Dilansir dari tribunnews.com (20/2/2021) bahwa Menteri Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga telah menandatangani MoU dengan Ketua Harian Badan Pengurus Masjid Istiqlal KH. Nasaruddin Umar. Kedekatan program kerja BPMI dengan program kerja Kemen PPPA menjadi alasan bagi BPMI untuk serius memperhatikan masalah pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Adapun program yang diagendakan adalah pendidikan kader ulama perempuan dan program penguatan keluarga.
Betul, menjadi kebutuhan bagi umat Islam untuk memiliki da'i perempuan. Bila dahulu, di masa kekhilafahan Islam, para lulusan sekolah faqih fid-dien juga faqih ilmu kehidupan, beda dengan sekarang. Bahkan lulusan doktor tidak sedikit yang awam ilmu agama. Jadi program mencetak mubalighoh adalah kebutuhan. Bukan hanya menjadi program Masjid Istiqlal tetapi negara.
Penyebab Kekosongan Muslimah Faqih Fid-Dien
Sangat minimnya atau kosongnya lulusan pendidikan saat ini dari sosok muslimah faqih fid-dien, setali dengan sistem sekuler yang diterapkan. Pemisahan agama dari kehidupan menghasilkan produk pendidikan yang mencukupkan Islam pada tataran spiritual. Akhirnya, kurikulum agama di sekolah 2 JP perminggu, dengan prediksi sudah cukup untuk menyampaikan materi Islam standart Islam spiritual.
Demikian pula lulusan satuan pendidikan Islam belum bisa menjadikan lulusannya berfiqur da'i. Walaupun prosentase pelajaran agama jauh lebih banyak dari sekolah umum. Hal itu karena ruh sekelurisme juga menyusup ke lembaga pendidikan Islam. Sehingga ilmu agama yang dipelajari berhenti pada implementasi pribadi. Dan siswa tidak dipahamkan akan kewajiban berdakwah.
Jebakan Feminisme
Program mencetak kader ulama perempuan yang diselenggarakan oleh BPMI bisa menjadi solusi sementara di sistem sekuler saat ini. Akan tetapi BPMI jangan sampai terjebak dengan gaung sekulerisme. Semisal pengajaran tafsir Al Quran ataupun syarah hadist dengan prespektif gender dan hermeunetika. Kedua prespektif tersebut bukanlah ilmu syar'i dalam Islam. Dan berbahaya karena bisa mengkontektualkan ajaran Islam, menjauhkan Islam dari penerapan bernegara atau Islam kaffah.
Jebakan feminisme melalui kurikulum pendidikan kader ulama juga harus diwaspadai. Walaupun program ini bekerjasama dengan Kemen PPPA bukan kemudian menafsirkan peran, fungsi, dan kedudukan perempuan dalam kontek pemberdayaan ala feminisme yang genderis. Kompilasi Hukum Islam yang beberapa waktu lalu di ajukan oleh kalangan Feminis menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam.
Kurikulum Feminis seperti perempuan bebas menentukan sikapnya dalam berpakaian, bekerja, dan bersosial dengan lawan jenis; kesetaraan dalam seluruh ranah dengan laki-laki, mendukung pluralisme, moderasi beragama, diantara materi yang harus di luruskan bukan diajarkan. Sehingga ulama perempuan tidak menjadi corong sekuleriame, liberalisme dan derifat dari ide tersebut.
Pendidikan Ulama Perempuan untuk Islam Kaffah
Setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggungjawab yang sama dalam amar ma'ruf nahi munkar -dakwah-. Sebagaimana Allah 'azza wa jalla terangkan
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Qs. At Taubah: 71
Pendidikan kader ulama perempuan harus diarahkan untuk mencetak mubalighoh yang akan mendakwahi perempuan agar berada digaris fitrah yang ditetapkan Allah SWT. Menjalankan peran ketaatan kepada Allah SWT dan RasulNya, birrul walidain, menjadi umm dan rabbatul bait bila sudah menikah, melakukan amar ma'ruf nahi munkar, mengimplementasikan keilmuannya untuk kemajuan umat, dan menegakkan syariah di seluruh aspek kehidupan.
Kader-kader da'i yang demikian itulah yang akan menghantarkan kaum perempuan pada martabat yang dimuliakan di dunia dan di akhirat. Mendidik umat untuk berIslam kaffah, sehingga izzul Islam wal muslimin bisa kembali. Wallahua'lam bis showwab.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar