يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Sabtu, 14 April 2018

SEGERA, SAHKAN UU LARANGAN MIRAS

Miras atau dimasa Nabi Saw dikenal dengan khamr sejak dahulu telah menjadi induk bencana. Sebagaimana dikisahkan, ada seorang sholih yang dijebak untuk memilih antara meminum khamr, membunuh anak kecil atau berzina dengan seorang wanita. Si shalih ini mengira bahaya/dosa terkecil adalah meminum khamr. Namun ternyata setelah ia meminum khamr, dia kehilangan akal, kemudian berbuat zina dengan wanita tersebut, juga membunuh si anak kecil. Inilah bukti bahwa khamr/miras pembawa bencana.

Dan sekarang, untuk kesekian kali, Indonesia harus kehilangan generasi penerusnya karena menjadi korban miras. Terakhir, 31 warga meninggal setelah pesta miras oplosan (jogja.tribunnews.com). Masihkah menunggu korban yang lebih banyak lagi baru kemudian diterbitkan UU Larangan Miras?

Ketegasan pemerintah mendefinisikan sesuatu itu haram dan halal seharusnya mudah. Karena negara ini adalah negara Berketuhanan Yang Maha Esa.  Memfasilitasi miras menjadikan negara ini munafiq dengan sila 1 pancasila. Karena kelima agama (Islam, Kristen Katolik, Protestant, Hindu, Budha) mengharamkan miras. (www.nahimunkar.org).

Pertimbangan ekonomi, semisal besarnya pajak dari pabrik miras, seharusnya tidak lagi menjadi alasan pelegalan miras. Kecuali bila mau menjadi negara mata duitan. Sehingga menghalalkan segala pajak demi meningkatkan pendapatan negara. Bukankah kekayaan alam negara ini begitu besar. Kenapa tidak melakukan optmalisasi pemasukan negara dari jalan halal seperti ini.

Alasan HAM seharusnya juga tidak berlaku dalam kasus miras. Menuhankan HAM sama dengan meniadakan Tuhan. Manusia itu adalah mahkluk ciptakan Allah Swt. Sehingga sudah seharusnya bagi manusia yang beragama dan negara yang beragama tidak memberlakukan HAM dalam kasus miras. Kalau agama melarang ya seharusnya ditinggalkan. Menutup semua jalur produksi miras adalah solusi tegas dan berintegritas.

Penegakan hukum bagi peminum miras harus dilakukan. Hal ini akan menimbulkan efek jera sehingga tidak diulangi dan tidak ditiru oleh lainnya. Kalau mau meniru hukum yang ditegakkan Rasulullah SAW, Ali R.a, Abu Bakar Ash Shidiq terhadap peminum khamr dengan sengaja adalah memberikan cambukan 40 kali.  Adapun Umar memberlakukan 80 kali cambukan. Hal ini diterangkan dalam hadist Riwayat Muslim.

Hukuman yang tegas ini demi membela keselamatan pelakunya. Karena dalam Islam pecandu khamr seperti penyembah berhala (HR. Ibnu Majah). Dalam riwayat lain Nabi Saw bersabda, “Pecandu Khamr tidak akan masuk surga” (HR. Ibnu Majah).
Begitu jelas dan tegas Islam memberikan petunjuk kepada umatnya tentang Khamr.

Ketegasan hukum Islam ini tidak akan ada nilainya bila kemudian negara ini melegalkan miras. Ketakwaan individu semata tidak akan cukup menjadi benteng untuk menjauhi khamr. Ada lingkungan, kawan bermain dan juga negara yang berperan mempengaruhi stabilitas keimanan seseorang. Oleh karena itu, penegakan hukum oleh negara bagi yang memproduksi, mengedarkan, menjual, membeli, meminum khamr harus jelas. Sehingga miras tidak lagi merenggut nyawa warga Indonesia. Wallahua’alam.

Dipun Waos Piantun Kathah