah yang masih sedikit dan dibutuhkan Indonesia. Tentunya ideologis dengan mabda Islam. 
Guru cerdas ideologis setidaknya bisa menanam 7 kriteria yang seharusnya ada pada pendidik. Tujuh kriteria itu adalah, pertama, bertakwa kepada Allah swt, berlandas pada QS. 3: 102, QS. 33: 70, QS: 66: 12. Kedua, Ikhlas. QS. 4: 146. Ikhlas untuk mengapai ridho Allah. QS. 12: 24. Ketiga, Berilmu, menguasai materi, dan terus meningkatkan kualitas dirinya sehingga membedakan antara yang berilmu dan tidak. Empat, Menguasai variasi metode mengajar. Lima, Jujur, santun, lemah lembut, sabar, pemaaf (QS. 3: 134). Enam, Menyuruh pada yang ma’ruf (QS. 7 : 134). Tujuh, memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi (QS. 20. 132). Dengan tujuh kriteria inilah insyaAllah pendidik dalam filosofi Jawa yaitu orang yang bisa digugu dan ditiru dapat terwujud. Wallahua’alam.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah