يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Selasa, 09 Oktober 2018

NASIB ARSITEK PERADABAN DALAM LINGKARAN KAPITALISME

Guru dimasa dahulu adalah profesi yang sangat diminati. Bukan karena sertifikasinya, karena dahulu tidak ada sertifikasi. Tapi karena peran guru yang begitu mulia. Yaitu sebagai pendidik, penyampai ilmu dan penuntun laku siswa. Gurupun dimata masyarakat sangat dihormati. Masyarakat begitu percaya dengan apa kata bapak/ibu guru.

Bagaimana dengan guru sekarang?

Banyak lika-liku yang dialami oleh guru diera berjayanya sekulerisme-kapitalisme saat ini. Dari tersangkutnya guru dalam kasus pelecehan seksual dan kekerasan kepada siswa, hingga perselingkuhan. Kemudian kasus pemukulan guru oleh siswa sampai menghantarkan kepada kematian. Dan yang paling dramatis, nasib finansial guru yang timpang. Bagi yang sudah PNS dan bersertifikasi tenang diri, sedang yang masih honorer menanti kemapanan posisi.

Satu sisi yang lain, baik guru negeri maupun swasta sama-sama terperangah menghadapi tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga. Bagi guru swasta suara jeritan itu lebih keras. Harga kebutuhan pokok yang terus naik. Biaya pendidikan, kesehatan dan lainnya juga meninggi. Dibenturkan dengan tuntutan kerja yang belum setara dengan gaji yang diterima, sehingga memunculkan perang batin. Seolah, guru sekarang kesulitan menempatkan niat atas profesi keguruannya. Terutama guru swasta/honorer.

Maka bisa dikata wajar, jika sekitar 1,5 juta guru honorer kembali melakukan aksi protes. Mereka kembali menanyakan status jabatannya. Aksi mogok mengajar guru honorer terjadi dibeberapa wilayah. Mereka memprotes nasib kesejahteraan dan batas usia mengikuti tes CPNS. Mengikuti tes CPNS yang mana belum menjamin mereka akan lolos. Mereka menuntut di angkat sebagai PNS tanpa tes sebagai “timbal balik” dari pengabdian mereka selama bertahun-tahun.

Pandangan Kapitalisme Terhadap Profesi Guru

Dalam pandangan ideologi kapitalisme, pendidikan adalah bagian dari komponen ekonomi. Sehingga pendidikan diarahkan untuk menghasilkan tenaga terampil yang siap dipekerjakan di pabrik-pabrik dan perusahaan. Siswa disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Akhirnya, kurikulum disusun mengikuti arus ekonomi global. Ujung dari semua ini, berbuah pada rendahnya kadar religiusitas lulusan sekolah/PT. Yang berimplikasi pada degradasi moral anak bangsa. Dan pemangku kebijakan, guru serta siswa terseret pada arus yang sama bernama materi/kapital.

Pandangan ini tentu perlu dikoreksi. Pendidikan adalah bidang yang menggarap sumber daya manusia untuk menjadi insan yang mulia, ber-Imtaq dan ber-Iptek. Siswa dididik untuk menjadi ilmuwan. Perguruan tinggi didirikan untuk menghasilkan manusia yang mampu mengelola alam, melakukan riset untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bukan sebagai pemenuh kebutuhan korporasi yang itu untuk kepentingan mereka sendiri.

Jadi, guru adalah pendidik, arsitek peradaban suatu bangsa. Orang yang memiliki peran fundamental seperti ini, sudah seharusnya didudukkan ditempat yang mulia. Bukan mulia dalam arti sebagai pejabat. Tapi, dihargai atas peran keilmuannya, teladan perilakunya, dan jasanya dalam mendidik masyarakat. Penghargaan itu bisa berupa pemberian gaji yang mensejahterakan. Kalaupun tidak menjadi PNS, seorang guru yang lurus, akan merasa cukup ketika penghargaan gaji yang mereka terima bisa mencukupi semua kebutuhan mereka.

Belajar Dari Kebijakan Umar bin Khattab Terhadap Guru

Mengutip pernyataan Ibnu Miskawyh bahkan sorang murid hendaknya meletakkan rasa cintanya kepada guru diantara rasa cinta ia kepada Allah SWT dan orangtuanya. Hal itu karena besarnya kebaikan yang disaksikan dan diperoleh murid dari gurunya. Dan guru terbaik bagi manusia adalah Nabi Muhammad SAW.

Maka sangat bisa dimengerti, jika dimasa Khalifah Umar bin Khattab memberikan penghormatan kepada guru dengan imbalan gaji yang luar biasa besar. Dan peristiwa pengajian guru dimasa Umar ini telah berkali-kali dikutip dalam berbagai tulisan. Umar menggaji guru perbulannya 15 dinar. Jika 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas, bila kurs harga emas 500rb/gramnya, maka gaji guru dimasa Umar bin Khottob senilai Rp. 31.875.000,00. Subhanallah, angka yang mensejahterakan guru.

Dengan pilihan profesi guru yang lahir dari motivasi vertikal dan dukungan penuh pemangku kebijakan, lahirlah ilmuwan-ilmuwan genius dimasa kejayaan umat Islam. Seperti Abu Qasim Az Zaharawi (penemu alat-alat bedah), Ali bin Isa al Kahal (spesialis mata), Abu Raihan Al Biruni (pakar Fisika), Ibnu Haitsam (peletak teori pemantulan dan kecondongan dalam ilmu cahaya), Taqiyuddin Asy Syami (pakar arsitek), Qutubuddin Asy Syirazi (pakar geografi) dan ilmuwan lainnya.

Dan sekarang, untuk mewujudkan Indonesia yang berperadaban mulia, menjadi harapan bersama akan hadirnya guru-guru yang bisa digugu dan ditiru. Guru-guru yang akan menjadi arsitek peradaban negeri ini. Dan kebijakan birokrat yang berkeadilan dan mensejahterakan guru. Dengan mengoptimalkan segala potensi bangsa Indonesia, semoga prahara kesejahteraan guru honorer lekas berkesudahan. Aamiin. Wallahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah