Salah satu politisi partai PAN sekaligus anggota komisi II DPR, Guspardi Gaus menyebut kenaikan itu wajar disesuaikan dengan inflasi. (https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/45936/t/Gaji+PNS+Naik+8+Persen%2C+Guspardi+Gaus%3A+Disesuaikan+dengan+Inflasi)
Apa Tidak Kebalik?
Jika kenaikan gaji untuk beberapa tujuan sebagaimana disebutkan oleh Presiden dalam kutipan di atas, seharusnya kenaikan yang lebih tinggi diterima ASN yang masih aktif, bukan pensiunan.
Apalagi, bila kita ingat, beberapa waktu lalu, Menkeu sempat mengeluarkan statement untuk reformasi bidang pensiun. (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6264513/tahukah-kamu-kenapa-skema-pensiunan-pns-jadi-beban-negara--harus-dirombak/amp)
Nah sekarang kenapa gaji pensiunan dinaikkan dan lebih tinggi dari ASN aktif? Apakah keuangan negara aman-aman saja? Hutang-hutang negara bagaimana?
Gaji ASN Bisa Jadi Mainan Politik
Jika kenaikan gaji sebagaimana komentar anggota DPR di atas, yaitu dilandasi inflasi, maka penetapan gaji demikian bisa turun dan naik. Mengikuti periode inflasi. Padahal, jika gaji sudah dinaikkan sepengetahuan penulis belum ada ceritanya kemudian turun.
Jadi, inflasi seharusnya bukan pendorong kenaikan gaji ASN. Bila alasan inflasi, bisa jadi, gaji ASN disebut beban bagi pemerintahanan berikutnya.
Adapun yang lebih parah lagi, bila besaran gaji ASN didasarkan pada kepentingan golongan atau politik tertentu. Maka negara yang akan dirugikan.
Penentuan kenaikan gaji berdasarkan inflasi adalah turunan dari konsep ekonomi kapitalisme yang menentapkan gaji pada batas minimal kebutuhan seseorang. Atau dikenal dengan istilah upah minimum.
Nah makanya kenaikan gaji ASN yang 8% itu bisa jadi hanya mampu menutup sedikit kebutuhan. Memang begitulah karakter ekonomi dalam sistem kapitalisme.
Penentuan Gaji Dalam Islam
Pegawai negara dalam Islam menjalankan tugas atau pekerjaan bukan semata bekerja. Tapi dibangun dari pemahaman menjalankan pengurusan urusan manusia (rakyat) yang itu beban pelaksanaannya diamanahkan kepada negara. Disemua bidang meliputi politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, pertahanan keamanan. Pembidangan ini untuk memudahkan pelaksanaan riayah kepada rakyat dan spesifikasi job pegawai negara. Jadi pegawai negara adalah khadimul umat (pelayanan umat).
Dengan pijakan pemikiran yang demikian, maka pegawai negara berhak mendapatkan gaji atas jasa yang telah dicurahkannya. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila salah seorang diantara kalian mengontrak seorang pekerja maka hendaknya diberitahukan upahnya" (HR. Ad Daruquthni)
Besaran jasa menjadi standart penentuan gaji. Semakin jasanya bermanfaat untuk banyak orang maka gajinya bisa lebih tinggi.
Jadi, penentu besarnya gaji bukan berdasar jerih payah tenaga yang dicurahkan, tapi jasanya.
Fakta dimasyarakat pun menunjukkan demikian. Upah seorang kuli angkut barang lebih sedikit dibanding gaji seorang menejer. Kemanfaatan jasa seorang menejer lebih luas / lebih besar yakni menentukan hidup matinya perusahan, termasuk keberlangsungan kerja kuli angkut tersebut. Adapun jasa kuli angkut hanya bermanfaat bagi beberapa pihak tertentu. Meskipun secara fisik, tenaganya banyak dikeluarkan.
Dengan demikian, besaran gaji tidak ada kaitannya dengan biaya hidup minimal ataupun inflasi. Sehingga gaji yang diterima pegawai negara bisa sangat mensejahterakan pegawai.
Ambil contoh yang mashur, gaji yang diberikan Khalifah Umar bin Khattab kepada guru perbulan 15 dinar. Jika per dinar 4,25 gram emas, maka 15 kali 4,25 gram sama dengan 63,75 gram emas. Jika per gram 500 ribu rupiah diperoleh gaji Rp. 31.975.000. Jika per-gramnya lebih tinggi dari itu maka lebih besar lagi angkanya. MasyaAllah.
Adapun kenaikan gaji karena inflasi itu bisa tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Kenapa? Karena sistem uangnya pakai emas (dinar) dan perak (dirham). Sehingga kurs uangnya aman karena selalu mengikuti harga emas saat itu. Sehingga gaji pegawai selalu bisa mensejahterakan, biidznillah.
Gaji pegawai negara yang mensejahterakan ini akan bisa dirasakan kembali, bi idznillah, jika tatanan negara dipegang individu beriman bertakwa, taat syariah, sehingga menjalankan amanah kenegaraan berdasarkan syariah Islam. Sehingga menerapkan Islam secara kaffah, sesuai manhaj kenabian. Dan tatanan negara demikian disebut Rasulullah dengan khilafah 'ala minhajin nubuwwah.
Wallahu'alam bis shawwab.