Ada satu rumus pemberian orang tua yang penulis ingat. Rumus itu bagi saya sangat berarti. Memberikan satu petunjuk akan makna kehidupan. Rumusnya adalah "Jangan berhutang, orang berhutang itu tidak merdeka. Dan jangan meminta-minta". Inilah wasiat beliau. "Butuh apapun, bila tidak ada uang, bersabarlah hingga Allah memberikan reski kepadamu". Jadi nasehat beliau lebih baik tidak punya kendaraan jika harus hutang. Lebih baik ditunda memiliki hunian jika harus berhutang. Jadi lebih baik dalam keterbatasan kepemilikan dari pada berada tapi dalam himpitan hutang.
Kalau dipikir benar juga. Ambil contoh, Indonesia. Negara ini memiliki hutang hampir 5000 trilyun rupiah. Karena lilitan hutang inilah akhirnya bank dunia maupun negara donatur hutang bisa mendekti negara ini. Akhirnya walau berstatus sebagai negara merdeka tapi masih terjajah. Belum bisa berdaulat penuh atas negaranya sendiri.
Adapun dalam kehidupan pribadi, hutang bisa menjadi hantu kehidupan. Orang yang banyak hutangnya, biasaya, mau tidur ingat hutang, bagun tidur ingat hutang, mau makan ingat hutang. Bekerjapun dalam rangka membayar hutang. Apakah nyaman hidup yang demikian ini? Belum lagi bila ingat kematian sedang hutang belum lunas. Menambah sedihkan?
Namun sayangnya, dijaman now, jaman liberal kapitalis seperti saat ini, hutang malah difasilitasi. Strateginya dengan sistem kredit. Mulai dari kendaraan, hunian, perabot, disistem kredit. Seolah memudahkan konsumen, tapi sebenarnya ini adalah jebakan kapitalis untuk menjadikan manusia bersifat konsumtif dan menjadi budak hutang.
Tips Mengajarkan Kemandirian Ekonomi Ala Nabi Saw
Dikisahkan pada zaman Nabi, ada seorang Anshar yang meminta makan kepada beliau. Kemudian terjadilah dialog antara Nabi saw dengan orang tersebut. Singkat cerita dengan perantara Nabi Saw, terjuallah beberapa barang milik laki-laki anshar tersebut. Dari penjualan tersebut diperoleh uang 2 dirham. Maka pesan Nabi kepada laki-laki tersebut, "Belikan makanan dengan salah satu dari dua dirham ini, lalu berikan kepada keluargamu dan belikan sebuah kapak dengan satu dirham lainnya. Kemudian bawalah kapak itu kepadaku".
Laki-laki Anshar inipun segera melaksanakan perintah Nabi. Kemudian dia datang kepada Nabi lagi dengan membawa Kapak kemudian pesan Nabi Saw, "Pergi dan carilah kayu bakar kemudian juallah. Aku tidak ingin melihatmu selama 15 hari".
Selang waktu yang ditetapkan Nabi Saw, datang kembalilah laki-laki tersebut. Ia membawa uang 10 dirham. Kemudian Nabi bersabda, "Ini lebih baik daripada kamu meminta-minta karena itu hanya akan menjadikan noda diwajahmu pada hari kiamat nanti"
Inilah teladan yang diberikan Nabi dalam membentuk kemandirian ekonomi seseorang. Dengan cara ini Nabi memberikan terapi psikologis untuk bermental mandiri, ulet dan tidak merenggek-renggek dalam kurun waktu yang Nabi Saw berikan. Dan ketika terapi ini dijalankan maka Allah Swt pun menunjukkan hasilnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Nabi Saw membenci sifat meminta-minta dan pengangguran. Nabi Saw mendidik umatnya untuk produktif tidak mengantungkan kepada orang lain. Baik dalam bentuk mengemis, berutang, walaupun hutang boleh, namun menjadi hal yng sebaiknya dihindari.
Jadi, Kemandirian ekonomi menjadi salah satu kunci kesuksesan bagi individu, keluarga dan juga negara. Buka semata sukses dalam urusan pekerjaan, namun kemapanan ekonomi harusnya menjadikan seseorang tenang dalam beribadah, dan longgar dalam bersedekah.
"Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia."(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 11). Wallahua'lam.