Yang menjadikan penulis ikut iba, bahwasanya mayoritas kalangan muda yang gagal melunasi tagihan paylaternya adalah anak muda usia di bawah 19 tahun. Dan mereka ini belum berpenghasilan. MasyaAllah, belinya memang enak tinggal pencet. Membayarnya itu butuh kerja guys.
Tak Punya HP Lebih Aman
Sepengamatan penulis, mereka, para orang tua yang tidak mengenal berbagai aplikasi di smartphone itu aman. HP mereka, HP jadul yang hanya bisa untuk SMS dan telfun. Mereka bergerak riel, tidak sibuk pencet HP, mereka bertransaksi jual beli riel. Dan hidup tenang dengan yang riel-riel. Tidak mengenal paylater itu aman bagi mereka.
Beda dengan para orang tua atau generasi muda yang smartphonenya sudah berisi banyak aplikasi. Tiap menit bisa pencet HP. Browsing ini itu. Ketemu marketplace, ada paylater, kesensem dengan berbagai promo, tergiur, nafsupun mendorong-dorong untuk beli.
Akal sehat untuk berfikir apakah produk itu benar-benar kebutuhan atau bukan, hanya mengejar kemewahan dan keinginan atau tidak, sesuai tidak dengan kantong, bunga itu halal atau haram, mondar mandir dengan HP ditangan, tanpa perenungan lebih, ditabrak semua itu.
Dan parahnya, nafsu dan setan tidak cukup menjebak mangsanya dengan beli 1 produk. Mereka terus membujuk-bujuk untuk browsing lagi, browsing lagi, beli lagi, beli lagi. Akhirnya, beberapa bulan kemudian, vertigo melihat tagihan paylater menumpuk. Payah deh!
Jebakan Itu Guys
Bila guys-guys yang membaca tulisan ini seorang muslim, lirik dong, oh perhatikan deh, ketentuan bertraksaksi dalam Islam. Masak sholatnya jalan, terus berekonomi tidak pakai Islam?. Praktek demikian ini masuk amalnya orang sekuler. Tidak boleh ya!
Dalam Islam itu wajib bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Makan, minum, tidur, BAB, BAK, mandi, berpakaian, merawat badan luar dalam, pendidikan, dan menjaga kesehatan akal, jiwa dan raga. Nah untuk kebutuhan ini harus dipenuhi.
Membeli produk-produk untuk kebutuhan ini adalah wajib. Namanya wajib berarti harus dipenuhi dengan jalan yang halal guys. Beli sabun boleh hutang, tapi kalau ada bunganya ya tidak boleh. Itu tambahan harga adalah riba.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبٰوا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِى يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰوا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ۚ فَمَنْ جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهِۦ فَانْتَهٰى فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولٰٓئِكَ أَصْحٰبُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خٰلِدُونَ
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqara: 275)
Kecuali dalam aqad jual beli itu jelas disebutkan harga tunai 5.000. Harga hutang 10.000. Yang demikian boleh. Jadi, ketika belinya hutang, waktu bayar ya 10.000, tidak ada tambahnnya.
Berikutnya, beli sabun itu untuk perawatan sekaligus kesehatan. Jadi perhatikan fungsinya. Jangan merk nya. Jangan terjebak promosi dan yang mahal- mahal tapi perhatikan fungsinya, manfaatnya, keamanannya, kebutuhannya, kehalalannya dan kantongnya.
Sampai pembahasan ini, disistem paylater itu silahkan dicek. Jika ada ketentuan dari paylater yang melanggar syariah, ya jangan pakai itu aplikasi.
Ya, memang memudahkan transaksi online itu. Sambil rebahan bisa beli ini itu. Bahkan produk diantar kurir. Enak banget.
Memang begitulah, strategi pemasaran untuk menarik pembeli. Kalau tidak bisa mengerem itu nafsu, seolah yang dibeli kebutuhan padahal itu keinginan. Nah, jika sudah begini, jadilah pengidap konsumerisme. Dan siap-siap sesak dada melihat tagihan hutang di paylater. Dan tentunya dosa riba atau bunganya juga. Ngerikan!
Alokasikan Uang Dengan Benar
Bagi kalangan muda yang belum berpenghasilan, simpatilah pada orang tua kalian. Mereka mikirin sekolah kalian, makan kalian, pakaian kalian, dll untuk kalian sampai banting tulang, eh maksudnya bukan tulangnya dibanting-banting. Tapi tenaga, pikiran dicurahkan untuk bisa memenuhi kebutuhan sekeluarga.
Jadi, jangan sampai kalian menambah pengeluran mereka dengan tagihan paylater kalian. Tapi tambahlah penghasilan orang tua dari jerih payah kalian. Pasti mereka senang, apalagi jika kalian shalih shalihah pasti bangga banget mereka.
Dan untuk generasi muda dan para orang tua dengan kecukupan harta, harus pandai memenej uangnya. Uang itu harus teralokasi untuk menunaikan perintah Allah SWT. Yaitu untuk mencukupi kebutuhan primer pribadi dan keluarga yang menjadi tanggungjawab nafkah. Dari pangan, papan, pakaian, pendidikan, dan kesehatan. Memenuhi perintah agama atas harta itu, seperti untuk haji, umrah, zakat, sedekah, infaq, wakaf, berkurban dan lain-lain dari pelaksanaan perintah agama yang membutuhkan uang.
Adapun jika kebutuhan primer sudah tercukupi, baru melirik ke kebutuhan sekunder. Berikutnya ke kebutuhan tersier.
Jadi, harta yang Allah SWT titipkan benar-benar teralokasikan dengan tepat. Sehingga nanti di yaumul hisab ketika ditanya dari mana hartamu, untuk apa hartamu bisa dijawab dengan benar.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
اِنَّمَاۤ اَمْوَا لُـكُمْ وَاَ وْلَا دُكُمْ فِتْنَةٌ ۗ وَا للّٰهُ عِنْدَهٗۤ اَجْرٌ عَظِيْمٌ
"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar." (QS. At-Taghabun 64: 15)
Semoga yang membaca tulisan ini, dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam golongan orang-orang yang dilapangkan riskinya, dialokasikan harta itu dengan benar, selamat dari fitnah harta di dunia dan di akhirat. Aamiin
Khatimah
Akhir zaman antara halal dan haram makin samar. Ekonomi ribawi dengan berbagai bentuknya, termasuk paylater. Untuk selamat dari itu hanyalah dengan belajar. Belajar tentang agama ini, belajar yang kaffah, itulah yang benar. Wallahua'lam bis showwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar