يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Jumat, 21 Juni 2019

SAATNYA DEMOKRASI LENGSER

Pasca runtuhnya gedung WTC 11 September 2001 di Amerika, George W Bush melemparkan ancaman dengan menyatakan siapa yang menentang demokrasi itulah teroris (El Moekry, 2003). Ujung dari pernyataan tersebut, Amerika meniup genderang global war atas nama perang melawan terorisme. Satu demi satu negeri kaum Muslimin, mulai dari Afganistan, irak jadi sasaran perang fisik Amerika dengan tuduhan melawan terorisme. Adapun negeri muslim lainnya diberlakukan ghozwul fikri –perang pemikiran-  dalam berbagai produk demokrasi serta infiltrasi kebijakan politik dan ekonomi negara. Dan jadilah Amerika sebagai penjaga gawang demokrasi, sekulerisme dan kapitalisme.

Namun sekarang, setalah hampir 2 dasawarsa dari peristiwa runtuhnya WTC, wajah buruk demokrasi semakin terkuak. Bukan semata nampak dari radikalisme Amerika dalam memaksakan demokrasi pada dunia, namun juga carut marutnya negara yang menerapkan demokrasi. Bukti update di Indonesia adalah kisruh pemilu pilpres dan pilleg 2019. Fakta meninggalnya ratusan KPPS yang janggal hingga sikap pesimis terhadap peradilan dalam menangani pengaduan kecurangan pemilu.

Skala internasioanal dapat dilihat dari ketidakpuasan  rakyat terhadap demokrasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pewresearch menyebutkan di Spanyol –sebagai negara penerima top score dalam melindungi HAM- hanya sekitar 48% orang dewasa Spanyol yang percaya bahwa negaranya melindungi kebebasan berpendapat. Demokrasi juga menimbulkan kecemasan ekonomi. Sebagai contoh hanya 9% orang Brazil yang berfikir bahwa kondisi ekonomi mereka baik dan ada 83% tidak puas dengan sistem demokrasi (www.pewresearch.org, 29/4/2019).

Kerusakan Demokrasi

Demokrasi yang secara subtansi menyebutkan kedaulatan ditangan rakyat telah gagal mewujudkan idenya. Secara logika, mana mungkin kedaulatan ditangan rakyat akan benar-benar terwujud sementara keberadaan 2 juta penduduk diwakili oleh 1 orang anggota legislatif – permisalan-.

Dikutip dari Ensiklopedia Khilafah dan Pendidikan, Aristoteles menyatakan, “Demokrasi sebagai bentuk negara yang buruk (bad state). Pemerintahan yang dilakukan oleh sekelompok minoritas di dewan perwakilan yang mewakili kelompok mayoritas penduduk itu akan mudah berubah menjadi pemerintahan anarkhis, menjadi ajang pertempuran konflik kepentingan berbagai kelompok sosial dan pertarungan elit kekuasaan”.


Pengambilan keputusan dalam demokrasi yang berbasis pada angka –suara mayoritas- dari pada isi akal menghasilkan produk kebijakan yang buruk dari sistem ini. Politik demokrasi telah menyerap anggaran negara trilyunan. Namun belum tentu sebanding dengan pemimpin yang terpilih.

Pun demikian juga kebebasan yang menjadi bagian ajaran demokrasi terbukti merusak moral manusia. Liberalisme mengokohkan manusia menempatkan agama semata ritual ibadah minus penerapan hukum-hukum Allah SWT dalam kehidupan. Sehingga su’ur –perasaan- dan pemikiran umat Islam tidak padu. Maka muncullah orang-orang beragama namun menjadi koruptor, pelaku riba, gaul bebas, hingga terjerat kriminal pembunuhan sadis.

Memang sudah tiba waktunya bagi demokrasi untuk lengser. Kehancuran demokrasi jauh hari juga sudah di prediksi oleh John Adams Presiden AS ke-2 dalam Ensiklopedia Pendidikan dan Khilafah, ia menyatakan “Ingatlah bahwa demokrasi tidak akan bertahan lama. Ia akan segera terbuang, melemah dan membunuh dirinya sendiri. Demokrasi akan segera memburuk menjadi anarkhi”. Dan kenyataan saat ini sudah menunjukkan kondisi yang demikian itu. Anarkhisme telah menjadi bagian dalam pencapaian kekuasaan. Tipu daya, curang, hingga mengobarkan nyawa manusia demi meraih kekuasaan.

Jika demikian, apalagi yang bisa dipertahankan dari demokrasi? Jika secara teori alias subtansinya sudah rusak. Ditempuh dengan mekanisme/prosedur sebaik apapun jika subtansi demokrasi sudah rusak akan tetap membawa dhoror. Maka layak jika Allah SWT mengajak berfikir manusia melalui firmanNya, “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah: 50)

Kedaulatan milik Allah SWT, inilah yang benar. Allah SWT lah dzat Yang Maha Adil. Dan sistem dan hukumNya lah yang layak untuk diterapkan. Allah SWT sudah mengingatkan, “...Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik” (QS. Al An’am: 57). Jadi, bukan demokrasi, tapi Islamlah sistem yang diridhoi Allah SWT. Sistem Islam –khilafah ‘ala minhajin nubuwwah- yang akan menerapkan hukum-hukum Allah SWT. Wallahua’lam bis showwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah