يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Sabtu, 10 Maret 2018

PERGURUAN TINGGI ASING, AMANKAH?

Sebagaimana diberitakan oleh banyak media, bahwa sekitar pertengahan tahun 2018 akan ada beberapa Kampus Luar Negeri beroperasi di Indonesia. Perguruan tinggi tersebut disyaratkan berkolaborasi dengan PTS. Diantara syarat lainnya Perguruan Tinggi Asing (PTA) tersebut membuka Prodi berbasis sains, teknologi, engineering dan matematika. (republika.co.id, 18/1/2018). Diantara kampus asing itu adalah Central Queensland University, University of Cambridge, Nasional Taiwan University.

Mungkinkah PTA Sekedar Mengajarkan Sains?

Dalam pembelajaran, sangat dimungkinkan dosen membahas diluar materi kuliah. Sebagai jeda untuk bertukar pendapat diluar materi. Dan mahasiswa mau tidak mau harus mendengarnya. Entah masuk telinga kanan blablas keluar telinga kiri atau terminal dulu, sama saja, efek keduanya memberikan ma'lumat pada otak mahasiswa. Andaikan sharing ide bersifat membangun kepribadian yang bertakwa is ok. Tetapi, jika menanamkan kebebasan, menjunjung HAM diatas UU Tuhan, lantas mau jadi sosok ilmuwan seperti apa?

Ditambah lagi style dosen yang dilihat mahasiswa juga memberikan ma'lumat. Sudah bukan rahasia kalau Barat menguasai sains dan teknologi. Tapi bukan rahasia juga bahwa mereka memiliki kelemahan dalam memahami hakikat ilmu. Keilmuan mereka dibangun diatas pondasi sekuler sehingga ilmu dan teknologi menjebak mereka dalam kesibukan dunia semata.

Mereka asyik dalam penelitian dan proyek teknologi untuk meraih pengakuan dunia akan eksistensi kemajuan bangsanya. Tidak salah yang demikian ini. Juga bukan hal haram bila suatu negara berjaya dibidang sains dan teknologi. Karena memang itu urgent sebagai bentuk pengurusan negara atas kebutuhan rakyatnya. Dan juga media membangun kekuatan sehingga negara lain merasa takut dan hormat.

Namun, membangun manusia, yang memiliki raga, akal dan naluri tidak bisa hanya dengan kepuasan teknologi semata. Ada naluri yang harus disalurkan dalam bentuk penyembahan dan ketaatan kepada RabbNya. Sehingga jebakan kurikulum sains oriented harus dihindari. Basis aqidah bisa pupus jika setiap hari manusia dicerca dengan kesibukan yang melalaikan.

Oleh karena itu, pendidikan tinggi yang kapasitasnya sebagai penghasil ilmuwan wajib disetting sesuai dengan kepribadian bangsa. Jika kampus LN ini tidak bisa disetting maka menolak keberadaan kampus asing itu adalah pilihan tepat. Walau dikata ada UU Pendidikan Tinggi No 12 Tahun 2012 yang membolehkan PTA beroperasi di negara ini. Karena ketahanan dan martabat bangsa salah satunya ditunjukkan dengan kemampuannya untuk berdikari di kaki sendiri. Bukan sujud pada luar negeri. Bukan pula dalam dekapan ketiaknya. Walau diera globalisasi dan revolusi industry.

Pendidikan Membentuk Peradaban Bangsa

Sesungguhnya, pendidikan adalah bagian dari peradaban bangsa. Sehingga pendidikan dirancang untuk mewujudkan kepribadian bangsa tersebut. Menjadi aneh bila ada PTA dinegeri ini. Padahal mereka membawa citarasa bangsanya. Mereka juga membawa misi bangsanya. Mereka juga mengusung peradaban bangsanya. Mustahil mereka semata kerja nirlaba. Apalagi dalam arus kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan seperti saat ini. Kecuali kampus itu berasal dari negara tidak berideologi. Namun adakah?

Satu hal lagi, negara ini begitu getol membentengi dari pemikiran Islam. Karena dianggap membawa pada radikalisme dan terorisme. Namun mengapa membuka kran vital pendidikan dengan negara pengusung pemikiran liberal, sekuler? Apa tidak keliru? Ajaran Islam membentuk manusia yang tahu haq dan batil. Malah dianggap radikal. Sedangkan Barat dengan kebebasannya telah membunuh mental manusia sehingga mencampuradukkan antara yang haq dan batil, malah dipanggil.

Berikutnya, apakah ada jaminan dengan hadirnya PTA didalam negeri semua lulusan sekolah menengah akan bisa kuliah? Jawabnya: Tidak dijamin. Kampus luar negeri pasti tidak mau rugi. Dan mencari benefit itu pasti. Pasang tarif tinggi jadi prediksi. Jadi kenapa negara ini tidak konsen saja untuk membentuk PT dan SDM PT yang berkwalitas sehingga dipercaya rakyat dan tidak perlu keluar negeri? Dan juga dipercaya luar negeri untuk beroperasi di negara mereka. Kenapa malah sebaliknya?

Oleh karena itulah, dalam ajaran Islam, tidak diperkenankan kampus asing beroperasi didalam negeri. Kurikulumpun di sekolah negeri atau swatsa harus mengambil kurikulum negara. Tenaga pengajarnya haruslah terseleksi syakhshiyah (kepribadian Islamnya) dan intelektualitasnya. Sehingga keberadaan pendidikan mengokohkan peradaban bangsa. Dan menjadikan dunia terpesona dengan karakter unik Islam dan peradabannya.

Jadi, bila Indonesia ingin berwibawa maka jangan impor ini itu. Perguruan Tinggi di Indonesia memiliki potensi besar. Aksi dan uluran tangan negara untuk menjadikan kampus Indonesia sebagai sorotan dunia ditunggu oleh seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang harusnya dilakukan Negara bukan impor PTA. Merdeka, tanpa dikte luar negeri. So, impor perguruan tinggi, diragukan keamanannya untuk masa depan generasi dan bangsa ini. Wallahua'lam.

Dipun Waos Piantun Kathah