يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label gurun. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gurun. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 Mei 2022

Berkerudung Ala Manusia Gurun, Nggak Open Minded?!

Salah satu pewancara peserta program Dikti yaitu Rektor ITK Budi Santoso Purwakartiko menulis pada akun medsosnya bahwa "Dua belas mahasiswi yang diwawancarai tidak ada satupun yang menutup kepala ala manusia gurun sehingga otaknya benar-benar open minded" (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220430172500-20-791837/itk-buka-suara-usai-rektor-sebut-hijab-peserta-lpdp-manusia-gurun)

Menuai Reaksi

Postingan terkait berita tersebut di web cnnindonesia.com  menuai puluhan komentar dari pembaca. MasyaAllah, komentar yang semoga saja bisa mengusir ion negatif yang menjadi penyebab profesor tersebut menulis seperti itu. Aamiin. 

Ilmu dan Amal

Tulisan adalah amal perbuatan yang mewakili amal lisan. Jadi seharusnya sebelum menulis dipikirkan, dicari dulu ilmunya.

Bukankah di dunia pendidikan kita diajari untuk "thinking before doing". Dan di dalam agama kita diajari "al ilmu qobla amal". Mungkinkah kaedah ini belum sampai pada seorang profesor?

Maybe yes maybe no. Al insanu mahalul khoto' wa nissyan -manusia tempatnya salah dan lupa-. Lantas, haruskah kita memaklumi tulisan tersebut?

Sikap Seorang Muslim

Membaca tulisan pak profesor tersebut, saya pribadi tidak terima. Karena itu ungkapan merendahkan, mengejek, mencaci seorang muslimah yang berkerudung. Seolah mengandung makna berkerudungnya muslimah di negara bergurun tidak boleh ditiru atau salah. Dan otak muslimah berkerudung tidak open minded. 

Tahukah kita, bahwa Nabi Muhammad Saw telah mengingatkan dalam sabdanya,

سباب المسلم فسوق و قتاله كفر

"Mencaci seorang muslim berarti ia fasik, membunuh seorang muslim -tanpa alasan haq- berarti ia kafir" (HR. Muslim).

Fasik, maukah label ini menempel pada diri kita? Tentunya orang beriman tidak mau. Terlebih, bagi orang fasik, Allah SWT sediakan balasan sebagaimana firmanNya:

وَاَ مَّا الَّذِيْنَ فَسَقُوْا فَمَأْوٰٮهُمُ النَّا رُكُلَّمَاۤ اَرَا دُوْۤا اَنْ يَّخْرُجُوْا مِنْهَاۤ اُعِيْدُوْا فِيْهَا وَ قِيْلَ لَهُمْ ذُوْقُوْا عَذَا بَ النَّا رِ الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَ

"Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat kediaman mereka adalah Neraka. Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka, "Rasakanlah azab Neraka yang dahulu kamu dustakan."" (QS. As-Sajdah: Ayat 20)

Bagi seorang muslim, sudah ada panduan dalam menyelesaikan persoalan. Apapun masalahnya ada solusinya dalam Islam.

Terkait tulisan profesor tersebut maka:

Pertama, bagi profesor tersebut harus tabayun kepada umat Islam. Menjelaskan makna, maksud, tujuan dari tulisan tersebut apa?

Secara eksplisit orang memahami kalimat itu pemberian cap muslimah berkerudung ada yang ala manusia gurun dan tidak. Dan ini harus dijelaskan. Cacian ini tidak hanya menyinggung muslimah di Indonesia juga muslimah di negara yang bergurun. MasyaAllah, sungguh luas objek sasarannya. Selain itu juga menyudutkan muslimah berkerudung yang mengikuti gaya berkerudung dinegara bergurun tidak open minded.

Adakah makna-makna implisit dari kalimat tersebut? Harus profesor jelaskan. Seorang guru besar dengan ketinggian ilmunya, tidak jarang tulisannya multitafsir.

Berikutnya, pak profesor harus meminta maaf. Publik gaduh, marah, indikasinya bisa dilihat diberbagai komentar yang ada. Khususnya meminta maaf pada objek yang disindir dari tulisan tersebut. Bahkan hingga ke muslimah di negara-negara bergurun. 

Dalam kitab Riyadhus Shalihin dijelaskan bahwa taubat dari kesalahan/kemaksiatan yang berhubungan manusia, maka bisa ditebus atau ditaubati dengan 4 hal. Yaitu meninggalkan perbuatan salah tersebut, menyesali atas perbuatan salah tersebut, berjanji tidak mengulangi kesalahan tersebut selamanya dan mengembalikan hak yang diambil/dilanggar dari saudaranya atau meminta maaf atau meminta keridhoannya. 

Kedua, bagi umat Islam khususnya para muslimah, yang harus dilakukan adalah meminta klarifikasi atas tulisan profesor tersebut. Tidak ditelan begitu saja. Bukankah Allah SWT mengingatkan dalam firman Nya

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنْ جَآءَكُمْ فَا سِقٌ   بِۢنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْۤا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا   بِۢجَهَا لَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat: Ayat 6)

Selanjutnya, melakukan amar ma'ruf nahi munkar dengan menjelaskan ketidaktepatan atas hal yang dilakukan profesor tersebut. Sehingga umat selamat dari ajaran yang tidak benar. Dan terlindungi dari mengikutinya atau mendukungnya. 

Terakhir, bila profesor tersebut mengakui kesalahannya dan meminta maaf, maka mari kita maafkan dan kita doakan semoga beliau dan seluruh umat Islam selalu dalam hidayah dan taufiqNya. Aamiin.

Khatimah

Sungguh, sama bahayanya antara orang bodoh dan orang pandai yang tidak bertakwa. Bagaimana menjadi orang bertakwa (muttaqin), sedangkan takwa itu  bukan menjadi tujuan dalam sistem pendidikan sekuler-kapitalisme?. Lantas, masihkah negeri ini mau mempertahankan sistem sekuler-kapitalisme?

Semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai hamba yang bertakwa walau belum hidup dihabitatnya seorang muslim, yaitu hidup dalam sistem Islam. Aamiin aamiin yaa mujiibassaailiin.

Wallahua'lam bis showwab.









Dipun Waos Piantun Kathah