يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label Merdeka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Merdeka. Tampilkan semua postingan

Selasa, 28 November 2023

Merdeka Belajar, Strategi Yang Masih OTW

Dua lima November tanggal istimewa bagi guru. Sejak 1994 tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional dan tanggal berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Guru, satu dari sekian sebutan bagi orang yang memiliki aktivitas mengajar dan mendidik. Masih ada dosen, tutor, widyaswara, dan semisalnya dimana mereka disebut dengan istilah yang lebih umum dengan sebutan pendidik. 

Istilah guru bisa melebar penggunaannya, semisal dikenal istilah, 'Pengalaman Adalah Guru Terbaik'. Dalam konteks ini, guru bukan lagi tertuju pada vigur orang tertentu, melainkan pada realitas kehidupan atau pengalaman hidup yang telah dilewati seseorang. 

Guru, dalam arti pihak yang mengajar juga bisa disematkan kepada sosok malaikat Jibril.  Malaikat Jibril adalah malaikat yang telah mengajari nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk membaca ayat Al Qur'an yang pertama kali turun. 

Peringatan Hari Guru

Peringatan hari guru tahun 2023 mengambil tema Bergerak Bersama Merayakan Merdeka Belajar. Betul, pendidikan membutuhkan peran banyak pihak untuk sampai pada tujuan pendidikan, sehingga butuh gerak bersama. Tapi, tepatkah gerak bersama itu untuk merayakan merdeka belajar? 

Merdeka belajar, penulis sebut sebagai satu dari sekian strategi dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Jika sebuah strategi, tepatkah gerak bersama civitas pendidikan untuk merayakan strategi tersebut? Padahal strategi itu masih on the way untuk mewujudkan tujuan pendidikan. 

Jika masih ada cacat dan kurangnya dari input pendidikan, proses pendidikan, produk pendidikan, maka moment hari guru seharusnya menjadi muhasabah untuk bergerak bersama dalam mewujudkan tujuan pendidikan. 

Tujuan pendidikan yang simple adalah mendidik orang untuk menjadi baik. Untuk mewujudkan ini, guru harus membentuk pola pikir dan pola sikap yang benar pada peserta didik. 

Membentuk cara berfikir yang benar tidak cukup dengan sekedar ada kurikulum. Tapi kurikulumnya juga harus benar dan gurunya juga harus berfikir dengan benar. Membentuk pola sikap yang benar membutuhkan ilmu, teladan, pembiasaan dan lingkungan yang benar pula. 

Apabila pola pikir dan pola sikap yang benar ini sudah berhasil diwujudkan maka tujuan pendidikan yang simple di atas tercapai. Dengan indikasi keberhasilannya adalah hilangnya pernyataan yang menyebut pelajar saat ini mengalami degradasi moral atau akhlaq. 

Islam, Ilmu dan Guru

Guru sebagai penebar ilmu memiliki posisi yang mulia. Sebagaimana Islam memuliakan ilmu. Maka bagi penuntut ilmu, penebar ilmu, Allah subhaanahu wa ta'ala berikan kemuliaan. 

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قِيْلَ لَـكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَا فْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَـكُمْ ۚ وَاِ ذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)

Pada periode awal Islam, para penebar ilmu ini bergerak karena kesadaran dirinya untuk melaksanakan perintah Allah subhaanahu wa ta'ala. Mengajarkan Islam, ilmu ketauhidan dan cabang ilmu agama lainnya, hingga berkembang kepada cabang ilmu umum. 

Kesibukan para ulama dalam menekuni ilmu dan menyebarkannya, telah mengambil banyak waktu mereka. Negarapun all out mendukung perkembangan ilmu agama dan pengetahuan. Negara menggaji para ulama sebagai balasan dari waktu dan tenaga mereka untuk ilmu.

Tak tanggung-tanggung, dimasa beberapa khalifah, para guru/ ulama dicukupi fasiltas hidup mereka oleh negara. Dikutip dari buku Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia, Karya Prof. Dr. Raghib As Sirjani disebutkan bahwa di masa Salahuddin Al Ayyubi, Syaikh Najamuddin Al Habusyani yang diangkat untuk mengajar di sekolah ash Shalahiyah diberi gaji setiap bulannya 40 dinar, diberi gaji 10 dinar sebagai penanggung jawab wakaf sekolah, dan 60 liter roti setiap harinya serta aliran air sungai Nil setiap hari. 

Dengan dukungan penuh dari kekhilafahan Islam (nama negara dalam sistem Islam) waktu itu, muncullah ilmuwan-ilmuwan yang faqih fiddin (menguasai agama) sekaligus menguasai keilmuan umum, dimana temuan mereka masih dipakai hingga sekarang. Semisal Al Khawarismi (matematika), Ibnu Sina (kedokteran), Az Zahrawi (kedokteran), Abu Raihan Al Biruni (fisika),  Ibnu Haitsam (ahli mata) dan masih banyak lagi lainnya. 

Mengapa para ulama dan ilmuwan muslim tersebut terus hidup keilmuan mereka, walau jasad sudah tidak ada di dunia? Itulah jawaban dari ayat Allah subhaanahu wa ta'ala dalam QS Al Mujadilah di atas. Diangkat derajat mereka dan dimuliakan mereka di dunia dan di akhirat. Inilah balasan bagi ulama, ilmuwan, guru yang menekuni ilmu dengan orientasi dunia akhirat. 

Khatimah 

Setiap kita bisa disebut sebagai guru. Karena agama ini menempatkan ilmu untuk dipelajari, diamalkan dan disebarkan oleh setiap muslim. Selamat hari guru, semoga tulisan sederhana ini berkontribusi memberikan pencerahan pemikiran kepada guru khususnya dan pembaca umumnya. Aamiin

Wallahua'lam bis shawaab.

Senin, 22 Agustus 2022

Saatnya, Membumikan Kata Merdeka

Masih di bulan Agustus, ada yang kurang bila tidak menulis sesuatu di bulan bangsa ini merdeka. Bukti cinta pada negeri ini adalah tidak membiarkan hambar tanpa pesan dan harapan untuk Indonesia negeri zamrud khatulistiwa.

Sering Sebut Kata Merdeka 

Kata 'merdeka' pastinya sering disebut-sebut di bulan ini. Dari dikarenakan seruan untuk pasang bendera merah putih akhirnya mengucapkan hari kemerdekaan, dari karena adanya berbagai perlombaan dan karnaval akhirnya mengucapkan perlombaan memperingati hari kemerdekaan atau sebab sadar dari diri sendiri bahwa tanggal 17 Agustus adalah hari kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Kata merdeka ini, bagi  akademisi akan lebih sering disebut-sebut. Dari menyebut kurikulum merdeka, merdeka belajar, kampus merdeka. Mungkin dipandang dunia pendidikan masih dalam belenggu hingga digunakan kata merdeka dalam kurikulumnya, belajarnya, hingga kampusnya. Tapi, apakah bidang selain pendidikan tidak membutuhkan kata merdeka? 

Nah, pas jika bulan Agustus ini dijadikan momentum untuk membumikan kata merdeka.

Merdeka Secara Etimologi

Dalam kamus KBBI merdeka diartikan dengan bebas dari penghambaan, penjajahan dan sebagainya, berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat tergantung kepada orang lain/pihak tertentu, leluasa.

Mari kita gunakan definisi secara etimologi di atas untuk mengetahui apakah semua bidang benar-benar sudah merdeka?.

Pertama, bebas dari penghambaan dan penjajahan. Status merdeka, tidak ada negara asing menyerang bangsa Indonesia dan mengusik teritorial bangsa ini.

Bagaimana status dari sisi pendidikan, sosial dan budaya? 

Sisi pendidikan usut diusut ada infiltrasi oleh manajemen industri, sehingga terjadi kapitalisasi pendidikan. Indikasinya adalah biaya pendidikan kian melangit tak terjangkau, output pendidikan juga terkena virus liberalisme, konsumerisme, hedonisme. Berarti statusnya belum merdeka. 

Berikutnya bagaimana status di bidang sosial dan budaya. 

Sosial jika dimaknai dengan interaksi antar sesama manusia, ditemukan banyak manusia yang satu di bawah intimidasi/penjajahan manusia lainnya. Dari kasus polisi tembak polisi, suami menghajar istri bahkan ada yang sampai wafat, orang tua membunuh anaknya atau sebaliknya anak membunuh orang taunya sendiri, tawuran antar pelajar, tawuran antar kampung, tawuran antar geng, adu jotos bak gladiator yang dimainkan para pelajar, kriminalitas kian beragam dan lain-lain. Jadi statusnya di bidang sosial juga belum merdeka.

Kedua, berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak tergantung kepada orang lain/pihak tertentu. Dari point ini mari kita cek di bidang ekonomi. Sudahkah merdeka? 

Indonesia hingga Juli 2022 masih terjerat hutang 7.163,12 triliun setara dengan 37,91 PDB Indonesia (https://www.cnbcindonesia.com/news/20220815211155-4-363988/utang-ri-kini-tembus-rp-716312-triliun). Besarnya hutang menunjukkan belum independennya bangsa ini dalam mencukupi kebutuhannya. Masih bergantung dan terikat dengan bank dunia ataupun negara penghutang lainnya. Artinya juga, bangsa ini belum berdiri dengan incomenya sendiri dalam mencukupi kebutuhan dalam negerinya.

Lantas, bagaimana untuk membumikan kata merdeka ini, sehingga semua bidang merdeka dari penghambaan pada makhluk/organisasi/negara lain, bebas tekanan, bebas ketergantungan, dan menjadi mandiri?

Makna Merdeka dan Membumikan Kata Merdeka

Membumikan kata merdeka haruslah diawali dengan kesepakatan apa makna merdeka itu sendiri.

Memaknai kata merdeka untuk mendapatkan definisi yang tidak semata dimensi dunia adalah dengan menyadari hakikat manusia. Kesadaran who am i (siapakah aku?). Akan menghantarkan pada pemahaman bahwa manusia adalah makhluk.

Jika manusia makhluk maka ia adalah hamba Al Khaliq. Jika ia hamba Al Khaliq maka merdekanya manusia jika ia hanya mengabdi, berbakti, mentaati perintah Tuhannya yakni Allah SWT. 

Hal ini sebagaimana pesan Allah SWT dalam QS Al An'am ayat 162.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

قُلْ اِنَّ صَلَا تِيْ وَنُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَمَمَا تِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ 

"Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,"(QS. Al-An'am 6: Ayat 162)

Ayat ini adalah pesan dari Allah SWT untuk semua hambaNya, tidak hanya untuk NabiNya.

Dengan demikian, manusia yang merdeka adalah yang mentaati perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya. Sebaliknya jika manusia melanggar perintahNya maka ia menjadi hambanya nafsu dalam diri, atau menjadi hamba manusia lainnya sehingga hanya mendapatkan ridho makhluk.

Adapun dalam konteks bernegara, maka merdekanya sebuah negara juga tidak berhenti pada bebasnya dari penjajahan bangsa lain. Tapi bagaimana bangsa itu menyadari bahwa keberadaannya adalah karena Allah SWT yang menghadirkannya. Allah SWT telah menerangkan dalam firmanNya QS Al Hujurat ayat 13.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

Dalam ayat lainnya Allah SWT berfirman:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 96)

Jadi, sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan ini adalah rahmat Allah SWT maka mewujudkan kemerdekaan itu tidak berhenti dengan hengkangnya penjajah dari negeri ini. Tapi bagaimana kemudian dilanjutkan pada perjuangan mewujudkan rakyat Indonesia yang beriman dan bertaqwa. Yang menerapkan aturan Allah SWT dalam kehidupan bernegara. Karena dengan inilah keberkahan, baldatun thayyibatun (negeri yang baik/nyaman) itu tercurah dari langit. 

Sebaliknya jika negeri ini abai dari itu dan mengambil hukum diluar yang ditetapkan Allah SWT maka itu artinya lalai atau takabur atas nikmat merdeka dari penjajahan Belanda dan Jepang yang telah disebut sebagai rahmat Allah SWT.

Jika sudah lalai dari hukum Allah SWT maka terjadilah kerusakan dimana-mana. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."(QS. Ar-Rum 30: Ayat 41)

Membumikan kata merdeka di semua lini kehidupan hanya bisa terwujud jika bangsa ini kembali kepada hakikatnya sebagai bangsa yang merupakan karunia Allah SWT. Kemudian menerapkan ketentuan atau aturan Allah SWT dalam mengelola, mengurus, mengatur negara sebagaimana yang diteladankan oleh Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin, dan kekhilafahan Islam berikutnya yang mengikuti metode kenabian. 

Khatimah

Merdeka bukan semata jasad yang merdeka. Tapi bagaimana pemikiran dan perbuatan sejalan dengan ketentuan pemilik jasad sesungguhnya yakni Allah SWT. 

Semoga bangsa ini, negeri Indonesia tercinta ini, segera bisa membumikan kata merdeka, terlepas dari jeratan hutang bank dunia dan lainnya, rakyatnya dan para pemimpinnya pun merdeka dari menjadi budak nafsu dan dunia dengan menerapkan aturan pemilik bangsa ini sesungguhnya yakni Allah SWT.

Wallahua'lam bis showwab 





Selasa, 18 Agustus 2020

SUDAH LAMA MERDEKA?

Bangsa ini sudah lama merdeka. Sejak 1945 hingga sekarang berarti sudah 75 tahun. Tiga perempat abad, lama ternyata. Periode waktu kemerdekaan yang panjang itu, separuh waktunya saya lewati.

Terlahir dengan Belanda, Jepang sudah tidak ada. Partai Komunis juga sudah dihapus dan haram berada dinegara berketuhanan Yang Maha Esa ini. Kata bapak ibu guru waktu itu merdeka adalah terbebasnya kita dari penjajahan bangsa asing, tidak lagi ada perang dengan Belanda maupun Jepang. Walaupun saat itu, Freeport sudah menggarap gunung emas di Irian Jaya. Walau pada waktu itu korupsi, kolusi dan nepotisme subur.

Saat era pencerahan tiba, tersadar. Semua yang ada di alam ini adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala. Aku, kamu adalah makhluknya Allah subhanahu wa ta'ala. Tugas di dunia adalah beribadah dan mentaati perintahNya, menjauhi laranganNya.

Merdeka bukan lagi saat tidak lagi diperangi secara fisik oleh manusia lainnya. Merdeka bukan hanya sekedar mentaati perintah. Merdeka bukan pula sekedar menjaring dan menyebarkan pemikiran. Merdeka bukan sekedar nyaman saat makan dan minum.

Merdeka itu. Secara fisik tidak lagi perang dengan siapapun. Bebas lahir batin dari penyembahan kepada selain Allah subhanahu wa ta'ala. Bebas dan menang dari gangguan makhluk yang nampak maupun tidak. Merdeka itu menempatkan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Dan mentaati perintah manusia lainnya selama tidak melanggar syariatNya. Merdeka itu ketika pemikiran yang diadopsi tidak menggeser pemikiran yang haq, dengan menempatkan aqidah Islam sebagai pijakannya. Merdeka itu perut bisa kenyang, bekerja nyaman, Dan sumberdaya alam tidak lagi dikelola asing, kebijakan politik juga tidak lagi pro asing dan aseng.

Berikutnya yang tidak kalah penting, merdeka itu tatkala terbebas dari jerat hutang. Jadi baik tataran personal maupun negara apabila masih terpaut dengan hutang, maka ia belum merdeka. Secara finansial belum merdeka. Secara lahiriah menjalani kehidupan ia sejatinya juga jadi belum bebas merdeka.

Jadi, hayuk kita cek, yang sudah lama merdeka itu apa saja dari diri dan negeri Indonesia ini? Secara personal mari dievaluasi. Sebagai rakyat mari memuhasabahi nasib bangsa Indonesia ini.

Saat sudah lama merasa merdeka ini bisa berubah dengan merdeka sebenarnya. Sebagai penutup Allah subhanahu wa ta'ala berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

"Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri diantara kalian. Maka jika ada perselisihan dalam suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih baik dan lebih utama akibatnya" (QS. An Nisa: 59). Wallahua'lam.

Dipun Waos Piantun Kathah