Dalam beberapa pekan ini, masyarakat pemerhati kehidupan artis memperbincangkan presenter Hitam Putih Trans7. Keputusan Deddy Corbuzier untuk menjadi muslim itulah topik pembahasannya. Ternyata, menjadi mualaf di era demokrasi ini membawa Deddy Corbuzier harus menerima kenyataan. Kenyataan untuk menerima kritik pedas dan juga dukungan positif.
Kritik pedas ditujukan dari sebab musabab ia pindah agama. Adapun komentar positif datang dari mereka yang husnudzan menilai perubahan dalam diri seseorang. Faktanya mualaf sudah terjadi ratusan hingga jutaan orang di dunia ini. Jadi, tidak ada yang seharusnya dipermasalahkan dan dijatuhkan ke-mualafannya.
Namun, lagi-lagi, masyarakat muslim harus menyadari. Bahwa kehidupan saat ini dalam pengaruh kapitalisme. Sistem hidup yang mengemban jargon liberalisme, hedonisme, materialisme dan individualisme. Isme-isme inilah yang meracuni pemikiran masyarakat yang memandang sesuatu dari unsur yang bersifat materi dan duniawi. Seandainya jika tidak terkena debu materialisme tak kan perlu memperbincangkan dan menuduhkan sebab pindah agamanya Deddy Corbuzier. Karena hal itu hal yang sia-sia dan tiada berguna. Harusnya seorang muslim, bersyukur saudaranya seiman bertambah. Seharusnya didukung dan diberikan perlindungan. Bukannya malah terbawa omongan orang munafiq dan pembenci agama ini.
Dan sungguh, dari kasus mualaf saja, menunjukkan akan butuhnya negara yang memback up nya. Negara yang memberikan perlindungan kepada mualaf dan menyebarkan informasi untuk menumbuhkan ghiroh beragama umat Islam. Bukan untuk tujuan materi sebagai gosip artis yang diperdagangkan melalui berita entertainment.
Kisah kelembutan hati Rasulullah yang menjadikan laki-laki musyrk–yang kerjaannya meludahi Nabi dari atas dahan pohon- menjadi mualaf, demikian pula keadilan Umar bin Khattab yang menjadikan seorang Yahudi bersyahadat adalah dua contoh dari jutaan kisah mualaf.
Para mualaf tersebut disambut dengan kasih sayang, perlindungan dan tuntunan untuk menjadi muslim yang kuat dan benar. Perhatian Islam untuk itu salah satunya ditunjukkan dari syariat pembagian zakat dimana mualaf menjadi salah satu golongan yang berhak menerima zakat.
Dengan demikian, negara dalam Islam melakukan publikasi atas peristiwa mualafnya seseorang untuk meneguhkan keimanan umat Islam lainnya. Memperkuat barisan umat Islam. Dan mewujudkan umat yang saling tolong menolong dan nasehat menasehati dalam kebajikan.
Hal ini berbeda dengan perlakuan sistem demokrasi. Yang dengan ide liberalismenya malah mendorong seseorang untuk gonta ganti agama. Hal itu karena tidak adanya penjagaan aqidah oleh negara. Namun dipasrahkan kepada individu. Itulah makna beragama bagian dari kebebasan bagi individu dalam sistem demokrasi. Bila sudah tahu demikian, masihkah umat Islam mempertahankan sistem demokrasi?. Wa ma taufiqi illa billah. Wallahua’alam bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar