يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Minggu, 21 Februari 2021

Terima Kasih Rakyat, BPJS Surplus

Dilansir dari republika.co.id (15/2/2021) bahwa periode 2020 BPJS surplus 18,7 trilyun.  Direktur Utama BPJS Fachmi Idris menyebutkan laporan keuangan unaudited per 31 Desember 2020 Dana Jaminan Sosial memiliki saldo kas 18,7 trilyun. Dan sejak pertengahan 2020 BPJS sudah bebas hutang. Gagal bayar ditahun 2019 sebesar 15,51 trilyun berhasil dilunasi di tahun 2020. Kenaikan iuran BPJS pertengahan 2020 menjadi faktor utama penyebab sehatnya kondisi keuangan BPJS.

Mengetahui surplus Dana Jaminan Sosial ini, anggota komisi IX DPR Kurniasih Mufidayanti berharap pemerintah bisa mengembalikan iuran BPJS seperti semula (idxchannel.com, 17/2/2021). Iuran BPJS telah mengalami kenaikan hampir 100% pertengahan 2020. Kelas 1 dari 80.000 menjadi 150.000. Kelas 2 dari 51.000 menjadi 100.000. Dan kelas 3 dari 25.500 menjadi 35.000. Dengan peserta BPJS per Desember 2020 tercatat 222.461.906 orang.

Rakyat tentunya tidak hanya berharap iuran BPJS diturunkan lagi. Melainkan berharap mendapatkan layanan kesehatan bermutu tanpa klaster dan gratis. Kalaupun harus membayar dengan biaya terjangkau. 

Semua rakyat adalah sama. Tidak seharusnya layanan kesehatan dipilah-pilah antara si kaya dan si miskin. Semua ingin sehat dan mendapatkan layanan terbaik dari negara. Sehingga BPJS benar-benar wadah yang disiapkan negara untuk menjamin kesehatan rakyatnya. Bukan rakyat yang menjamin kesehatanya dengan membayar iuran di tiap bulannya. Mungkinkah hal ini bisa diwujudkan?

Negara sebagai Orang Tua atau Pedagang?

Apabila prinsip negara sebagaimana orang tua mengasuh anaknya pasti bisa diwujudkan layanan kesehatan tanpa klaster dan gratis/murah. Ketika anak sakit, orang tua akan mengantarkan anaknya ke dokter dan biaya pengobatan akan ditanggung orang tua. Orang tua akan mencarikan dokter terbaik. Dan bekerja dengan mengelola aset yang dimilikinya atau usaha lainnya untuk bisa mencukupi kebutuhan kesehatan dan kebutuhan primer lainnya.

Tapi jika negara berperan seperti pedagang dan rakyat dianggap sebagai pembeli, maka layanan kesehatan tanpa klaster dan gratis/murah itu sangat tidak mungkin. Karena prinsip penjual adalah mencari untung. 

Benar, penjual menjamin barang yang dijual baik, tapi harga yang ditetapkan sudah termasuk laba. Akhirnya penjual membuat beberapa jenis harga agar pembeli menyesuaikan dengan kondisi finansialnya. Jika pengibaratan jenis kedua ini diadopsi negara maka mimpi bagi rakyat untuk bisa merasakan fasilitas kesehatan kelas 1 walau dia seorang miskin. 

Mari kita tengok bagaimana sistem Islam menjamin kesehatan tiap individu rakyat. Prof. Dr. Raghib As Sirjani dalam bukunya Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia hal. 478 menuliskan para pasien dirumah sakit diberi obat, diberi makanan terbaik, ketika pasien telah sempurna sembuh diberi baju baru cuma-cuma, dan diberi harta yang mencukupinya hingga ia mampu bekerja lagi. 

MasyaAllah, demikian mulianya Institusi Islam -Kekhilafan Islam- dalam menjamin kesehatan setiap rakyatnya. Dan negara sungguh menjalankan fungsi sebagai pelayan, pengayom dan penanggungjawab rakyatnya.  Wallahua'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah