Pertama, tragedi di luar negeri, yakni di Itaewon Korsel dalam peringatan Halloween memakan korban lebih dari 100 nyawa. Hiburan menyeramkan dan berakhir menyeramkan. (https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/31/093000265/tragedi-halloween-itaewon-ini-penyebabnya-menurut-teori-warga?page=all)
Kedua, di dalam negeri, ada Festival Berdendang Bergoyang. Pesta joget ini diikuti ribuan penonton, mereka rela berdesakan demi bisa joget. Sampai-sampai ada yang luka badan hingga pingsan karena berdesakan. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221108124237-12-870965/polisi-dalami-motif-tersangka-berdendang-bergoyang-cetak-27-ribu-tiket)
Dua hiburan yang sama-sama di organisir dan menghasilkan keuntungan bagi EO nya. Artinya 2 hiburan tersebut telah menjadi bagian dari komoditas industri.
Ketika Hiburan Menjadi Komoditas Industri
Prinsip industri adalah prinsip mencari keuntungan. Dalam sistem demokrasi-kapitalisme tidak ada batasan produk/komoditas yang dikomersilkan. Selama itu ada pembeli, selama itu menguntungkan maka akan diproduksi.
Maka tidak aneh jika hiburan masuk komoditas yang dikomersilkan. Dan apapun jenis hiburan disistem demokrasi-kapitalisme ini adalah legal, boleh diselenggarakan, asal memenuhi ketentuan umum tanpa melihat ketentuan agama.
Ketentuan umum itu contohnya sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno, ketika memberikan perhatiannya atas peristiwa Festival Berdendang Bergoyang.
Beliau menyebutkan bahwa setiap upaya untuk membangkitkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, harus sejalan dengan tujuan yang baik dan mengedepankan 4 prinsip yaitu; keselamatan, kesehatan, kebersihan, dan keberlanjutan lingkungan.(https://www.megatrust.co.id/2022/11/02/berkaca-dari-tragedi-itaewon-dan-berdendang-goyang-sandiaga-uno-eo-jangan-aji-mumpung/)
Ketentuan umum ini minus ketentuan agama. Sehingga komentar atas tragedi Festival Berdendang Bergoyang seputar pelanggaran atas prinsip keselamatan penonton, mengabaikan kesehatan penonton karena covid belum khatam. Tidak melihat bahwa di dalamnya ada ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), banyak wanitanya yang membuka aurat, musiknya dan lagu-lagunya melalaikan dari mengingat Allah SWT, dan tidak jarang festival seperti itu nihil dari para pemabuk. Dan semua kondisi ini adalah dilarang dalam Islam.
Jadi, ketentuan umum saja tidak cukup. Karena negara ini berketuhanan Yang Maha Esa, maka sudah sewajarnya dan seharusnya dalam setiap ketentuan yang dibuat tidak melepaskan dari sila 1 Pancasila tersebut.
Usul saja, tujuan yang baik dan 4 prinsip yang disampaikan oleh Menparekraf untuk disempurnakan menjadi begini bunyinya, " Setiap upaya untuk membangkitkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif harus sejalan dengan tujuan yang baik yaitu meraih ridho Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa) dan mengedepan 6 prinsip yaitu; keimanan, ketakwaan, keselamatan, kesehatan, kebersihan, dan keberlanjutan lingkungan".
InshaAllah jika demikian bunyinya, dan didukung oleh pelaksanaan yang benar, dari hiburanpun bisa mendatangkan pahala. Bukankah ujung dari kehidupan ini adalah kembali keharibaanNya? Maka bagaimana bisa manusia melepaskan perbuatannya dengan agama?
Hiburan dalam Islam
Islam membolehkan hiburan. Hukumnya mubah. Artinya dikerjakan atau ditinggalkan sama-sama boleh. Hukum mubah ini akan berlaku jika hiburan tersebut di dalamnya tidak melanggar syariah Islam.
Islam membolehkan gurauan, bercanda, melawak. Tapi gurauan yang tidak mengandung ejekan atau olok-olokan, celaan, tidak mengandung dusta, tida mengandung hal yang menakut-nakuti (halloween selain bukan budaya Islam juga mengadung unsur menyeramkan) .
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰىٓ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّنْ نِّسَآءٍ عَسٰىٓ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقٰبِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمٰنِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَأُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 11)
Islam membolehkan rekreasi. Rekreasi untuk mentafakkuri (memikirkan) alam semesta. Jadi bukan hanya menikmati keindahan alam, tapi memikirkan kemahakuasaan Allah SWT. Sehingga setelah rekreasi/rihlah menjadikan seorang fresh dan semakin beriman dan bertakwa.
Islam membolehkan musik. Manusia dikarunia rasa, maka wajar jika manusia bernyanyi. Lantunan musik yang dibolehkan disini adalah berisi lirik-lirik lagu yang mengingatkan manusia untuk ingat sama Allah SWT, memuji keagunganNya, bersholawat kepada Nabi SAW, menjaga alam semesta, lirik-lirik yang menjadikan manusia menyadari siapa dirinya sehingga pendengarnya jadi semangat menjalani kehidupan dan lain-lainya.
Jadi, bukan lirik-lirik lagu yang memuja nafsu, atau membangkitkan nafsu manusia. Karena lirik lagu demikian termasuk percakapan kosong yang menyesatkan manusia dari jalan Allah SWT.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِى لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan."(QS. Luqman 31: Ayat 6)
Selain dari lirik lagu, seorang muslim ketika bermain musik harus memperhatikan dalil-dalil berkaitan dengan hukum penggunaan alat musik. Sehingga tidak keliru memilih alat musik.
Dan ketika ada konser atau festival musik maka haruslah ditujukan untuk tujuan yang diridhoi Allah SWT, memperhatikan 6 prinsip sebagaimana tersebut di atas, tidak ada ikhtilat, terpisah laki-laki dan perempuan, menutup aurat dengan benar.
Demikian lah diantara ketentuan Islam dalam hal hiburan. Dan hal pembeda berikutnya dengan sistem kapitalisme adalah Islam tidak menjadikan hiburan bagian dari komoditas industri. Dalam sistem Islam, negara tidak mengenakan tarif masuk disetiap tempat wisata. Karena mentafakkuri (memikirkan) penciptaan alam semesta adalah bagian dari perintah syara'. Sehingga negara akan memfasilitasinya.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيٰمًا وَقُعُودًا وَعَلٰى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بٰطِلًا سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 191)
Khatimah
Berhibur boleh saja, maka mengapa tidak memilih hiburan yang bisa menjadikan diri ingat kepada Allah SWT? Bukankah hakikatnya hiburan itu untuk menghilangkan lelahnya diri karena urusan dunia? Maka penyembuhnya adalah dengan mencari hiburan yang menjadikan diri sadar akan fananya dunia dan akan kembali kepada Allah SWT. Wallahua'lam bis showwab.