Media saat ini tidak sebatas media cetak, media elektronik, tapi ada juga media sosial. Dengan demikian, bisa disebut, hampir seluruh rakyat pemilik media, walau itu hanya akun whatsapp atau lainnya.
Media sebagai sarana penyebar informasi tentu wajar jika media mendapatkan posisi khusus. Baik bagi pemerintah sebagai penyelenggara pemilu, partai politik, maupun para kontestan pemilu.
Masing-masing pihak punya misi dalam pemanfaatkan media. Demikian pula perusahaan media itu sendiri. Akankah sejalan misi masing-masing dari mereka dengan misi perusahaan media? Atau misi perusahaan media takhluk dengan iming-iming cuan politik atau nafsu perusahaan?
Media Di Alam Demokrasi
Kata memiliki kekuatan. Kekuatan kata bisa menutupi kebusukan, demikian pula kata bisa mengungkap wewangian.
Kata yang ditulis di media atau kata yang diucapkan manusia bisa viral mendunia. Maka tidak keliru bila dari 'kata' bisa menguncang dunia.
Mau menguncang dunia dengan kebenaran atau kebatilan, itu dua-duanya di alam demokrasi difasilitasi. Karena kebebasan berbicara/berpendapat merupakan salah satu pilar demokrasi.
Tidak ada batas geografis antara haq dan batil. Yang ada marger haq dan batil. Selama ada kemanfaatan, kepentingan dan ada pundi-pundi rupiah maka bisa jadi konten media.
Jadi wajar, jika banyak konten yang mendidik, religius, tapi juga banyak konten haram, berita hoaks, pernyataan cacian, hingga media jadi alat penghapus kejahatan. Itulah pemanfaatan media di alam demokrasi.
Kebenaran menjadi buram di sistem demokrasi-kapitalisme ini. Hal itu karena alat ukur benar dan salah tidak disandarkan pada Tuhan (Allah subhaanahu wa ta'ala) dan firman-firmanNya, melainkan bersandar pada akal dan kadang menihilkan nurani. Inilah yang mendorong terjadinya kecacatan integritas dan moral dimana-mana.
Media Dalam Islam
Media sebagai alat atau benda maka berlaku atasnya kaidah ushul bahwa hukum asal benda adalah mubah. Maka pemanfaatan media hukumnya mubah atau boleh.
Media sebagai sarana komunikasi dan informasi maka terkategori madaniyah. Yaitu produk teknologi yang dihasilkan manusia dan tidak dipengaruhi hadharah (pandangan hidup) tertentu.
Maka umat Islam boleh menggunakan media cetak, media elektronik, media sosial walaupun dimasa Nabi Muhammad shallallaahu 'alahi wa sallam hal itu belum ada.
Islam berbeda dengan demokrasi-kapitalisme. Islam hanya menegakkan yang haq dan menumpas kebatilan. Mencampur adukkan keduanya juga tidak boleh.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَـقَّ بِا لْبَا طِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَـقَّ وَاَ نْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 42)
Negara dalam sistem Islam akan membolehkan berdirinya perusahaan media, selama sejalan dengan aqidah Islam. Karena media dalam Islam bukan semata sarana komunikasi dan informasi. Tapi juga berfungsi sebagai sarana dakwah. Sarana amar makruf dan nahi mungkar.
Maka dalam pemanfaatan media hanya untuk menyebarkan kebaikan/kebenaran dan untuk mencegah kemungkaran. Sehingga tidak dibenarkan media digunakan untuk menyebarkan konten-konten haram, berita-berita hoaks, menyebarkan ajaran-ajaran sesat ataupun dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis golongan tertentu.
Hukum asal pemanfaatan media yang mubah ini bisa berubah jadi haram jika media tersebut dimanfaatkan untuk hal yang haram. Kekhilafahan Islam (nama negara dalam sistem Islam) akan memberikan aturan yang tegas terkait media ini. Karena keberadaan negara dalam Islam berfungsi untuk menjaga tegaknya syariah Islam dan terwujudnya Islam yang rahmatan lil 'alamiin.
Khatimah
Bila saat ini kita hidup di alam demokrasi, bukan menjadi alat pembenar untuk sekuler dalam bermedia. Karena hisabnya atas pemanfaatan media tersebut. Maka, hati-hatilah!
Wallahua'lam bis shawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar