ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا اتَّÙ‚ُوا اللَّÙ‡َ Ø­َÙ‚َّ تُÙ‚َاتِÙ‡ِ Ùˆَلا تَÙ…ُوتُÙ†َّ Ø¥ِلا ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ Ù…ُسْÙ„ِÙ…ُونَ

Kamis, 02 Juni 2016

TERAPKAN ISLAM KEJAHATAN SEKSUAL LENYAP



Hari-hari ini berbagai media cetak maupun elektronik hangat membicarakan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Adapun tindakan yang terkategori kekerasan seksual sebagaimana yang disebutkan oleh Komnas Perempuan meliputi: perkosaan, intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual/diskriminatif, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasikan perempuan, dan control seksual termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
Masih dari catatan Komnas Perempuan untuk tahun 2016 ini terdapat 321.752 kasus kekerasan seksual diranah personal dengan  peringkat kedua kekerasan seksual yang terjadi berupa tindakan perkosaan yaitu 72%, adapun pencabulan 18% dan pelecehan seksual 5% dan 5.002 kasus kekerasan terjadi di ranah public. (mediaumat, 20 Mei-2 Juni 2016). Sungguh angka yang cukup besar sehingga pantas membuat tercengang penduduk di negeri ini. Maka wajar bila kemudian Mensos Khofifah Indar Parawansa menyatakan bahwa Indonesia darurat pornografi dan perlindungan terhadap anak dan perempuan. Tapi bila dipikir bagaimana bisa, negara dengan mayoritas penduduk muslim memiliki rekor kejahatan seksual sedemikian tinggi?
Dan yang  menjadikan  negeri ini  kian miris adalah bahwa pelaku pemerkosaan yang sedang ramai dibicarakan kalayak adalah masih dibawah umur dan berstatus sebagai pelajar. Dan ternyata usut demi usut kejahatan seksual yang mereka lakukan itu berawal dari kebiasaan nonton video porno ditambah dengan meminum miras, sabu ataupun yang sejenisnya dengan itu. Dalam keadaan fly inilah kemudian mereka menyalurkan tindakan bejatnya.

Mengapa Bisa Terjadi?
Setidaknya ada dua faktor yang menjadikan tindakan kekerasan seksual ini merajalela yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal, bisa jadi disebabkan oleh lemahnya pondasi agama yang dimiliki pelaku kejahatan seksual. Seorang anak yang mendapatkan pelajaran agama yang sangat minim berimplikasi pada lemahnya iman dan ketakwaannya kepada Alloh SWT. Anak yang tidak dikenalkan halal dan haram, baik dan buruk, tercela dan terpuji, surga dan neraka, nafsu dan iman, akan sangat berpeluang untuk mengumbar birahinya sehingga tidak takut akan pengwasan Alloh SWT yang 24 jam non stop mengawasi manusia. Dan pendidikan agama ini menjadi tanggungjawab keluarga dan Negara dengan sistem pendidikannya.
Faktor eksternal, diantaranya adalah pergaulan, lingkungan, dan sistem kehidupan. Pergaulan memiliki peran yang cukup besar dalam mempengaruhi pola pikir dan perilaku anak. Apalagi diusia puber/remaja adalah masa bagi anak untuk menemukan identitas dirinya. Ketika kawan yang dikenal dalam pergaulannya adalah seorang pecandu narkoba, pornografi, dan perilaku menyimpang lainnya maka sangat mudah anak tersebut akan tertular. Demikian pula lingkungan memiliki andil yang signifikan. Ketika lingkungan tempat tinggal anak berada dikawasan yang dipenuhi dengan orang-orang yang tidak peduli dengan hal baik dan buruk, maka tidak akan ada lagi control dari masyarakat atau tidak ada aktivitas nasehat menasehati dalam kebaikan di tengah-tengah masyarakat. Bila demikian adanya maka kejahatan akan semakin semarak karena masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan kondisi disekitarnya.
Berikutnya adalah sistem yang diterapkan di negara ini. Mau tidak mau harus jujur diakui bahwa negeri ini menerapkan sekulerisme dan liberalisme. Dua paham ini telah menjadikan kemaksiatan terus berkembangbiak karena difasilitasi Negara. Contohnya adalah berdirinya pabrik-pabrik miras, rumah prostitusi, beredarnya video porno, dan kebebasan berekspersi dan berpenampilan atas nama HAM. Padahal ini semua adalah jalan yang membuka kran bangkitnya syahwat dan bisa berujung pada pemaksaan pemenuhan kepada orang yang tidak dibenarkan.

Menghentikan Kekerasan Seksual  
Meningkatnya kasus kekerasan seksual menjadikan berbagai kalangan sepakat untuk memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan seksual. Tindakan ini diharapkan menjadi langkah kuratif untuk mencegah bertambahnya kasus kekerasan seksual di negeri ini. Namun efektifkah pemberatan hukuman ini memberantas kekerasan seksual yang terjadi? Sedang pabrik miras tetap berproduksi, konten porno tetap gentanyangan baik di dunia maya maupun nyata, dan sistem pergaulan yang tetap menganut ide kebebasan.
Sejatinya langkah yang harus ditempuh oleh negeri ini untuk menghentikan kekerasan seksual ada dalam hukum Islam. Hal ini bisa dirasionalisasikan dari beberapa hal berikut:
Pertama, dalam sistem Islam, dilarang memproduksi dan mengedarkan makanan dan minuman yang haram. Dengan demikian miras, sabu, dan yang sejenisnya tidak akan diproduksi dan diedarkan di masyarakat. (QS. al Maidah:3). Kedua, Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat. Pakaian muslimah yang dikenakan para wanita akan menghindari munculnya gairah seksual laki-laki yang memandangnya, (QS: 59: 33), (QS: 4: 31). Ketiga, Islam melarang aktivitas ihktilat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan. Pemisahan ini akan memberikan dampak positif bagi pergaulan sehingga akan jauh dari tindakan mendekati zina yang bisa menghantarkan pada zina yang sesungguhnya, (QS: 17: 32).
Keempat, Islam menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku zina yaitu dengan hokum rajam bagi yang sudah menikah dan cambuk bagi yang belum menikah, (QS: an Nuur: 2). Dan pelaksanaan hukumannya dilakukan ditempat terbuka dengan disaksikan oleh banyak orang. Sanksi ini tidak kejam, malahan hukuman seperti inilah yang setimpal bagi pelaku zina dan akan membuat orang jera dan takut melakukan perzinaan. Kelima, Islam mewajibkan  adanya aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. Adanya amal dakwah oleh setiap individu muslim ini akan memberikan implikasi positif berupa tindakan pencegahan apabila ada maksiat yang dilakukan oleh anggota masyarakat ataupun komunitas.
Keenam, Islam mewajibkan diterapkannya seluruh hukum Islam dalam seluruh aspek baik ekonomi, sosial, politik, pergaulan sampai tataran pemerintahan. Penerapan hukum Islam secara kaffah inilah yang bisa mewujudkan negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghoffur, sebuah Negara yang melegalkan kebaikan/ perkara halal dan menutup pintu-pintu kemaksiatan. Ketujuh, Islam mewajibkan kepada Negara untuk memberikan dan menyuburkan kegiatan tarbiyah agama kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga terbentuk keimanan dan ketakwaan yang kokoh. Ketakwaan individu ini menjadi benteng terkuat pada diri seorang Muslim dalam menjauhi kemaksiatan.
Demikianlah mekanisme Islam yang komprehensip dalam mencegah dan mengatasi kekerasan seksual. Tidak hanya kekerasan seksual yang akan dihapus dengan diterapkannya hukum Islam, tapi juga kemaksiatan dan kejahatan lainnya akan terkikis. Karena Islam turun sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, agama yang akan membawa kepada kebaikan bagi seluruh umat manusia. Wallahua’lam bi ashowab.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah