يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Rabu, 08 Januari 2020

SIAPA KAMU?


Apa yang akan anda jawab misal dialam kubur ada pertanyaan,” siapa kamu?” Akankah kamu akan menjawab, “saya harokah A, saya harokah B dan seterusnya?”. Tentu jawaban yang seperti itu tidak sealiran dengan pertanyaan alam kubur, “man rabbuka? Siapa Tuhanmu?”
Dhoruri, penting kiranya berhati-hati dalam berbicara dan membangun keilmuan dan kesadaran umat Islam. Umat ini tidak akan sampai pada kebangkitan jika hal syathi –dangkal- terus diumbar. Pencerahan akan hakikat hidup dan kehidupan di dunia ini harus dibangun dari iman yang benar. Sehingga terseretnya seorang muslim sebagaimana asshabiqunal awwalun generasi awal Islam. Mereka terseret pada makna hidup yang berarti. Hingga menjadi generasi yang mendapat pujian dari Allah azza wa jalla dan jaminan surga Nya.
“Siapa kamu? Siapa kita?”
“Hamba Allah subhaanahu wa ta’ala”
Inilah harusnya jawaban seorang muslim. Inilah jawaban yang akan membangkitkan iman, kesadaran untuk taat dan meninggikan kalimat Allah azza wa jalla. Inilah jawaban yang akan menyatukan umat Islam. Inilah jawaban yang akan menghilangkan beda.
Sungguh, persatuan umat Islam terasa sangat mahal. Ketika atmosfer ashobiah terus didengungkan. Sikut sana sikut sini baik dengan perkataan maupun tindakan. Betapa rakusnya manusia saat ini untuk kepentingan golongannya masing-masing. Mati-matian membela muruah/marwah/kehormatan/harga diri golonganya dengan kurang jernih melihat akar kelemahan umat Islam. Hingga menjatuhkan, menyakiti orang lain/golongan lain seolah tidak peduli. Yang penting kelompoknya sendiri jaya. Astagfirullah. Syatqi –dangkal- pola pikir demikian.
Berikutnya,
Jika ada pertanyaan alam kubur, “Apa harga mati bagi kamu?” . Akankah kamu akan menjawab, “ Golongan ku harga mati, negara ku harga mati, suku ku harga mati”. Pastinya, Malaikat Munkar Nakir akan tertawa mendengarnya. “Kok ngak nyambung dengan pertanyaan “man rabbuka?”
Pertanyaan tersebut menyangkut aqidah, menyangkut iman. Mari lah kita hati-hati mendidik umat ini. Marilah ajak umat kepada iman yang lurus.
“Islam itulah harga mati”
Sampai-sampai Allah azza wa jalla mewanti-wanti dalam QS Ali Imran: 102
 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam”
Kalau Allah azza wa jalla mewanti-wanti begitu, itu artinya meninggal dalam kondisi iman dan Islam itu sulit sekali. Perlu latihan dari semasa hidup untuk terus mentauhidkan Allah azza wa jalla dan mencintai agama ini –Islam- dengan sepenuhnya. Apalagi, ditengah, kondisi pergolakan politik, ekonomi dan serangan budaya Barat yang bertubi-tubi. Bisa merapuhkan pendirian iman dan keterikatan seorang muslim pada hukum syara’. Jadi jangan ditambah terus pergolokan antar harakah dengan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Oleh karena itu mari belajar untuk membiasakan berkata yang baik. Supaya saat ajal menjemput, asma Allah azza wa jalla yang kita sebut. Bukan yang lainnya.
Wa ma taufiqi illa billah. Wallahua’lam bisshowwab 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah