Kecemasan mereka itu wajar, karena pada 31 Mei 2022 Menteri PANRB telah mendatangani Surat Edaran Menteri PANRB tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mencantumkan mulai 28 November 2023 tenaga honorer dihapus.
Hingga Juni 2021, ada 410.010 tenaga honorer. Dan yang lulus PPPK dan CPNS 2021 sebanyak 51.492, sehingga tenaga honorer tersisa 358.518. Mereka ada yang bekerja sebagai tenaga pendidik, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh, dan tenaga administrasi. (https://m.republika.co.id/amp/rczb84318)
Hononer Ada Karena Apa?
Tenaga honorer adalah sebutan untuk mereka yang bukan PNS dan bukan PPPK.
Dikutip dari accurate.id, bahwa PP No 56 tahun 2012 menyebutkan, tenaga honorer adalah mereka yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lainnya di dalam pemerintahan agar bisa melakukan tugas tertentu di dalam instansi pemerintah. (https://accurate.id/lifestyle/honorer-adalah/).
Mengutip penyataan Pakar Kebijakan Publik Unair bahwa proses seleksi dan rekrutmen tenaga honorer ini beragam karena masing-masing instansi menyelenggarakan. ( https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6119389/soal-penghapusan-tenaga-honorer-begini-saran-pakar-unair/amp)
Nah, kesimpulannya, tenaga honorer itu ada atau diangkat/direkut untuk menjalankan tugas/kerja yang jelas, akan tetapi gaji mereka tidak tentu, sesuai kemampuan instansi yang mengangkatnya.
Walau demikian, tenaga hononer ini biasanya tekun kerja karena ada harapan dilubuk hati yang dalam bisa diangkat menjadi PNS. Makanya, ada yang sampai tahunan atau puluhan tahun rela menjadi tenaga honorer.
Lantas, Kenapa di Hapus?
Dikutip dari kompas.com, salah satu alasan penghapusan tenaga honorer adalah ketidakjelasan sistem rekrutmen yang berdampak pada pengupahan yang di bawah UMR.
Langkah penghapusan honorer ini, tidak secara otomatis tenaga non ASN tidak dibutuhkan. Akan tetapi untuk pengangkatannya diusulkan melalui sistem outsourcing agar sesuai kebutuhan dan penghasilan layak sesuai UMR. ( https://www.kompas.com/tren/read/2022/06/05/063100965/alasan-tenaga-honorer-dihapus--pengupahan-tidak-jelas-dan-kerap-di-bawah?)
Sistem Outsourcing, Belum Selesaikan Masalah
Tenaga honorer diangkat oleh instansi bukan dengan ketidakjelasan tugas kerjanya. Karena juga tidak mungkin instansi mengangkat pekerja kalau tidak membutuhkan tenaga pekerja tersebut.
Jika masalahnya ada pada penggajian tenaga honorer yang tidak tentu/di bawah UMR, maka harusnya ini yang diselesaikan. Cukup mudah solusinya, yaitu membuat aturan/kebijakan gaji honorer yang harus sesuai UMR dan ketentuan jaminan kesejahteraan lainnya. Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak berani membuat kebijakan mengaji honorer sesuai UMR?
Berikutnya, jika sistem rekrutmen honorer oleh perinstansi penyebab penggajian tenaga honorer menjadi tidak sama/hingga dibawah UMR, maka solusinya dibuatkan aturan sistem rekut non PNS baik di instansi pusat dan daerah. Sehingga melindungi dari rekutmen tenaga yang tidak dibutuhkan juga.
Mekanisme ini akan menjadikan tenaga honorer yang sudah mengabdi tidak kehilangan pekerjaannya dan jika akan merekrut tenaga baru juga jelas tugas kerjanya.
Penyelesaian dengan outsourcing memang memudahkan pemerintah. Karena tidak sibuk melakukan rekrutmen, training pegawai, mengurusi pengajian dan lain-lainya. Tinggal menghubungi pihak perusahaan outsource/ perusahan penyedia tenaga outsourcing.
Pertanyaannya, akahkah tenaga pendidikan diambil dari perusahaan outsource? Padahal jumlah tenaga honorer pendidikan mencapai ratusan ribu orang. Kalau kemudian mereka tidak terekut lewat tes PPPK dan CPNS, bagaimana dengan murid-murid yang selama ini mereka ajar? Akan terjadi penumpukan jam mengajar bagi guru PNS yang ditinggal guru honorer.
Akankah efektif proses pembelajaran yang demikian? Akankah fokus, guru PNS mengajar melebihi maksimal jam mengajarnya? Akankah murid mendapatkan perhatian penuh dari gurunya?
Padahal pendidikan adalah memproses sumber daya manusia negeri ini untuk menjadi sosok yang beriman, bertakwa, berkepribadian, berdaya saing dan menyiapkan mereka sebagai agent of change. Hal ini membutuhkan tenaga pendidik yang mukhlis, muhsin, profesional/kafaah, yang harus dijamin kesejahteraannya oleh negara.
Adapun tenaga teknis mungkin masih bisa di atasi dengan outsourcing. Adapun tenaga kesehatan dan penyuluh akahkah juga dengan sistem outsourcing?
Bagi perusahan penyedia layanan outsourcing, tentu berita ini, baik bagi mereka. Tapi dapat dipastikankah bahwa tenaga honorer itu layak diterima perusahaan outsourcing untuk kemudian bisa kembali bekerja diinstasi selama ini mengabdi? Atau malah menambah pengangguran?.
Jadi, sistem outsourcing belum menyelesaikan masalah.
Sistem Rekut Pegawai dalam Islam
Islam memiliki mekanisme rekutmen pegawai yang jelas.
Pertama, rekrutmen pegawai di dasarkan pada hukum syara'. Sehingga aqad antara pekerja dengan negara jelas. Pun demikian pula gaji dan kesejahteraan pegawainya. Aqad yang mendasarinya adalah aqad ijarah. Dengan rakyat yang terekut sebagai ajir dan negara sebagai musta'jir. Tidak ada istilah honorer yang ada adalah pegawai negara.
Kedua, negara merekut tenaga kerja sesuai kebutuhan. Sehingga pemerintah akan melakukan identifikasi tenaga yang dibutuhkan, jumlahnya berapa, kualifikasinya seperti apa. Baru kemudian dilakukan rekrutmen.
Ketiga, jaminana gaji dan kesejahteraan pegawai terjamin. Rasulullah SAW bersabda; " Apabila salah seorang diantara kalian mengontrak tenaga seseorang pekerja maka hendaknya diberitahukan kepadanya upahnya" (HR. Ad Daruquthni)
Dalam hadist qudsi, Rasulullah SAW bersabda; " Allah SWT berfirman, " Ada tiga orang yang Aku musuhi pada hari kiamat nanti. Seseorang yang telah bersumpah atas nama Ku, lalu berkhianat; seseorang yang menjual orang merdeka, lalu menikmati hasil penjualannya; seseorang yang mengontrak pekerja lalu pekerja tersebut menunaikan transaksinya, sedangkan dia tidak memberikan upahnya" (HR. Bukhari)
Pegawai negara ini akan digaji dari Baitul Mal pos kepemilikan negara. Sumber income pos ini dari harta fa'i, ghanimah, jizyah, usyur dan lainnya.
Nah, makanya masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz, pegawai digaji sampai 300 dinar. MasyaAllah. Jika perdinar sama dengan 4,25 gram emas, maka angka itu sama dengan 1.275 gram emas. Bila diuangan mengikuti harga emas sekarang tentu angkanya sangat besar.
Mekanisme demikian tentu tidak akan diterapkan oleh negara yang menganut sistem kapitalisme. Dimana sistem ini, hitung-hitungan untung rugi dengan rakyatnya.
Jadi, sistem rekut pegawai dalam Islam ini hanya bisa diterapkan oleh sistem pemerintahan Islam. Dimana, pemerintah dalam Islam ada untuk meriayah/mengurus rakyat sehingga rakyat sejahtera. Dan sistem pemerintahan dalam Islam itu disebut dengan khilafah. Adapun khilafah yang akan tegak kembali sebagaimana sabda Nabi SAW adalah khilafah 'ala minhajin nubuwah (khilafah yang berdiri di atas manhaj kenabian).
Khatimah
Kapan seorang kepala keluarga dikatakan sukses? Ketika ia mampu menghantarkan orang-orang yang di bawah kepemimpinannya merasakan kesejahteraan. Pun demikian pula dengan kepala negara. Jadi, sejahterakan hononer yang sudah mengabdi, sehingga mereka tidak terdzalimi.
Wallahua'lam bis showwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar