Belajar menjadi hal pertama yang diperintahkan Allah SWT. Qur’an
surat al ‘Alaq 1-5 adalah dalilnya sebagai ayat yang pertama kali turun.
Allah SWT berfirman, “(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
(3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, (4) yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, (5) Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.”
Allah SWT menyebutkan dalam QS Al Jumuah ayat 2 bahwa Rasulullah Saw
terlahir dari masyarakat yang buta huruf. Al-Qur’an sebagai mukjizat,
maka Allah SWT menjadikan setiap ayat yang turun otomatis melekat pada
diri Rasulullah Saw. Melalui QS al ‘Alaq 1-5 tersebut Allah SWT meminta
umat Nabi Muhammad untuk belajar –menuntut ilmu-. Allah SWT meminta
manusia untuk membaca dan menjalankan kegiatan belajar mengajar.
Melepaskan diri dari buta aksara. Menjadi orang-orang berilmu. Memiliki
bekal ilmu dan iman dalam menjaga alam dan kehidupan. Mewujudkan Islam
yang rahmatan lil’alamin. Menjadi hamba Allah SWT dan membuktikan diri
sebagai umat terbaik (QS. Ali Imran: 110).
Hakikat Belajar
Belajar adalah interaksi manusia dengan sumber-sumber belajar. Sumber
belajar ada yang hidup dan tidak hidup. Sumber belajar yang hidup
diantaranya manusia dan hewan. Belajar dari manusia bisa melalui
kegiatan belajar mengajar di sekolah ataupun belajar di luar lembaga
pendidikan. Belajar dari hewan dengan mengamati tingkah laku hewan.
Sebagaimana dilakukan oleh Qabil saat melihat burung gagak menguburkan
bangkai gagak lainnya.
Adapun sumber belajar tidak hidup seperti buku, Google dan TV. Dengan membaca buku manusia mendapatkan ilmu pengetahuan, melalui Google
manusia memperoleh berbagai macam informasi dan melalui TV demikian
juga. Mencermati sumber belajar yang ada, maka belajar bisa dilakukan
dimana saja manusia berada. Bisa di sekolah, di rumah, di pasar, di
hutan, di lapangan dan tempat lainnya. Jika diringkas, belajar bisa
dilakukan outdoor dan indoor.
Belajar akan mencapai derajat hakikat belajar yang sesungguhnya
ketika belajar dibangun untuk meraih qimah ruhiyah –nilai ruhiyah-.
Yaitu belajar yang lahir dari kesadaran manusia akan hubungannnya dengan
al Khaliq. Bahwasannya tholabul ilmi/belajar adalah perintah Allah SWT.
Belajar dilakukan mengharapkan ridha dan pahala dari Allah SWT.
Pemahaman demikian inilah yang menjadikan belajar sepanjang hayat –long life educatioan–
bisa terwujud. Dan belajar yang demikian ini pula yang barokah. Belajar
menjadikan bertambahnya kebaikan pada diri penuntutnya. Baik dalam
urusan agamanya maupun dunianya.
Adapun ketika belajar karena untuk meraih pekerjaan dan ekonomi semata
maka nilai yang diraih manusia hanyalah qimah madiyah –nilai materi-
semata. Jauh dari keberkahan. Jauh dari bertambahnya kebaikan. Semakin
banyak ilmu yang diperoleh, semakin banyak gelar yang diraih, pekerjaan
mapan diberikan pula oleh Allah SWT, namun menjauhkan manusia itu dari
ketaatan kepada Allah SWT. Bahkan bermaksiat kepada Allah SWT semisal
dengan menyalahgunakan jabatan, korupsi dan jauh dari penerapan
hukum-hukum Allah SWT.
Inilah hakikat belajar yang sejak dini harus ditanamkan kepada diri
seorang anak. Sehingga sejak dini mereka sadar amanah untuk terus
belajar –menuntut ilmu-. Sehingga belajar tidak dicukupkan dengan
sekolah di lembaga pendidikan formal. Dan tidak berhenti dengan
diperolehnya ijazah. Baik itu belajar ilmu agama, ilmu umum maupun ilmu
kehidupan.
Merdeka Belajar dari Sudut Pandang Islam
Merdeka dilihat dari makna bahasa, sebagaimana diterangkan dalam KBBI
berarti bebas dari penghambaan, penjajahan dan sebagainya. Jadi,
merdeka belajar bukan bermakna manusia terbebas dari kewajiban untuk
belajar. Akan tetapi terbebas dari tekanan atau intervensi pihak luar
dalam belajar. Bebas dari penjajahan sifat malas belajar. Terhindar dari
perasaan puas dengan ilmu yang dimiliki. Jadi, kemerdekaaan dalam
belajar tatkala tidak ada lagi intervensi eksternal yang menjadikan
siswa terpaksa belajar. Faktor ekternal tersebut bisa berupa
tes/ujian/ataupun ancaman orang tua dan lainnya.
Mewujudkan kemerdekaan belajar dapat ditempuh dengan memahamkan akan
hubungan manusia dengan Tuhanya -al Khaliq-. Dimana Allah SWT
menghendaki manusia untuk belajar –menuntut ilmu- sebagaimana QS Al
Alaq: 1-5 dan QS al Mujadillah: 11. Sehingga belajar adalah kewajiban
sekaligus kebutuhan manusia. Pemahaman demikian inilah yang mendorong
seseorang untuk belajar atas kesadarannya sendiri. Sehingga tidak ada
keterpaksaan sekolah, tidak alergi juga tidak takut dengan
ujian/ulangan/tes. Karena ujian/ulangan merupakan bagian integral dari
belajar itu sendiri. Dan merupakan perkara alamiah yang dilakukan
guru/lembaga/negara dalam mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Dengan demikian, merdeka belajar akan tercapai ketika seseorang
belajar karena dorongan qimah ruhiyah –meraih ridha Allah SWT-. Dan
memandang belajar/sekolah/menuntut ilmu bagian dari ibadah kepada Sang
Pemilik ilmu –Allah SWT-. Merdeka belajar tidak terkait dengan adanya
ulangan/ujian/tes yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan ataupun
negara. Akan tetapi merdeka belajar terkait dengam daya dorong seseorang
untuk belajar. Wallahua’lam bis shawaab.
Tulisan ini copy paste dari:
https://suaraislam.id/merdeka-belajar-perspektif-islam/
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dipun Waos Piantun Kathah
-
Kamu, Pasti punya orang tua Ada bapak, ada ibu Senang pastinya kamu, memiliki kedua orang tua Tenang hidup bersama mereka Semua kebutuhan ...
-
Terhitung dari hari ini, Indonesia dipimpin oleh presiden dan wakil presiden baru. Pak Prabowo dan Pak Gibran. Baarakallaahu fiikum. Sebaga...
-
Presiden Jokowi menandatangani PP No 28 Tahun 2024 tentang kesehatan. Pada pasal 103 ayat 1 disebut upaya kesehatan sistem reproduksi anak s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar