يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Jumat, 13 Mei 2022

LGBT Penyimpangan Berfikir Tentang Pelampiasan Seksual

LGBT diperbincangkan publik. Momentnya mengambil unggahan podcast Dedy Corbuzier yang berisi diskusi Dedy Corbuzier dengan pasangan gay. Satu laki-laki dari Indonesia, satunya laki-laki dari Jerman. Dua laki-laki ini menikah di Jerman, disana LGBT legal. 

Bagaimana perasaan dan pikiran kita saat mendengar pernikahan sesama jenis ini? Jawaban atas pertanyaan ini bisa menjadi identitas keimanan, kemanusiaan dan kenormalan kita sebagai manusia.

LGBT, Penyimpangan Berfikir

Manusia dari penciptaan pertamanya yakni Nabi Adam As hingga manusia terakhir yang dicipta Allah SWT, dikarunia potensi yang sama. Termasuk manusia yang hidup saat ini. 

Syekh Taqiyuddin an Nabhani menyebutkan ada 3 potensi yang ada pada manusia yaitu akal, naluri (naluri beragama, naluri melestarikan jenis, naluri mempertahankan diri) dan kebutuhan jasmani. 

Perilaku manusia dari dahulu hingga sekarang adalah sama, yaitu hidup untuk memenuhi potensinya tersebut. 

Akal, adalah potensi berfikir. Dalam Al Qur'an orang yang mau berfikir  disebut dengan ulul albab (QS. Ali Imran: 90-91). Orang yang berfikir akan bertindak dan berbicara sesuai dengan hasil berfikirnya. 

Kalau manusia sudah tidak berfikir lagi atau hilang potensi akalnya sedang badannya masih sehat, nyawanya masih ada, maka ia disebut dengan orang gila/hilang akal.

Dengan demikian, seseorang melakukan LGBT itu sesuai hasil berfikirnya. Artinya, hasil berfikirnya orang tersebut menyatakan LGBT itu boleh. 

Bagaimana orang tersebut bisa sampai pada hasil berfikir yang demikian? 

Orang bisa berfikir itu bila ada fakta -objek- yang dipikirkan, informasi atas  hal yang dipikirkan/diinderanya itu. Dan Informasi tersebut bisa berupa ilmu pengetahuan, berita, info berkaitan hal yang dipikirkan tersebut. Informasi-informasi ini kemudian terserap dan tersimpan di dalam otak.  

Ketika seseorang dalam dirinya muncul muyul -kecenderungan- pada sesama jenis, akal dia akan berfikir. Hatinya akan merenung. Nafsunya akan berbicara. Karena setiap perkara yang keluar dari fitrahnya itu akan meresahkan.

Saat informasi-informasi di dalam otak yang tersimpan adalah pengetahuan bahwa LGBT itu boleh, LGBT bagian dari HAM, rekaman hasil melihat video LGBT, berita pro LGBT, sedangkan pengetahuan agama tentang haramnya LGBT  tidak ada di otaknya -karena tidak mau mencari tahu atau pura-pura melupakan agama- maka pada saat itu dalam diri seseorang akan bergejolak. Pemikiran, perasaan, nafsu, bertempur. Hasil dari proses berpikirnya adalah pemikiran yang terealisasi dalam tindakan yang dilakukannya. 

Jadi, penyimpangan yang terjadi pada pelaku LGBT adalah penyimpangan dalam berfikir orang tersebut tentang pelampiasan seksual.  

Seseorang melampiaskan seksualnya atau tidak, itu pilihan. Seseorang melampiaskan seksualnya pada lawan jenis atau sesama jenis, itu pilihan. Seseorang melampiaskan seksualnya melalui pernikahan yang sah atau tidak, itu pilihan. Pilihan itu jatuh pada yang mana, ditentukan berfikirnya orang tersebut. 

Selama ia berfikir ada faktor selain informasi yang tersimpan di dalam otak yang mempengaruhi keputusannya. Yaitu faktor iman, nafsu dan bisikan syetan. Jika iman yang menang maka keputusannya akan benar. Adapun jika nafsu dan bisikan syetan yang menang, maka keputusan yang dihasilkan salah. Dan inilah yang terjadi pada pelaku LGBT. 

Mengatasi LGBT

LGBT itu perilaku keluar fitrah, buah dari penyimpangan berfikir. Sebagaimana pemikiran yang bisa ditularkan kepada yang lainnya, demikian pula LGBT ini. Misalkan ada satu pelaku LGBT disuatu kota, ia bisa menularkan ke seantero jagad. Entah bermedia medsos ataupun lainnya. Buktinya, fakta LGBT saat ini yang telah mendunia.

Dengan demikian, mengatasi LGBT tidak cukup individu. Dibutuhkan kerjasama semua pihak dari level individu, keluarga, masyarakat, negara hingga sistem kehidupan.

Pertama, Individu. Individu harus sadar diri. Bahwa ia adalah makhluk. Makhluk berarti akan mati. Dan ada pencipta yang menciptakannya. Kesadaran ini adalah hal pertama yang harus dimiliki individu. 

Kasus kaum Nabi Luth yang juga berperilaku LGBT adalah buah kesombongannya yang tidak mau mengakui adanya Al Khaliq -Allah SWT-. Sehingga mereka berbuat semaunya. Pun demikian juga dengan manusia saat ini. Hanya saja, saat ini menggunakan istilah HAM, kekebebasan. Inilah ajaran yang menjadikan manusia sombong tidak mau taat pada Allah SWT. Maunya bebas, seolah dunia dan seisinya diciptakan manusia. Astagfirullah.

Kedua, Keluarga. Fungsi keluarga sebagai tempat tarbiyah/ pendidikan pertama dan utama, membentuk generasi shalih shalihah harus diwujudkan para orang tua. Anak cerminan orang tuanya. Mau hasil cerminan yang lebih baik atau lebih buruk, ditentukan keseriusan orang tua dalam membina, mendidik anak-anaknya. 

Sejak kecil anak harus diajarkan ajaran yang benar. Sehingga anak paham, kalau laki-laki harus berperilaku seperti laki-laki, kalau perempuan ya berperilaku sebagai perempuan. Sehingga tidak menyimpang cara berfikirnya, dan benarlah seluruh pemenuhan naluri dan hajat hidupnya.

Ketiga, masyarakat. Ada banyak hal yang bisa dilakukan masyarakat. Dari amar ma'ruf nahi munkar akan haramnya LGBT, hingga muhasabah kepada penguasa agar membuat kebijakan akan haramnya LGBT dan tindakan tegas kepada pelakunya.

Keempat, negara. Dengan kekuasaan negara memiliki power untuk memberantas LGBT. Banyak tokoh telah memberikan masukan atas persoalan LGBT. Pemerintah harusnya segera merespon. Dan tidak membiarkan kasus LGBT ini mengular panjang tanpa kejelasan hukum di negara yang berhukum. Hal yang harus tidak dilupakan, bahwa pemerintah memiliki tanggungjawab untuk menyelamatkan rakyatnya dari siksa di akhirat.

Kelima, sistem kehidupan. Adanya 31 negara yang melegalkan LGBT (suara.com, 10/5/2022) menunjukkan bahwa sistem kehidupan saat ini adalah sekuler-kapitalisme. Yaitu sistem yang memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi individu untuk berperilaku. Sistem yang demikian tentunya tidak benar. 

Maka, agar LGBT dan kerusakan lainnya tidak terjadi maka sistem kehidupan ini harus diganti. Diganti dengan sistem kehidupan yang mendatangkan berkah dan rahmat (QS: Al A'raf: 96). Itulah sistem Islam. Sistem yang menjadikan manusia berfungsi sebagaimana tujuan penciptaannya manusia (QS. Az Zariyat: 56). Sistem yang memanusiakan manusia, melindungi manusia dari kesesatan yang lebih sesat dari binatang (QS: Al A'raf: 179). Biidznillah. 

Khatimah

Dunia memang tidak akan kosong dari kekeliruan. Manusia sudah di nashkan sebagai insan tempat salah dan lupa. Tapi ada Islam yang telah diturunkan sang pencipta alam semesta beserta isinya -Allah SWT- sebagai dien/agama. Jadi, jangan teruskan kekeliruan berfikir kalian wahai kaum LGBT. Taubatlah, pelajarilah dinul Islam. Jadilah pemenang dengan meninggalkan LGBT. 

Wallahua'lam bis showwab.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah