يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Rabu, 31 Juli 2024

Senang dan Tidak Senang, Pada Apa?

Keunikan Islam yang muncul dari pancaran aqidah Islam akan banyak sekali kita jumpai. Salah satunya adalah penempatan rasa cemburu. 

Cemburu yang dalam KBBI diartikan dengan merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung dan sebagainya, nah, akan kita dapati pemaknaan yang berbeda dalam Islam.

Cemburu sebagai ungkapan perasaan, dalam perspektif Islam harus dikembalikan kepada aqidah Islam. Dimana, keimanan kepada Allah subhaanahu wa ta'ala menuntut untuk menstandarkan cemburu atau tidak cemburu, senang atau tidak senang, kepada apa yang disenangi dan tidak disenangi Allah subhaanahu wa ta'ala.

Konsep ini menyatukan pemikiran, perasaan dan perbuatan pada satu titik akhir yang harus diraih seorang mukmin yaitu rida Allah subhaanahu wa ta'ala. Dan meraih rida Allah subhaanahu wa ta'ala adalah capain tertinggi seorang hamba. 

Apa Yang Allah Subhaanahu wa ta'ala Senangi dan Tidak Senangi?

Kutipan ayat-ayat berikut bisa mewakili pencarian kita, pada apa Allah subhaanahu wa ta'ala menempatkan rasa senangNya.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

"... Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 195)

... إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ

"...Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang adil." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 42)

... ۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

"... Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 93)

... ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَّقِينَ

"... Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang bertakwa." (QS. At-Taubah 9: Ayat 4)

... ۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُطَّهِّرِينَ

"... Allah menyukai orang-orang yang bersih." (QS. At-Taubah 9: Ayat 108)

Adapun kutipan ayat-ayat berikut ini, akan menunjukkan kepada kita, pada apa saja Allah subhaanahu wa ta'ala menempatkan rasa tidak senangNya.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

... ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ

"... Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 190)

... فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡكَٰفِرِينَ

"... Maka sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang kafir."" (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 32)

... ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ

"...Dan Allah tidak menyukai orang zalim." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 57)

... إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالًا فَخُورًا

"... Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri," (QS. An-Nisa' 4: Ayat 36)

... ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا

"... Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat dan bergelimang dosa," (QS. An-Nisa' 4: Ayat 107)

لَّا يُحِبُّ ٱللَّهُ ٱلۡجَهۡرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ ۚ ...

"Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. .." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 148)

... ۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ

"... Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 64)

... ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ

"... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan," (QS. Al-An'am 6: Ayat 141)

... ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ

"... Sungguh, Allah tidak menyukai setiap orang yang berkhianat dan kufur nikmat." (QS. Al-Hajj 22: Ayat 38)

... ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ

"... Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri."" (QS. Al-Qasas 28: Ayat 76)

... ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ

"...Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qasas 28: Ayat 77)

Muqallid Pada Allah subhaanahu wa ta'ala, Mampukah?

Muqallid istilah yang disematkan pada orang-orang yang mengikuti pendapat orang lain. Dalam pembahasan ini, bukan menjadi pengikutnya manusia, tapi mengikuti penempatan rasa senang dan tidak senangNya Allah subhaanahu wa ta'ala. Menjadi muqallidnya Allah subhaanahu wa ta'ala.

Apa yang Allah subhaanahu wa ta'ala tidak senangi, menjadi ketidaksenangan kita sebagai hambaNya. Apa yang Allah subhaanahu wa ta'ala senangi, menjadi kesenangan kita sebagai hambaNya.

Inilah penempatan rasa, hasil dari keimanan kepada Allah subhaanahu wa ta'ala. Apabila seseorang sudah sampai pada derajat ini, bukan saja akhlaq mulia yang terpanjar dari hamba tersebut, tapi ia bisa menjadi manusia yang membawa rahmat. 

Bukti akan hal itu bisa dilihat pada diri Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Beliau menjadi rahmat bagi semesta alam. 

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً لِّلۡعَٰلَمِينَ

"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 107)

Adapun kita sebagai manusia biasa, wajar bila kita mengatakan atau menjudgment diri pribadi bahwa teramat sulit untuk menempatkan rasa senang atau tidak senangnya kita sebagaimana kutipan ayat di atas. Karena, ada nafsu, ada hasrat, ada ambisi dalam diri. 

Inilah yang kadang membuat seseorang senang dengan sesuatu yang tidak disenangi Allah subhaanahu wa ta'ala. Dan kadang tidak senang dengan apa yang disenangi Allah subhaanahu wa ta'ala. Kadang tidak senang dengan hal-hal berbau taqwa, kadang senang dengan dusta, kadang senang berbuat atau melihat kezaliman, kadang senang dengan kemunkaran dan kesalahan penempatan rasa lainnya. 

Adapun ditingkat keluarga, kadang ada kepala keluarga yang tidak cemburu atau cuek saja atau malah senang melihat istrinya atau anaknya melanggar syariah Islam semisal tidak berhijab, berkhalwat dengan lawan jenis atau maksiat lainnya. Laki-laki yang demikian ini terkena sifat dayyuts. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" Tiga jenis manusia yang Allah haramkan atasnya surga, yaitu peminum khamr, pendurhaka (kepada orang tuanya), dan dayyuts yaitu orang yang merelakan kekejian dalam keluarganya" (HR. Bukhari)

Di luar hubungan dengan sesama manusia, ada lagi peluang kesalahan penempatan rasa pada seorang muslim. Semisal senang atau tidak cemburu, saat hukum-hukum Allah subhaanahu wa ta'ala atau syariahNya dilupakan manusia. Malah ia senang dengan penerapan aturan yang sekuler dan liberal.

Ada Hisab Atas Rasa

Rasa salah satu amal hati. Sebagaimana amal lahiriah yang terkena hisab, maka atas rasapun ada hisabnya. 

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

 ۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡئُولًا

"...Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 36)

Dengan demikian, jangan dilalaikan hati kita dari mengingat Allah subhaanahu wa ta'ala. Bisa dengan menunaikan ibadah wajib ataupun sunnah. Dengan mengingatNya selalu, Allah subhaanahu wa ta'ala akan menghantarkan hati hambaNya tersebut sesuai dengan keridaanNya.

Khatimah

Semoga Allah subhaanahu wa ta'ala membimbing kita dalam menempatkan rasa. Sehingga bisa sesuai dengan apa yang diridaiNya. Aamiin aamiin yaa rabbal'aalamiin.

Wallahua'lam bis shawaab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah