Rasulullah menjadikan masjid sebagai tempat untuk beribadah, berkumpul dan berdiskusi membina sahabat, menyampaikan wahyu Alquran, mengajarkan hukum-hukum Islam, mengatur strategi melawan kaum kafir, tempat istirahat kaum fakir, membagi sedekah, dan lain-lain.
Dalam perkembangan selanjutnya, masjid menjadi pusat tarbiyah umat Islam. Banyak ulama yang memperoleh ijazah dari halaqah- halaqah yang diselenggarakan di masjid. Sebagai pusat tarbiyah maka masjid menjadi tempat menyampaikan keseluruhan ajaran Islam. Bahkan ilmu diluar agama seperti bahasa, ilmu hisab dan ilmu falaq juga diajarkan pada halaqah di masjid Al Umawi di Damaskus.
Sebagai tempat pengajaran maka keseluruhan ajaran Islam menjadi bahan yang didiskusikan di masjid. Baik itu perkara ubudiyah, fiqih, hingga keseluruhan sistem hidup (ekonomi, sosial, politik, pemerintahan).
Ketika tradisi halaqah ini tidak berjalan di masjid Indonesia, maka kegiatan pengajian, ceramah, kutbah menjadi penerus tradisi halaqah. Media menyampaikan seluruh ajaran Islam. Termasuk ajaran Islam tentang kriteria pemimpin dalam Islam.
Dengan demikian, bila saat ini –di tahun politik Indonesia- ada gerakan mengembalikan masjid sebagai tempat ibadah saja, maka penggagas gerakan ini bisa dipastikan tidak memahami fungsi masjid. Kalau tidak begitu, ada ketakutan akan kebangkitan Islam dengan tersampaikannya keseluruhan ajaran Islam lewat masjid.
Pemanfaatan masjid sebagai tempat kampanye memang menyalahi. Karena perkara ini tidak diteladankan dalam Islam. Namun menyampaikan ajaran Islam, menunjukkan mana-mana yang haq dan batil didalam masjid adalah tempatnya. Sehingga masyarakat, petugas kutbah, penceramah, harus bisa membedakan mana kampanye dan mana ajaran Islam. Karena dua hal ini jelas perbedaannya.
Ketika seorang khatib Jumat menyampaikan kriteria pemimpin adalah beragama Islam sesuai QS. Al Maidah. 51 dan kriteria lainnya, hal ini bukanlah kampanye. Tapi menyampaikan ajaran Islam yang begitu ketentuannya. Dan hal ini wajib disampaikan oleh seluruh juru dakwah Islam dimanapun berada, sehingga umat Islam selamat dari kekeliruan.
Jadi, gerakan Anti Politisasi Masjid yang dikoordinatori oleh Silver Matutini dengan gagasannya mengembalikan fungsi masjid sebagai tempat ibadah saja, bisa jadi karena ketidakpahamannya tentang ajaran Islam. Gerakan ini malah bisa dimaknai membungkam juru dakwah menyampaikan ajaran Islam keseluruhannya. Karena memang kenyataannya Islam memiliki ajaran selain terkait ibadah, ada ajaran tentang politik, pemerintahan, ekonomi, dan lainnya.
Dengan demikian, masjid memang bukan tempat kampanye paslon tertentu. Tetapi masjid adalah milik umat Islam untuk beribadah, membahas masalah keumatan, membangun ukhuwah dan mengembalikan peradaban Islam. Dari masjid umat Islam bisa menguasai dunia. Sebagaimana dahulu, tradisi memakmurkan masjid dengan halaqah-halaqah ilmu telah melahirkan ulama dan ilmuwan muslim kelas dunia. Wallahu’ lam.