Menkopolhukam Mahfudz MD dalam orasi ilmiahnya di Universitas Negeri Padang, telah mengutip data dari KPK bahwa 84 % koruptor adalah lulusan perguruan tinggi. Dimana jumlah koruptor yang telah ditangkap atau sudah diadili sekitar seribu tiga ratusan.(https://m.antaranews.com/amp/berita/3874983/menkopolhukam-84-persen-koruptor-merupakan-lulusan-perguruan-tinggi)
Sarjana Kok Korupsi?
Korupsi sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang atau jabatan untuk kepentingan pribadi atau orang lain, baik terkait penyelewengan uang ataupun lainnya, sebenarnya tidak mensyaratkan pelakunya harus lulusan perguruan tinggi. Asal ada kesempatan, siapapun pejabatnya, apapun lulusannya, bisa melakukan korupsi. Tinggal pejabat tersebut memiliki kemauan apa tidak untuk mengambil kesempatan itu.
Dilogika, pejabat yang lulusan perguruan tinggi tentunya memiliki ilmu yang lebih dibanding yang bukan sarjana. Jika berilmu, maka seharusnya ilmunya tadi menuntun dirinya untuk bisa menahan diri dari melakukan korupsi. Tapi kenapa tidak berlaku logika yang begitu?
Karena kesempatan untuk melakukan korupsi itu ada yang buatan dirinya, ada yang buatan manusia lainnya, dan ada yang buatan sistem.
Ketika kesempatan untuk melakukan korupsi itu buatan pribadinya, maka dari dalam diri orang tersebut sudah ada niatan dan kemauan untuk korupsi. Dalam kondisi ini, ilmu dan iman sudah kalah dengan nafsu.
Ketika kesempatan itu buatan manusia lainnya, artinya ia bukan dalangnya, tapi pihak yang ditawari untuk korupsi, maka ia bisa masuk jebakan korupsi atau melarikan diri darinya. Ilmu, iman dan nafsu berebut pengaruh pada diri orang ini.
Ketika kesempatan itu buatan sistem, maka jarang orang bisa selamat dari korupsi. Karena sistem itu menuntut dirinya untuk korupsi. Dan kesempatan buatan sistem inilah yang banyak merusak pejabat sehingga berjiwa koruptur.
Contohnya di sistem demokrasi saat ini. Sudah diketahui umum untuk nyapres, nyaleg, nyagub, dan jabatan-jabatan lainnya berapa kantong yang harus dikuras. Ilmu dan iman dalam sistem yang demikian ini dipaksa tunduk dengan aturan main. Jika tidak ikut arus, tersingkir.
Dengan demikian, keilmuan seseorang itu jika dikaitkan dengan korupsi, tidak memiliki hubungan langsung. Karena pendorong, penyebab seseorang melakukan korupsi bukanlah tingkat keilmuannya, dengan bahasa lain tidak terkait lulusan perguruan tinggi atau bukan.
Sistem Yang Diberkahi
Manusia memang tidak akan lepas dari salah dan lupa. Makanya Allah subhaanahu wa ta'ala mengajari manusia untuk berdoa:
ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ
"...Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan... " (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 286)
Dengan menyadari kelemahan ini, seharusnya menuntun manusia untuk menyandarkan, mengambil dan menerapkan sistem kehidupan ilahiah. Yakni sistem kehidupan yang menerapkan syariahNya dalam seluruh aspek kehidupan. Dan ini sesuai dengan seruan Allah subhaanahu wa ta'ala:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208)
Kehidupan yang menerapkan Al Qur'an dan as Sunnah dan diisi oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa inilah yang akan menurunkan keberkahan. Allah subhaanahu wa ta'ala yang menjaminnya.
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 96)
Bukan hanya korupsi yang tidak ada peminatnya, segala hal maksiatpun bisa tidak ada yang berhasrat melakukannya. Demikianlah jika Allah subhaanahu wa ta'ala sudah memberkahi suatu negeri. Dan bukankah kehidupan yang demikian ini, yang dirindukan oleh manusia yang berakal lagi beriman?
Wallahua'lam bis shawaab