يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Minggu, 29 November 2020

DUA SUDUT PANDANG MINOL


Dihari Pahlawan 10 November 2020 RUU Larangan Minuman Beralkohol dibahas kembali oleh Badan Legislasi DPR. RUU ini pertama kali diusulkan tahun 2015. Tapi gagal dibahas. Kemudian 20 Februari 2020, tiga fraksi yaitu PPP, PKS dan Gerindra mengusulkan agar RUU Minol dilanjutkan pembahasannya. 

Polemik RUU Larangan Minuman Beralkohol ini disebabkan adanya perbedaan sudut pandang/paradigma. Dikutip dari liputan6.com, (19/11/202) Firman Subagyo anggota Baleg DPR dari Fraksi Golkar tidak setuju dengan RUU Larangan Minol. Beliau mengatakan bahwa prinsip UU tidak boleh ada diskriminasi. Minol digunakan untuk ritual keagamaan, wisatawan, dan jika di konsumsi tidak secara berlebihan tidak berisiko pada kematian. 

Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Pakar Hukum Pidana UII Muzakkir. Beliau berpendapat bahwa Minol sejajar dengan narkoba. Yang sama memiliki dampak luar biasa. Demi memproteksi masyarakat dari Minol maka beliau setuju sekali jika RUU Minol diinisiasi masuk dalam UU.

Paradigma Seorang Muslim

Paradigma berfikir seorang muslim wajib dibangun dari aqidah Islam. Berfikir dengan kaidah Islam. Berlandas pada Al Quran dan as Sunnah. Dan berfikir yang demikian akan membebaskan seorang muslim dari karakter jahiliyah.

Berfikir berlandas aqidah Islam dalam muamalah dengan menjadikan halal haram sebagai standarnya. Jika halal dilakukan. Jika haram ditinggalkan. Jika subhat dipilih yang dekat dengan kebenaran, jika tidak maka ditinggalkan. Dan kaidah berfikir demikianlah yang seharusnya di miliki seorang muslim. Dengan demikian tidak terjadi perbedaan yang diametral antara tindakan/amal dengan syariat Allah SWT.

Bagaimana Mensikapi Minol?

Tidak ada polemik seputar Minol ditengah umat Islam jika paradigma berfikirnya berlandaskan aqidah Islam. Paradigma berfikir ini akan menundukkan keinginan dan hajat seorang muslim agar terpenuhi sesuai syariah Islam. Allah SWT telah menerangkan dalam ayatnya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)". Qs. Al Maidah: 90-91.

Dari dua ayat tersebut jelas Allah SWT mengharamkan khamr atau saat ini dikenal dengan minuman beralkohol. Adalah benar bahwa Minol mambawa banyak madhorot sebagaimana yang Allah SWT terangkan pada ayat tersebut. Dari tahun 2008-2018 Center for Indonesian Police Study mencatat ada 840 orang tewas karena meminum miras (wartaekonomi.co.id, 10/5/2018).

Dengan demikian, sikap seorang muslim baik sebagai presiden, menteri, anggota legislatif, yudikatif, PNS, pegawai swasta, pengusaha, pedagang, petani dll adalah sama. Menyatakan keharaman Minol karena Allah SWT telah mengharamkannya. Jadi, Minol ini terkait dengan minuman yang harus mengikuti ketentuan hukum syara'. Adapun jika non muslim membolehkan Minol itu adalah ketentuan  agama mereka. 

Dengan demikian, seorang muslim yang menjabat sebagai pemangku kebijakan seharusnya mendukung larangan Minol. Menolak pelegalan Minol dengan alasan keuntungan duniawi, semisal pabrik Minol menyumbang pajak kepada negara. Seharusnya negara melarang memproduksi, mengkonsumsi mendistribusikan, menyimpan, menjual minuman beralkohol. Dan mencari income lain selain dari komoditi yang diharamkan Allah SWT.

Paradigma Sekuler-Kapitalis

Apabila para pemangku kebijakan ataupun anggota dewan menggunakan paradigma sekuler-kapitalis, mustahil Minol menjadi minuman haram. Paradigma ini memisahkan hukum agama dengan pengaturan kehidupan manusia. Sehingga penganut paradigma ini akan berani melawan hukum Allah SWT. Seperti melegalkan Minol dengan alasan  keuntungan dari hasil penjualan Minol yang besar.

Paradigma sekuler kapitalis ini haram diadopsi seorang muslim. Manfaat bagi seorang muslim tidak diukur dengan materi. Tetapi sesuatu itu bermanfaat jika menjadikan seorang muslim mendapatkan ridho dan pahala Allah SWT. Dan sesuatu yang tidak bermanfaat adalah sesuatu yang diharamkan Allah SWT dan jika di gunakan mendatangkan dosa. 

Khatimah

Dari uraian diatas, maka amat sulit mewujudkan UU yang sesuai hukum syariah. Selama sistem sekuler kapitalis dengan politik demokrasi menjadi pijakan negara ini. Jadi harapan seorang muslim bahkan non muslim untuk dapat hidup dengan peraturan yang menyelamatkan di dunia dan di akhirat hanyalah pada sistem Islam. Sistem yang mengatur urusan manusia sesuai dengan ketentuan al khaliq -pencipta manusia-. Yakni sistem Khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Wallahua'lam bis showwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah