يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label BPJS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BPJS. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 26 Februari 2022

Belum Dibuktikan, Sudah Terbit Regulasi

Menjadikan rakyat melaksanakan kebijakan pemerintah dengan senjata regulasi yang mengandung ancaman ketiadaan layanan publik jika tidak mengikuti kebijakan tersebut, bisa menjadi indikator kediktatoran. Seolah negara berdagang dengan rakyatnya.

Seperti salah satu kebijakan yang ramai dibicarakan masyarakat. Dikutip dari kompas.com, pada 6 Januari 2022 Presiden Joko Widodo meneken Inpres No 1 Tahun 2022. Dalam instruksi tersebut mengintruksikan kepada 30 kementerian dan lembaga untuk menyukseskan program BPJS kesehatan. 

Aturan yang ditetapkan dalam instruksi tersebut bahwa rakyat harus memiliki keanggotaan BPJS Kesehatan untuk mendapatkan layanan publik seperti jual beli tanah, mengurus SIM, STNK, SKCK, layanan haji dan umrah, pembuatan paspor. (https:/amp.kompas.com/tren/read/2022/02/22/090000165/daftar-layanan-publik-yang-mewajibkan-syarat-bpjs-kesehatan-apa-saja-)

Sekjen Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha menyebutkan bahwa alasan kebijakan presiden tersebut karena banyak masyarakat tidak puas dengan pelayanan BPJS kesehatan. Dengan Inpres tersebut akan diperluas kepesertaan dan kepatuhan iuran dengan cara menjadikan sebagai syarat layanan publik, peningkatan akses dan mutu layanan JKN KIS, penguatan peran Pemda, perbaikan tata kelola JKN. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20220224141305-4-318043/asal-mula-jokowi-patenkan-bpjs-kesehatan-syarat-semua-urusan/amp)

Jlimet Merogoh Kocek Rakyat

Kebijakan keharusan menjadi anggota BPJS untuk mendapatkan layanan publik bukanlah putusan yang tepat. 

Pertama, kesehatan sebagai kebutuhan pokok rakyat seharusnya dijamin negara. Sedang melalui mekanisme BPJS ini rakyat menjamin sendiri pembiayaan kesehatannya. Rakyat harus membayar iuran perbulannya. Terlebih kepesertaan BPJS ini mengharuskan seluruh anggota keluarga yang tercantum dalam KK harus didaftarkan semuanya. Sakit, tidak sakit harus bayar iuran perbulannya. 

Kedua, jika sebagaimana disebutkan oleh Sekjen Kementerian Kesehatan terkait alasan Inpres no 1 tahun 2022 adalah ketidakpuasan rakyat atas layanan BPJS, seharusnya kualitas layanan BPJS dibuktikan dulu kualitasnya, kredibelitasnya, profesionalitasnya, amanahnya, sehingga rakyat puas dengan layanan BPJS. 

Nah, ini malah balik merogoh rakyat dengan memanfaatkan layanan publik sebagai senjata agar rakyat daftar BPJS  dan rutin bayar iuran. Kalau layanan bagus, dapat dipercaya, menjamin pembiayan kesehatan, tentu rakyat akan sadar dengan sendirinya. Nah ini, belum dibuktikan perbaikan kinerjanya, sudah njlimet merogoh kocek rakyat. Dananya mau digunakan untuk apa? Hem.

Ketiga, BPJS kesehatan itu konsep yang lahir dari ideologi kapitalisme. Model pembiayaan kesehatan yang dibebankan pada rakyat dengan negara penyedia fasilitas kesehatan. Rakyat membeli fasilitas kesehatan yang disediakan negara. 

Dalam sistem kapitalisme, negara memang membantu pembiayaan rakyat miskin, tapi itu tidaklah sepenuhnya gratis. Bahkan kualitas pengobatan yang diberikan kepada rakyat miskin berbeda dengan yang kaya. Padahal seharusnya, penjaminan kesehatan atas rakyat itu sama kualitasnya untuk semua. Baik kepada rakyat miskin ataupun kaya. 

Kesimpulannya, kualitas layanan yang diberikan akhirnya kembali kepada berapa kocek yang mampu rakyat bayar, seukuran itulah kualitas layanan kesehatan yang diberikan kepada rakyat. Oleh karena itulah dalam BPJS kesehatan ada kelas 1, 2 dan 3. 

Jaminan Kesehatan dalam Islam

Islam sebagai agama yang rahmatan lil'alamin memiliki konsep pengaturan atas seluruh bidang kehidupan manusia. 

Dalam Islam, kesehatan, pendidikan dan keamaanan adalah hajat pokok masyarakat yang harus dijamin negara. 

Pembiayaan untuk kebutuhan pokok publik ini diambilkan dari Baitul mal. Yakni dari pos pendapatan dari pengelolaan kepemilikan negara dan kepemilikan umum yang mandiri dikelola negara. Jadi, bukan dari pajak, bukan dari hutang, bukan pula dari iuran rakyat. Karena tidak ada konsep penarikan iuran kesehatan dari rakyat.

Pengaturan ini membuktikan jaminan atas kesehatan bagi rakyat. Baik rakyat miskin, rakyat kaya, semua mendapatkan layanan yang sama berkualitas.

Sungguh berbeda konsep dalam Islam dengan kapitalisme. Islam benar-benar menempatkan rakyat sebagai pihak yang diriayah -diurus, diayomi, dilayani-. Tidak seperti dalam kapitalisme.

Sebagai contoh sebagaimana diceritakan dalam buku Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia karangan Prof. Dr. Raghib As Sirjani; bahwa ketika pasien telah menginap di RS, ia diberi obat yang telah diresepkan dokter, juga makanan yang sesuai dengan kondisi kesehatannya dan dengan kadar yang telah ditentukan untuknya pula. Para pasien tidak pernah dipersulit dalam mendapatkan jenis makanan yang mereka inginkan. 

Ketika pasien telah berada dalam kondisi baru sembuh, maka ia dimasukkan ke dalam ruang yang khusus untuk para pasien yang baru sembuh. Dan ketika kesembuhannya sempurna, maka ia diberi sejumlah harta yang mencukupi hingga ia mampu bekerja lagi. Hal ini agar ia tidak memaksa untuk bekerja selama ia baru sembuh, sehingga sakitnya tidak kambuh lagi. 

MasyaAllah, betapa mengagumkan pelayanan yang diberikan oleh negara yang menerapkan Islam kepada rakyatnya. Sangat-sangat jauh berbeda dengan pelayanan dalam negara yang menerapkan kapitalisme. Pertanyaannya, masihkah mau bertahan di sistem kapitalisme? 

Wallahua'lam bis showwab.

 








Minggu, 21 Februari 2021

Terima Kasih Rakyat, BPJS Surplus

Dilansir dari republika.co.id (15/2/2021) bahwa periode 2020 BPJS surplus 18,7 trilyun.  Direktur Utama BPJS Fachmi Idris menyebutkan laporan keuangan unaudited per 31 Desember 2020 Dana Jaminan Sosial memiliki saldo kas 18,7 trilyun. Dan sejak pertengahan 2020 BPJS sudah bebas hutang. Gagal bayar ditahun 2019 sebesar 15,51 trilyun berhasil dilunasi di tahun 2020. Kenaikan iuran BPJS pertengahan 2020 menjadi faktor utama penyebab sehatnya kondisi keuangan BPJS.

Mengetahui surplus Dana Jaminan Sosial ini, anggota komisi IX DPR Kurniasih Mufidayanti berharap pemerintah bisa mengembalikan iuran BPJS seperti semula (idxchannel.com, 17/2/2021). Iuran BPJS telah mengalami kenaikan hampir 100% pertengahan 2020. Kelas 1 dari 80.000 menjadi 150.000. Kelas 2 dari 51.000 menjadi 100.000. Dan kelas 3 dari 25.500 menjadi 35.000. Dengan peserta BPJS per Desember 2020 tercatat 222.461.906 orang.

Rakyat tentunya tidak hanya berharap iuran BPJS diturunkan lagi. Melainkan berharap mendapatkan layanan kesehatan bermutu tanpa klaster dan gratis. Kalaupun harus membayar dengan biaya terjangkau. 

Semua rakyat adalah sama. Tidak seharusnya layanan kesehatan dipilah-pilah antara si kaya dan si miskin. Semua ingin sehat dan mendapatkan layanan terbaik dari negara. Sehingga BPJS benar-benar wadah yang disiapkan negara untuk menjamin kesehatan rakyatnya. Bukan rakyat yang menjamin kesehatanya dengan membayar iuran di tiap bulannya. Mungkinkah hal ini bisa diwujudkan?

Negara sebagai Orang Tua atau Pedagang?

Apabila prinsip negara sebagaimana orang tua mengasuh anaknya pasti bisa diwujudkan layanan kesehatan tanpa klaster dan gratis/murah. Ketika anak sakit, orang tua akan mengantarkan anaknya ke dokter dan biaya pengobatan akan ditanggung orang tua. Orang tua akan mencarikan dokter terbaik. Dan bekerja dengan mengelola aset yang dimilikinya atau usaha lainnya untuk bisa mencukupi kebutuhan kesehatan dan kebutuhan primer lainnya.

Tapi jika negara berperan seperti pedagang dan rakyat dianggap sebagai pembeli, maka layanan kesehatan tanpa klaster dan gratis/murah itu sangat tidak mungkin. Karena prinsip penjual adalah mencari untung. 

Benar, penjual menjamin barang yang dijual baik, tapi harga yang ditetapkan sudah termasuk laba. Akhirnya penjual membuat beberapa jenis harga agar pembeli menyesuaikan dengan kondisi finansialnya. Jika pengibaratan jenis kedua ini diadopsi negara maka mimpi bagi rakyat untuk bisa merasakan fasilitas kesehatan kelas 1 walau dia seorang miskin. 

Mari kita tengok bagaimana sistem Islam menjamin kesehatan tiap individu rakyat. Prof. Dr. Raghib As Sirjani dalam bukunya Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia hal. 478 menuliskan para pasien dirumah sakit diberi obat, diberi makanan terbaik, ketika pasien telah sempurna sembuh diberi baju baru cuma-cuma, dan diberi harta yang mencukupinya hingga ia mampu bekerja lagi. 

MasyaAllah, demikian mulianya Institusi Islam -Kekhilafan Islam- dalam menjamin kesehatan setiap rakyatnya. Dan negara sungguh menjalankan fungsi sebagai pelayan, pengayom dan penanggungjawab rakyatnya.  Wallahua'lam.

Minggu, 15 Maret 2020

BPJS NGAK JADI NAIK, RAKYAT MASIH MENJERIT?

Media Indonesia beberapa hari ini selain corona juga memberitakan terkait putusan Mahkamah Agung yang menolak kenaikan iuran BPJS.

Kabar itupun mendapat sambutan dari Bupati Sukabumi dengan mengatakan sebaiknya BPJS dibubarkan saja. Senada dengan itu adalah apa yang disampaikan oleh Fadli Zon (suaraislam.id, 11/03/2020).

Apabila bupati dan anggota DPR yang secara finansial tidak memiliki problem membayar BPJS berkomentar demikian, tentu ada alasan ketidaktepatan lain dari BPJS, dalam kaca mata mereka.

Adapun rakyat biasa tentu bersyukur dengan putusan MA tersebut. Rakyat baru akan bersyukur sekali jika tidak ada sama sekali iuran kesehatan yang harus mereka bayarkan kepada negara disaat mereka sehat.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

BPJS sebagai badan penyelenggara jaminan kesehatan adalah mewakili negara dalam menjalankan fungsi layanan kesehatan kepada rakyat. Menjamin rakyatnya sehat adalah bagian tugas negara. Aktivitas menjamin berarti negara harus memberikan layanan nir laba tanpa perbedaan kasta kepada rakyat. Dengan menyediakan layanan terbaik mulai dari tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, pengobatan, hingga biaya yang murah. Inilah bentuk menjamin, melindungi rakyat biar pasti sehat.

Slogan BPJS dengan gotong royong semua tertolong adalah slogan yang tidak tepat. Pasalnya, memberikan jaminan dan layanan kesehatan adalah tugas negara. Sehingga apabila pembiayaan dibebankan kepada rakyat seperti yang dipraktekkan oleh BPJS pasti menuai problematika. Gotong royong dalam terminologi Indonesia adalah tindakan tolong menolong dilandasi keikhlasan bukan keterpaksaan. Amal yang tidak ikhlas tidak barokah tidak diterima oleh Allah ta'ala. Akibatnya rakyat bukan tertolong malah sebaliknya polemik yang muncul.

Faktanya, BPJS saat ini mengalami defisit. Yang hal itu disinyalir disebabkan banyak anggota BPJS yang belum setor iuran.

Dalam situasi ekonomi yang sulit seperti saat ini tentu wajar jika dana nasabah BPJS dipakai untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Namun, jika terhadap rakyat dengan ekonomi sulit diberi sanksi karena belum setor iuran BPJS akan menjadi perilaku dzalim penguasa kepada rakyatnya.

Solusinya?

Andai betul negara belum mampu menyediakan layanan kesehatan tanpa melibatkan iuran dari rakyat, maka penulis mengusulkan untuk membuat Lembaga Sedekah Kesehatan. Bukan model BPJS yang serupa asuransi namun iuran tidak bisa kembali jika nasabah tidak sakit.

Lembaga Sedekah Kesehatan akan menjadikan aqad jelas antara rakyat dengan negara. Yakni negara membutuhkan bantuan dana sehingga bagi rakyat yang berada bisa mensedekahkan hartanya. Dan kemudian negara serius mengurus dana tersebut. Dipegang orang amanah, kredibel, berintegritas.

Dan negarapun terus melakukan pengelolaan SDA dengan benar. Kekayaan alam milik umum adalah untuk hajat hidup rakyat Indonesia. Hal ini sebagaimana amanah UUD '45.

Dipun Waos Piantun Kathah