يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Sabtu, 18 Januari 2020

MERDEKA BELAJAR PRESPEKTIF ISLAM

Belajar menjadi hal pertama yang diperintahkan Allah SWT. Qur’an surat al ‘Alaq 1-5 adalah dalilnya sebagai ayat yang pertama kali turun.

Allah SWT berfirman, “(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, (4) yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Allah SWT menyebutkan dalam QS Al Jumuah ayat 2 bahwa Rasulullah Saw terlahir dari masyarakat yang buta huruf. Al-Qur’an sebagai mukjizat, maka Allah SWT menjadikan setiap ayat yang turun otomatis melekat pada diri Rasulullah Saw. Melalui QS al ‘Alaq 1-5 tersebut Allah SWT meminta umat Nabi Muhammad untuk belajar –menuntut ilmu-. Allah SWT meminta manusia untuk membaca dan menjalankan kegiatan belajar mengajar. Melepaskan diri dari buta aksara. Menjadi orang-orang berilmu. Memiliki bekal ilmu dan iman dalam menjaga alam dan kehidupan. Mewujudkan Islam yang rahmatan lil’alamin. Menjadi hamba Allah SWT dan membuktikan diri sebagai umat terbaik (QS. Ali Imran: 110).

Hakikat Belajar

Belajar adalah interaksi manusia dengan sumber-sumber belajar. Sumber belajar ada yang hidup dan tidak hidup. Sumber belajar yang hidup diantaranya manusia dan hewan. Belajar dari manusia bisa melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah ataupun belajar di luar lembaga pendidikan. Belajar dari hewan dengan mengamati tingkah laku hewan. Sebagaimana dilakukan oleh Qabil saat melihat burung gagak menguburkan bangkai gagak lainnya.

Adapun sumber belajar tidak hidup seperti buku, Google dan TV. Dengan membaca buku manusia mendapatkan ilmu pengetahuan, melalui Google manusia memperoleh berbagai macam informasi dan melalui TV demikian juga. Mencermati sumber belajar yang ada, maka belajar bisa dilakukan dimana saja manusia berada. Bisa di sekolah, di rumah, di pasar, di hutan, di lapangan dan tempat lainnya. Jika diringkas, belajar bisa dilakukan outdoor dan indoor.

Belajar akan mencapai derajat hakikat belajar yang sesungguhnya ketika belajar dibangun untuk meraih qimah ruhiyah –nilai ruhiyah-. Yaitu belajar yang lahir dari kesadaran manusia akan hubungannnya dengan al Khaliq. Bahwasannya tholabul ilmi/belajar adalah perintah Allah SWT. Belajar dilakukan mengharapkan ridha dan pahala dari Allah SWT. Pemahaman demikian inilah yang menjadikan belajar sepanjang hayat –long life educatioan– bisa terwujud. Dan belajar yang demikian ini pula yang barokah. Belajar menjadikan bertambahnya kebaikan pada diri penuntutnya. Baik dalam urusan agamanya maupun dunianya.

Adapun ketika belajar karena untuk meraih pekerjaan dan ekonomi semata maka nilai yang diraih manusia hanyalah qimah madiyah –nilai materi- semata. Jauh dari keberkahan. Jauh dari bertambahnya kebaikan. Semakin banyak ilmu yang diperoleh, semakin banyak gelar yang diraih, pekerjaan mapan diberikan pula oleh Allah SWT, namun menjauhkan manusia itu dari ketaatan kepada Allah SWT. Bahkan bermaksiat kepada Allah SWT semisal dengan menyalahgunakan jabatan, korupsi dan jauh dari penerapan hukum-hukum Allah SWT.

Inilah hakikat belajar yang sejak dini harus ditanamkan kepada diri seorang anak. Sehingga sejak dini mereka sadar amanah untuk terus belajar –menuntut ilmu-. Sehingga belajar tidak dicukupkan dengan sekolah di lembaga pendidikan formal. Dan tidak berhenti dengan diperolehnya ijazah. Baik itu belajar ilmu agama, ilmu umum maupun ilmu kehidupan.

Merdeka Belajar dari Sudut Pandang Islam

Merdeka dilihat dari makna bahasa, sebagaimana diterangkan dalam KBBI berarti bebas dari penghambaan, penjajahan dan sebagainya. Jadi, merdeka belajar bukan bermakna manusia terbebas dari kewajiban untuk belajar. Akan tetapi terbebas dari tekanan atau intervensi pihak luar dalam belajar. Bebas dari penjajahan sifat malas belajar. Terhindar dari perasaan puas dengan ilmu yang dimiliki. Jadi, kemerdekaaan dalam belajar tatkala tidak ada lagi intervensi eksternal yang menjadikan siswa terpaksa belajar. Faktor ekternal tersebut bisa berupa tes/ujian/ataupun ancaman orang tua dan lainnya.

Mewujudkan kemerdekaan belajar dapat ditempuh dengan memahamkan akan hubungan manusia dengan Tuhanya -al Khaliq-. Dimana Allah SWT menghendaki manusia untuk belajar –menuntut ilmu- sebagaimana QS Al Alaq: 1-5 dan QS al Mujadillah: 11. Sehingga belajar adalah kewajiban sekaligus kebutuhan manusia. Pemahaman demikian inilah yang mendorong seseorang untuk belajar atas kesadarannya sendiri. Sehingga tidak ada keterpaksaan sekolah, tidak alergi juga tidak takut dengan ujian/ulangan/tes. Karena ujian/ulangan merupakan bagian integral dari belajar itu sendiri. Dan merupakan perkara alamiah yang dilakukan guru/lembaga/negara dalam mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

Dengan demikian, merdeka belajar akan tercapai ketika seseorang belajar karena dorongan qimah ruhiyah –meraih ridha Allah SWT-. Dan memandang belajar/sekolah/menuntut ilmu bagian dari ibadah kepada Sang Pemilik ilmu –Allah SWT-. Merdeka belajar tidak terkait dengan adanya ulangan/ujian/tes yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan ataupun negara. Akan tetapi merdeka belajar terkait dengam daya dorong seseorang untuk belajar. Wallahua’lam bis shawaab.


Tulisan ini copy paste dari:
https://suaraislam.id/merdeka-belajar-perspektif-islam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah