Di kisahkan suatu hari Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu dan sahabatnya pergi ke pasar untuk membeli barang yang diperlukan. Sesampainya di pasar, mereka mencari tempat untuk makan. Ketika itu lewat di depan mereka seorang anak kecil pengembala kambing. Kemudian Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu memanggil anak gembala itu untuk makan bersama mereka.
Anak gembala itu berkata, “Terima kasih, akan tetapi saya sedang berpuasa”.
Mendengar itu, Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu memandang anak gembala itu dengan kagum dan berkata, ”Hai anak gembala, di hari yang panas seperti ini engkau berpuasa sambil menggembala kambing pula?”
Anak itu menjawab, “Tuan, api neraka itu lebih panas lagi”.
Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu berkata, “Kamu benar, anak gembala”.
Kemudian Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu meminta kepada anak gembala itu untuk menjual satu dari kambingnya kepada mereka. Tapi anak gembala itu menjawab, “Kambing-kambing ini bukan milik saya, tapi milik majikan saya”.
Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu ingin menguji sifat amanah dan keimanan anak gembala tersebut. Maka ia berkata, “ Kamu bisa menjual satu dari kambing itu. Lalu uang hasil penjualannya bisa kamu belikan apa yang kamu butuhkan. Selanjutnya, katakan kepada majikanmu bahwa serigala telah memakan kambing itu. Apalagi majikanmu tidak melihatmu, tentu dia akan percaya dengan perkataanmu. Bagaimana, kamu setuju?”
Mendengar perkataan Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu, anak gembala itu menangis dan berkata, “Walaupun majikan saya tidak melihat perbuatan saya, tapi Allah selalu melihat dan mengetahui apa yang saya kerjakan. Semoga Allah subhaanahu wa ta’ala memaafkan tuan. Dimanakah Allah subhaanahu wa ta’ala?” Dan anak tersebut terus menerus mengulang perkataannya itu sambil menangis, “Dimanakah Allah subhaanahu wa ta’ala? Dimanakah Allah subhaanahu wa ta’ala?”
Maka Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu pun menangis mendengarnya, sambil mengikuti perkataan si anak pengembala itu, “Dimanakah Allah subhaanahu wa ta’ala?”
Kemudian Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu membeli anak gembala itu dan kambing-kambingnya dari tuannya dan membebaskannya dari perbudakan. Setelah itu, ia menghadiahkan seluruh kambing itu kepada si anak pengembala itu, sebagai balasan atas sifat amanah dan keimanannya. (Kisah diambil dari buku 40 Kisah Pengantar Tidur, Najwa Husein Abdul Aziz)
Hikmah
Dari kisah di atas ada beberapa hal yang bisa dipetik. Kita dapatkan informasi bahwasannya dibalik karunia kecerdasan pada diri Abdullah bin Umar radiyallaahu ‘anhu, yang telah meriwayatkan lebih dari 2.500 hadist, beliau juga sosok yang kaya dan dermawan.
Keshalehannya nampak sekali dengan mudahnya beliau menerima nasehat dari seorang anak, menjadi budak, dan pengembala kambing. Nampak pula dari hal yang menjadi ukuran bagi beliau untuk memberikan balasan atas kebaikan yang dilakukan orang lain. Betul-betul beliau -Abdullah bin Umar radiyallaahu 'anhu- representasi dari Alquran dan Alhadist. Sebagaimana gelar beliau sebagai hamba yang diridai Allah subhaanahu wa ta'ala yaitu radiyallaahu 'anhu.
Hikmah berikutnya yang bisa dipetik, anak pengembala kambing itu seorang budak, tapi begitu mengagumkan imannya kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dan sifat amanahnya. Membuat kita yang membaca kisah itu ikut kagum. Menjadikan kita merasa kalah jauh dari si anak pengembala kambing itu.
Akhirnya, menjadi instropeksi bagi kita yang hidup di zaman ini, kita yang hidup merdeka, di zaman modern ini, janganlah melemah iman kita, janganlah kita ragu akan pengawasan Allah subhaanahu wa ta’ala. Harus kita tancapkan kuat-kuat dalam hati, Allah subhaanahu wa ta’ala Tuhan kita dan selalu mengawasi hamba-hambaNya. Dan kita memohon kepada Allah subhaanahu wa ta'ala agar dikarunia sifat-sifat yang baik itu. Aamiin aamiin yaa rabbal'aalamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar