يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Senin, 09 Juli 2018

Demokrasi Error, Niscayakan Tersangka Jadi Pemimpin

Aneh tapi nyata. Inilah pernyataan untuk menggambarkan beberapa pemimpin daerah yang terpilih. Bagaimana tidak aneh. Seorang yang nyata-nyata tertangkap KPK bisa memenangi pilkada. Walau masih tersangka, seharusnya menjadi catatan merah pemilih.

Hal ini sebagaimana terjadi di Tulungagung. Pada 8 Juni KPK menetapkan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sebagai tersangka penerima suap. Tapi Syahri Mulyo tetap bisa mencalonkan diri dalam pilkada 2018. Dan hasil Pilkada Syahri Mulyo menang lagi (pilkada.tempo.co). Luar biasa, siapa sangka tersangka penerima suap menang pilkada.

Dan para pemenang pilkada ini akan tetap dilantik oleh Mendagri walau masih terjerat sebagai tersangka kasus korupsi. Hal ini sebagaimana Mendagri tahun lalu, Gamawan Fauzi melantik sembilan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dengan proses hukum tetap berjalan (tribunnews.com)

Mungkinkah kemenangan para tersangka ini sebenarnya wujud kekecewaan masyarakat atas pemilu dalam sistem demokrasi? Bisa jadi ia. Dengan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada calon kepala daerah, akhirnya negara ini dilulu masyarakat dengan memilih paslon yang tersangkut kriminal. Dihapus logika jernih mereka sebagaima demokrasi telah menghapus kebenaran melalui teori “suara mayoritas”.

Suara mayoritas yang kemudian memenangkan paslon yang track recordnya telah cidera negatif, tentu tidak sesuai logika cerdas. Karena orang cerdas pasti memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jelas visi misinya, bersih track recordnya.

Atau kemenangan para tersangka ini karena pemilu demokrasi turunannya ideologi kapitalisme? Yang pemilunya boros uang. Sehingga menggiring masyarakat untuk memakai logika materi dan dunia oriented. Siapa diantara paslon yang berani kasih pesangon, ia yang dipilih. Tak lagi melihat baik buruk, yang penting dapat uang.

Fakta pemilu demokrasi ini sangat beda jika dibandingkan dengan pemilihan pemimpin dalam Islam. Para tersangka kriminal baik korupsi ataupun kejahatan lainnya tidak boleh mencalonkan diri sebagai pemimpin. Pemilihan pemimpin setingkat presiden – dalam Islam disebut Khalifah- di pilih berdasarkan ketentuan syara’. Para calon harus memenuhi syarat: muslim, baligh, laki-laki, merdeka, berakal, adil, mampu. Dan khalifah ini dipilih untuk menerapkan syariat Islam.

Adapun para pemimpin daerah dipilih oleh Khalifah dengan pertimbangan syara’. Sehingga menihilkan jatuhnya pilihan kepada orang-orang yang track recordnya negatif. Karena semua pemimpin dipilih untuk menerapkan hukum Allah Swt. Dan mekanisme pemilihan pemimpin yang demikian ini mudah dan tidak boros uang. Wallahua’lam.

Sumber:
http://suara-islam.com/demokrasi-error-niscayakan-tersangka-jadi-pemimpin/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah