Kasus perang sarung ini terjadi di beberapa kota. Diantaranya di kota Banyuwangi, Bangka Selatan, Tegal, Bandung, Bogor, Pemalang, Bekasi dan kota lainnya. Perang sarung di kota Tegal telah merenggut nyawa (radartegal.com), pun yang terjadi di Bekasi (m.jpnn.com). Kondisi ini wajar jika membuat orang tua resah.
Haus Kesibukan dan Unjuk Ego
Remaja, sosok yang terbuka dengan hal baru, menantang dan suka bergerombol. Ini adalah ekspresi wajar dari naluri baqa' seorang remaja. Mereka bermaksud menunjukkan eksistensi dirinya. Gejolak ini menjadikan mereka enggan berdiam diri. Mereka ingin sibuk dengan sebayanya, ingin pengakuan akan dirinya.
Ketika ekspresi naluri baqa' remaja ini tidak dipertemukan dengan iman, ilmu, amal dan kawan yang benar, maka yang terbentuk adalah sosok remaja bringgas, egois, dan perkumpulan yang negatif. Geng remaja bersenjata sarung adalah contohnya.
Mereka berhasil mencipta fungsi baru dari sarung. Tentu, para orang tau bahkan pabrik sarungpun tidak pernah menduga sarung bisa menjadi senjata. Kalau pedang, pisau, belati tidak mengherankan jika dipakai senjata. Karena memang itu salah satu fungsinya. Kalau sarung? Sungguh diluar dugaan pabrik kalau bakal menjadi senjata dalam pertarungan antar kelompok remaja.
Buah Pendidikan Keluarga, Sekolah dan Negara
Pendidikan secara simple dapat diartikan sebagai proses menjadikan orang untuk baik. Baik hubungannya dengan al Khaliq, baik hubungannya dengan dirinya, baik hubungannya dengan sesamanya.
Fenomena perang sarung ataupun tawuran remaja menunjukkan bahwa ada proses yang belum tepat dalam pendidikan yang dilakukan. Baik di tingkat keluarga, sekolah hingga negara.
Keeroran dalam proses pendidikan bisa disebabkan oleh beberapa hal. Lingkup keluarga, bisa jadi proses pendidikan itu malah tidak ada. Karena keluarga menyerahkan pendidikan pada lembaga.
Akibat kondisi ini, anak tumbuh fisiknya dari sauapan kedua orangtuanya. Adapun tumbuh pikir dan nalarnya dipengaruhi faktor luar. Bisa sekolah, lingkungan, teman hingga medsos. Padahal keluarga itu pembentuk pondasi iman dan takwa pada anak. Akhlaq yang dibentuk dari rumah akan terpancar saat anak berinteraksi diluar. Jika terbalik, akhlaq anak dibentuk dari pergaulan diluar, padahal diluar itu perilaku negatif dan positive campur aduk, maka jangan bertanya, kenapa perilaku anak cenderung bringgas dan kasar, jauh dari sosok beriman dan bertakwa.
Adapun lingkup sekolah, faktor yang mempengaruhi proses pendidikan ada beberapa hal. Diantaranya kurikulum, guru, dan budaya sekolah.
Kurikulum yang disebut core pendidikan memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan proses pendidikan. Kurikulum ini bisa membentuk pola pikir dan pola sikap seorang murid. Jika kurikulumnya sekuler kapitalistik maka output pendidikannyapun akan memiliki pola pikir sekuler kapitalistik.
Pola pikir sekuler kapitalistik memisahkan urusan kehidupan dengan agama, orientasi dunia, mengejar kesenangan dan kebebasan. Dan generasi tawuran ataupun geng perang sarung adalah contoh buah penerapan kurikulum sekuler kapitalistik.
Berikutnya, negara. Negara memiliki kekuatan terbesar dalam menentukan keberhasilan proses pendidikan sehingga menghasilkan output yang baik sebagaimana disebutkan di atas.
Negara memiliki power dalam menetapkan sistem pendidikan yang diadopsi dan diterapkan. Salah pilih sistem, resiko gagalnya pendidikan. Salah satu indikator gagalnya pendidikan adalah jika moral/akhlaq rakyat dan birokrat di negara itu rusak. Dan aksi tawuran dan perang sarung remaja harus menjadi bahan evaluasi akan sistem pendidikan di negara ini. Sudahkah tepat atau belum?
Kurikulum Ramadan
Sebagai negara mayoritas berpenduduk muslim. Hal yang tidak menciderai toleransi beragama jika negara ini memiliki kurikulum Ramadan. Kurikulum yang dirancang khusus berlaku di bulan Ramadan dan khusus buat umat Islam.
Mengisi Ramadan dengan ibadah dan amal shalih dijadikan agenda negara. Sehingga rakyat dari ringkat RT, RW, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Pripinsi, hingga pusat diberi kurikulum kegiatan yang harus dilakukan selama Ramadan. Masjid, mushala, tempat-tempat pendidikan, lembaga sosial dihidupkan, disemarakkan dengan kurikulum Ramadan.
Dengan demikian, tidak ada pribadi yang nganggur, tidak tahu harus beraktivitas apa mengisi Ramadannya. Kalangan remaja tidak ada peluang berfikir neko-neko semacam tawuran dan perang sarung di bulan Ramadan. Mereka akan giat mengisi Ramadannya dengan ibadah dan amal shalih lainnya.
Sungguh keberuntungan bukan hanya pada individu jika bisa demikian. Tetapi juga bagi pembuat kebijakan, negarapun kejatuhan berkahnya. Tidakkah kita menginginkan kondisi demikian?
Khatimah
Cukuplah ayat ini menyentuh relung akal dan hati untuk bersegera menetapkan Islam kaffah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman;
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al A'raf: 96).
Wallahua'lam bis showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar