Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
إِنَّمَا ٱلتَّوۡبَةُ عَلَى ٱللَّهِ لِلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلسُّوٓءَ بِجَهَٰلَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَٰٓئِكَ يَتُوبُ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمۡ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
"Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 17)
Apabila dibahasakan dengan kalimat lain yang masih semakna kandungannya, Allah subhaanahu wa ta'ala itu menyindir: "Jika kamu memang benar-benar bodoh atau jahil atau tidak tahu ilmu, maka kalau melakukan kejahatan atau kekeliruan, segeralah bertaubat. Jangan terus melakukan kejahatan atau kemaksiatan. Maka taubat orang inilah yang akan diterima, biidznillah".
Ayat itu juga menyindir hamba-hambaNya, "Apa kamu orang tidak tahu ilmu sehingga berbuat kejahatan atau maksiat?. Sungguh tidak pantas bagi orang yang tahu ilmu melakukan kejahatan atau kemaksiatan!".
Ayat itu berarti juga sindiran bermuatan motivasi kepada hamba-hambaNya, "Untuk belajarlah, menuntut ilmulah, agar kamu tidak melakukan kejahatan atau kemaksiatan".
Ayat itu berarti sindiran kepada hamba-hambaNya, "Untuk memiliki rasa malu, apabila sudah tahu ilmunya, sudah mengerti hukumnya, kemudian masih dengan sengaja melakukan kejahatan atau kemaksiatan".
Dan di akhir ayat itu, Allah subhaanahu wa ta'ala menyebutkan asmaNya عَلِيمًا حَكِيمًا.
Allah Maha Mengetahui Maha Bijaksana.
Allah subhaanahu wa ta'ala Maha Mengetahui, kejahatan atau kemaksiatan yang dilakukan hambaNya itu karena ia memang bodoh atau tidak tahu ilmu atau tidak mengerti, atau tahu ilmu tapi melanggarnya, itu Allah subhaanahu wa ta'ala mengetahuiNya. Dan dengan pengetahuan Allah subhaanahu wa ta'ala itulah, Ia (Allah subhaanahu wa ta'ala) akan memutuskan menerima taubat hambaNya ataukah tidak.
Allah subhanahu wa ta'ala Maha Bijaksana, dengan kebijaksanaanNya, ia tidak akan zalim dalam memutuskan menerima taubat hambaNya ataukah tidak. Dengan kebijaksanaanNya, seorang hamba memiliki peluang untuk diampuni dosa-dosanya dan diterima taubatnya. Kecuali dua golongan yang disebutkan di ayat berikut ini:
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَيۡسَتِ ٱلتَّوۡبَةُ لِلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلسَّيِّئَاتِ حَتَّىٰٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ إِنِّي تُبۡتُ ٱلۡئَٰنَ وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمۡ كُفَّارٌ ۚ أُوْلَٰٓئِكَ أَعۡتَدۡنَا لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمًا
"Dan tobat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, "Saya benar-benar bertobat sekarang." Dan tidak (pula diterima tobat) dari orang-orang yang meninggal, sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan azab yang pedih." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 18)
Selama belum diujung sakaratul maut, taubat seorang muslim, diterima Allah subhaanahu wa ta'ala, biidznillah. Adapun orang-orang kafir dan meninggal dalam kekafiran, maka tiada ampun bagi mereka.
Khatimah
Apabila kita bertaubat, semoga kita bertaubat dari kemaksiatan atau kejahatan yang kita tidak mengetahui ilmunya. Dan taubat itu diterima Allah subhaanahu wa ta'ala. Aamiin.
Dan jika kita bertaubat dari kemaksiatan atau kejahatan yang kita mengetahui ilmunya kemudian kita langgar, semoga Allah subhaanahu wa ta'ala tetap menerima taubat tersebut. Aamiin.
Wallahua'lam bis shawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar