Menakar Posisi UN |
Ujian nasional sejak dahulu terus menjadi
polemik. UN yang memiliki andil dalam menentukan nasib kelulusan, bahkan
sebelum adanya UASBN, UN menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa. Soal UN
yang dibuat oleh pusat dan pengawas UN dari sekolah lain menambah seram UN. Dan
jika sekarang Mendikbud bermaksud menghapus UN tentu berita gembira bagi siswa.
Pendidikan merupakan satu sub sistem dari sistem
periayahan (pengelolaan) negara. Diluar itu masih ada sub sistem yang
lain, seperti ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, pertahanan, dan hukum.
Keseluruhan sub sistem ini tidak bisa dipisah-pisahkan. Layaknya sistem
komputer, maka tidak bisa memisahkan keybord dengan monitor, atau memisahkan
motherbood dengan organ komputer lainnya. Komputer akan nyala dan menjalankan
fungsi dengan baik tatkala semua organnya sehat dan berkesinambungan satu sama
lain.
Demikian pula dengan pendidikan ini. Ia
adalah bagian dari sistem. Mengelola pendidikan tidak bisa dilepaskan dari
sistem yang dibangun negara. Keseluruhan sub sistem itu harus memiliki
akar/pondasi yang sama. Karena tujuan yang dibentuk sistem negara itu satu.
Sehingga keseluruhan sub sistem yang ada harus mengarah pada satu tujuan yang
hendak diwujudkan oleh negara. Dengan objek didiknya adalah sumber daya manusia
negara tersebut.
Dengan demikian, menjadi wajib bagi pekerja
sub sistem untuk memahami apa landasan, pondasi, dasar dan tujuan dari sistem
yang hendak dibangun negara. Dan hal ini harus menjadi pijakan. Walau subjek
penguasa berganti. Walau puting beliung dari negara asing berhembus dasyat
tidak lah negara roboh. Walau virus asing sengaja di suapkan ke mulut, negara
tidak menelannya. Inilah modal mendasar yang harus dimiliki negara. Sehingga
sub sistem yang ada tidak
terombang-ambing, tidak berputar-putar tidak jelas darmaganya. Atau
kemudian menjadi follower negara tetangga, atau negara yang dipandang
adidaya.
Mereformasi Pendidikan
Objek pendidikan adalah manusia. Dimana
manusia adalah makhluk sosial. Sehingga mereformasi pendidikan atau bahkan
merevolusinya, perlu direnungkan terlebih dahulu. Mau dijadikan SDM yang berpendidikan
seperti apa peserta didik itu? Ber-ekonomi seperti apa nantinya? Berbudaya
seperti apa? Berpolitik seperti apa? Berhukum seperti apa? Ber-sosial seperti
apa? Menjadi rakyat yang bagaimana? Dan bagaimana pula masa depan akhiratnya. Karena
pendidikan adalah supplier SDM dan
pelaku dimasa mendatang. Tidak akan terwujud SDM yang berkarakteristik dan
selamat dunia akhiratnya apabila negara salah menetapkan kebijakan pendidikan.
Haruslah waspada, perangkap pendidikan itu telah ada. Mungkin, tidaklah disadari. Karena halusnya perangkap dan cerdasnya sang adidaya. Sebagai contoh globalisasi pendidikan, standarisasi internasional, akreditasi internasional hingga masuknya ajaran gender dan demokrasi dalam kurikulum. Dalam hal ini, siapa penggagas, siapa pengkonsep, siapa pemegang remote pendidikan? Kita? Jelas bukan. Tapi kalau siapa yang harus sendiko dawuh dengan rangkaian program, alur, dektean, itulah kita. Padahal bila dirunut dari akar sejarahnya, dua ajaran seperti gender dan demokrasi adalah titipan ideologi asing.
Haruslah waspada, perangkap pendidikan itu telah ada. Mungkin, tidaklah disadari. Karena halusnya perangkap dan cerdasnya sang adidaya. Sebagai contoh globalisasi pendidikan, standarisasi internasional, akreditasi internasional hingga masuknya ajaran gender dan demokrasi dalam kurikulum. Dalam hal ini, siapa penggagas, siapa pengkonsep, siapa pemegang remote pendidikan? Kita? Jelas bukan. Tapi kalau siapa yang harus sendiko dawuh dengan rangkaian program, alur, dektean, itulah kita. Padahal bila dirunut dari akar sejarahnya, dua ajaran seperti gender dan demokrasi adalah titipan ideologi asing.
Disinilah ungent kiranya memiliki pemikiran
yang jelas dan mendasar dari pendidikan. Pemikiran yang mendasar itu adalah
landasan dan tujuan pendidikan Indonesia. Dua hal ini harus jelas dan tidak changeable.
Dari tujuan pendidikan ditetapkan derivatnya. Mulai dari kurikulum, spesifikasi
guru yang tepat untuk mengajar, jenjang pendidikan untuk sampai pada ketuntasan
kurikulum, sarana dan prasarana serta pendanaan pendidikan harus termenejemen
dengan tepat.
Dengan demikian, suatu pembenahan program
pendidikan dilakukan setelah ada evaluasi ketercapaian tujuan pendidikan. Jika hasil
evaluasi ketercapaian tujuan pendidikan masih jauh dari harapan, barulah digali
metode, cara, teknik baru untuk meraih tujuan pendidikan. Dengan begitu,
pembaharuan yang dilakukan jelas arahnya. Tidak membuat carut marut tataran
administrasi pendidikan dan metode baru yang malah meleset dari tujuan
pendidikan itu sendiri. Bahasa kejamnya mencari sensasi kosong dari urgensi.
Ujian Nasional
Ujian adalah cara/teknik/uslub evaluasi atas
proses dan hasil belajar siswa. Namanya teknik, maka bisa bermacam-macam
pelaksanaannya tergantung tujuan yang hendak dicapai. Sehingga, sebelum
berstatement pro atau kontra tentang UN, perlu dipahami dahulu tujuan dari UN. Mencerap
hakikat tujuan UN itu lebih penting dievaluasi terlebih dahulu sebelum
mengusulkan teknik/uslub lain ujian nasional. Sehingga bukan sekedar gebrakan
program. Dan tidak mengombang-ambingkan arah tujuan pendidikan di negara ini.
Kuatirnya, menteri saat ini menghapus UN, lima tahun kedepan UN diadakan lagi.
Tentu, akan menggelikan publik kalau sampai ini terjadi.
Adapun jika UN di ganti nama dengan assesment
kompetensi minimal dan survey karakter itu artinya ada usulan metode ujian
nasional yang baru. Keterbaruan ini bila dirunut dari apa yang disampaikan
menteri Nadiem Makarim disebabkan fokus dan tujuan evaluasi yang berbeda. UN
selama ini lebih fokus pada IQ siswa. Adapun assesment kompetensi minimal
mengarah pada literasi –bahasa, analisis-, numerasi –matematika, logika- dan
karakter. Perubahan nama ujian nasional ini pun berderivasi pada perubahan
pembuat soal, pembuat keputusan lulus/tidak lulus nya siswa. Yaitu berpindah
pada satuan pendidkan. Ibaratnya, sekolah akan mirip Perguruan Tinggi yang
memiliki hak otonom untuk menentukan kelulusan siswanya.
Tentu, rencana baru akan format ujian
nasional ini akan memaksa negara untuk all out membuat seluruh sekolah
yang ada baik negeri maupun swasta menjadi lembaga pendidikan yang berstandar
prima. Jika tidak, maka kekhawatiran rakyat akan memburuknya output dan outcome
pendidikan akan terbukti. Pasalnya, sebagai sub sistem, hasil pendidikan bukan
semata dipengaruhi oleh pendidikan itu sendiri tetapi juga oleh sub sistem lain
seperti sosial, ekonomi, hingga politik.
Makna Lulus Sekolah
Makna lulus sekolah adalah hal penting
berikutnya untuk dibahas. Apa urgensi lulus bagi seorang siswa? Demikian pula,
apa urgensi lulus dalam perspektif negara? Pemaknaan “lulus sekolah” ini
penting dikaji dan dikonsep. Andai dalam benak siswa mengatakan lulus itu
adalah dapat ijazah, dan ijazah untuk mencari kerja, maka saya katakan UN yang selama
ini telah menelan dana milyaran itu negara merugi. Sekaligus bisa dikatakan tujuan
pendidikan belum berhasil tercapai.
Kalau sekiranya hanya untuk mendapatkan
ijazah memang UN yang menghabiskan banyak duit negara itu tidak perlu ada.
Pendidikan adalah sebuah proses. Proses transfer ilmu, pengetahuan dan
ketrampilan sebagai bekal bagi murid dalam kehidupan. Yang semuanya itu
terangkum dalam kurikulum pendidikan. Proses pembelajaran, interakasi sosial di
sekolah, perilaku di sekolah adalah pengejawantahan dari pendidikan yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Yang itu diharapkan terinternalisasi
pada diri siswa sehingga kehidupan mereka diluar sekolah dilandasi ilmu yang
telah didapatkan di sekolah. Oleh sebab itulah, hampir semua tokoh pendidikan
sepakat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan manusia berkepribadian
baik.
Dalam kehidupan ini, tidak cukup berbekal
ijazah yang bertuliskan angka kemampuan intelektual (IQ) siswa. Aliah BP Hasan
(2006:154) menyatakan banyak kasus menunjukkan bahwa mereka yang ber IQ tinggi
ternyata gagal dalam pekerjaan dan penghidupannya. Para pakarpun melihat bahwa
ada Creative Quotient (CQ), Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ)
yang berperan penting dalam keberhasilan hidup seseorang. Faktanya, iQ tinggi
tanpa EQ dan SQ menjerumuskan manusia kelembah dosa. Ambil contoh para
koruptor, penyalah gunaan jabatan, pelaku kejahatan dan kriminalitas lainnya.
Dengan demikian, “lulus sekolah” bagi seorang
murid adalah ketika ia berhasil menyerap ilmu dan menjadikannnya sebagai hamba
Allah azza wa jalla yang taat dan berkepribadian baik. Adapun ijazah itu
adalah tanda bukti bahwa ia telah menempuh jenjang pendidikan tertentu.
Demikian pula bagi satuan pendidikan dan negara, keberhasilan meluluskan siswa
adalah ketika berhasil menghantarkan mereka menjadi pribadi yang taat kepada
Allah azza wa jalla, berkepribadian baik dan mampu mengamalkan ilmunya.
Oleh sebab itu, tidak cukup dalam borang
akreditasi sekolah/PT jika hanya melacak alumni dari sisi dimana mereka
sekarang bekerja, perlu ada pelacakan kiprah kepribadian dan sosial alumni
lembaga pendidikan (sekolah ataupun perguruan tinggi) tersebut. Dan hal ini bisa menjadi bahan evaluasi
keberhasilan pembangunan karakter skala satuan pendidikan hingga negara.
Usulan Untuk Ujian Nasional
Ujian adalah unsur yang perlu diselenggarakan
dalam pembelajaran. Adapun pihak yang berkewajiban melaksanakannya adalah
satuan pendidikan. Jika negara bermaksud melaksanakan assessment maka sunnah
hukumnya. Karena yang wajib bagi negara adalah menyelenggarakan pendidikan
dengan segala aspeknya, menjamin proses pendidikan berjalan dengan baik dan menjamin seluruh anak usia sekolah
memperoleh pendidikan.
Dengan demikian, jika negara bermaksud
mengadakan ujian nasional kepada murid, maka harus dipastikan tujuan
penyelenggaraan ujian nasional tersebut. Jika dipandang urgent, maka UN
diselenggarakan. Dari tujuan UN yang disusun, bisa dilacak kompetensi apa yang
harus di ujiankan/diteskan/dinilai. Dan ditetapkan teknis pelaksanaan ujiannya.
Dalam teori manajemen teknis itu hendaknya dipilih yang efisien dan efektif
meraih tujuan UN itu sendiri. Adapun penamaan ujian bisa berbeda-beda walau
skalanya sama yaitu nasional.
Namun, jika negara memandang UN tidak urgent,
maka membangun sistem pendidikan dan lembaga pendidikan yang berkualitas, bisa
menjadi fokus negara. Karena polemik UN yang terus menggema itu menunjukkan bangunan
sistem pendidikan selama ini belum berjalan baik dan juga belum diterima dengan
baik oleh masyarakat. Wallahua’lam bis showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar