يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label berpikir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label berpikir. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 Agustus 2025

Berpikir Tentang Tuhan

Bila manusia tercipta punya hati, dan hati tempatnya perasaan, maka manusia bisa menilai, ketika lantainya kotor, ia akan mengatakan kotor. Ketika melihat jalanan yang bersih dari sampah, ia akan memujinya. Bersih, indah, nyaman dipandang. Inilah ungkapan hati, ungkapan perasaan. Setiap yang punya hati, ia pasti berkata demikian. Baik dia mengakui adanya Tuhan ataupun tidak. 

Itulah namanya bawaan. Melekat pada diri manusia. Andai, manusia berkenan melanjutkan dengan perenungan. Mengajak akalnya untuk berpikir, berpikir, siapa yang menghadirkan perasaan bawaan yang demikian itu pada dirinya?

Tidaklah perasaan itu dapat di-indera. Tapi manusia merasakan keberadaannya. Tidaklah pula akal dapat di-indera. Tapi manusia melakukan aktivitas berpikir. Tidaklah denyut nadi dalam diri manusia dalam perintahnya. Ia berdenyut mengikuti ketetapan. Ketetapan yang bukan dari dirinya. 

Andai, akalnya terus berpikir, berpikir tentang dirinya. Tentang rambut di kepalanya hingga ujung kakinya. Tentang tumbuh kembang dirinya. Tentang semua potensi jasmaninya. Tidaklah sulit lisanya untuk berkata, " Aku ada, tapi kendali sistem tubuhku bukan di tanganku".

Inilah perjalanan akal, jika ia terus berpikir, ia akan bertanya, " Siapa pemegang kendali sistem tubuhku?" Bila akalnya sehat, ia akan berfikir adanya Tuhan. Dan ia akan melanjutkan berpikirnya hingga menemukan siapa Tuhan yang benar itu?

Bukan semata Tuhan pencipta dirinya. Tapi Tuhan pencipta semesta alam. Jika alam semesta di-ibaratkan sebagai suatu himpunan, maka Tuhan sebagai pencipta alam semesta itu bukan anggota himpunan semesta alam, bukan pula subset (himpunanan bagian) dari semesta alam. Karena jika anggota dan subset dari semesta alam, berarti Tuhan itu makhluk, bukan al khâliq (pencipta) semesta alam.

Dari sini, maka akal yang berpikir bisa menyimpulkan, bahwa Tuhan itu bukan matahari, bulan, pohon, lautan, bintang, apalagi patung. Karena itu semua bagian dari alam semesta. 

Dan jika Tuhan bukan anggota dan bukan pula subset semesta alam, maka logis bila mata manusia tidak bisa menjangkau wujudnya. Bukankah yang di semesta alam ini saja, hanya sedikit yang mampu dijangkau indera manusia? 

Bahkan yang keluar dari dirinya sendiri, seperti wujud kentut, bau, ataupun di luar dirinya seperti angin tidak dapat dilihatnya?. Sampai disini, jadi mudahkan, melogika ketika Tuhan tidak dapat di-indera mata manusia?

Jika manusia terus berpikir, ia akan berkata, "Mataku terbatas, dan bukan aku yang menjadikannya terbatas" 

Semakin sadar dan semakin sadar. Manusia bagian dari alam semesta. Manusia hanyalah makhluk diantara trilyunan makhluk lainnya.

Atas Tuhan Dibutuhkan Iman

Dalam pembahasan Tuhan, maka perangkat inti yang dibutuhkan manusia adalah iman, bukan logika. Logika itu alat untuk menghantarkan pada iman. Bahkan tanpa berlogika dulu, iman pada Tuhan itu bisa. Buktinya adalah anda yang lahir dari keluarga beriman, dijadikan oleh kedua orang tua anda menjadi anak yang beriman. 

Adapun tempat iman itu dalam hati. Sedangkan hati tempatnya perasaan. Bukan semata perasaan untuk menilai bersih atau kotor. Lebih tinggi dari itu, hati bisa menimbang benar atau salah. Maka agar iman tidak dibangun dari perasaan semata, dan bukan suatu kebetulan ketika pada diri manusia diberi software bernama akal, ada maksud dari setiap penciptaan, termasuk akal, yaitu agar manusia berpikir, diantaranya berpikir akan Tuhannya. 

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Tuhan itu bukan anggota dan bukan pula subset semesta alam. Karena Dia pencipta semesta alam, Dia adalah alkhâliq, Dia adalah rabbul 'âlamîn -Tuhan semesta alam-.

Tuhan itu bila berbilang maka diantara mereka pastilah makhluk. Jika makhluk maka tidak bisa disebut sebagai Tuhan. Maka Tuhan itu mengharuskan Dia esa. Keesaan inilah yang menghilangkan peluang Tuhan itu diciptakan. Jadi, Tuhan itu ahad. Tidak beranak, tidak diperanakkan. 

Maha Benar Allah subhânahu wa ta'ala dengan segala firmanNya. Dan kami beriman kepada Allah subhânahu wa ta'ala. Maka catatlah kami ya rabb, sebagai hamba yang beriman. Âmîn yâ rabbal'âlamîn.

Wallâhua'lam bis shawâb.

Kamis, 24 April 2025

Berpikir

Bila manusia berhenti berpikir, maka itu tanda kematian. 

Bisa kematian total yaitu dicabutnya nyawa.

Bisa kematian fungsi akalnya saja, dengan raga yang hidup, sebagaimana yang dialami orang gila.


Berpikirlah selama masih hidup.

Berpikir itu perintah Rabb yang menganugerahi manusia akal.

Aktivitas akal adalah berpikir.

Selama akal tidak dicabut potensinya untuk berpikir, maka ya digunakan untuk berpikir.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَهُمْ يَصْطَرِخُوْنَ فِيْهَا  ۚ رَبَّنَاۤ اَخْرِجْنَا نَـعْمَلْ صَا لِحًـا غَيْرَ الَّذِيْ كُـنَّا نَـعْمَلُ ۗ اَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَّا يَتَذَكَّرُ فِيْهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَآءَكُمُ النَّذِيْرُ ۗ فَذُوْقُوْا فَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ نَّصِيْرٍ

"Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan dahulu." (Dikatakan kepada mereka), "Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun."" (QS. Fatir 35: Ayat 37)


Sebaik-baik berpikir adalah berpikir akan penciptaan alam semesta beserta isinya.

Kemudian memuji alkhaliq penciptanya.

Bahwa semua itu tidaklah diciptakan Allah subhânahu wa ta'ala dengan sia-sia.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَا مًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَا طِلًا  ۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَا بَ النَّا رِ

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka."(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 191)


Setiap apa yang ada di alam semesta ini memiliki nilai.

Walau itu hanya binatang kecil seperti nyamuk. 

Nyamuk bagi orang yang mau berpikir bisa menghantarkan dirinya pada hidayah dan taufiqNya.

Adapun bagi orang yang tidak mau berpikir, malah bisa menghantarkannya pada kesesatan. 


Apa yang diambil nyamuk dari tubuh manusia, tidaklah manusia bisa mengambilnya kembali. 

Ia di kejar, ia terbang.

Kadang berkejaran dengan binatang kecil, demi hasrat ingin membunuhnya.

Diusir, nyamuk lainnya datang, tiba-tiba sudah mengigitnya.


Bila manusia mau berpikir.

Ia akan merasa malu.

Ia akan merasa lemah.

Ia akan merasa lebih kecil dari nyamuk.


Ia akan menemukan hakikat dirinya.

Nyatanya ia tidak bisa mencipta nyamuk.

Nyatanya ia bisa dibuat repot oleh nyamuk.

Nyatanya ia bisa dikalahkan nyamuk.

Nyatanya ia hanya makhluk yang terbatas.


Dari nyamuk, bagi yang mau berpikir akan menemukan ayat-ayat Tuhannya.

Ia akan menemukan kuasa Allah subhânahu wa ta'ala disetiap ciptaanNya.

Dan benarlah bahwa tidaklah ada satupun ciptaan Allah subhânahu wa ta'ala yang dicipta sia-sia.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَسْتَحْيٖۤ اَنْ يَّضْرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوْضَةً فَمَا فَوْقَهَا ۗ فَاَ مَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَـقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۚ وَاَ مَّا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَيَقُوْلُوْنَ مَا ذَاۤ اَرَا دَ اللّٰهُ بِهٰذَا مَثَلًا ۘ يُضِلُّ بِهٖ كَثِيْرًا وَّيَهْدِيْ بِهٖ كَثِيْرًا ۗ وَمَا يُضِلُّ بِهٖۤ اِلَّا الْفٰسِقِيْنَ 

"Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, "Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?" Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik," (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 26)

Mensyukuri nikmat akal adalah dengan menggunakannya untuk berfikir. Berfikir yang benar, sehingga menghantarkan kepada kebenaran. Dan kebenaran itu dari Allah subhânahu wa ta'ala, maka membaca, mentadabburi Alquran sebagai kalamNya itu salah satu cara meraih kebenaran itu.

Wallâhua'lam bis shawâb

Dipun Waos Piantun Kathah