يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label halal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label halal. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Juni 2023

Wisata Halal Masih Parsial?!

Halal dalam segala hal adalah pilihan wajib bagi seorang muslim. Karena dengan melakukan yang dihalalkan Allah subhaanahu wa ta'ala, menjadi jalan pembuktian pengabdian seorang hamba kepada alkhaliqnya.

Jangan sampai  prinsip hidup halal ini terkena noda paham materialisme kapitalisme. Dari memilih yang halal karena melaksanakan perintah Allah subhaanahu wa ta'ala, gara-gara paham materialisme, seseorang bahkan sebuah negara bisa menjatuhkan pilihan halal demi keuntungan materi. Bukan lagi bentuk ketaatan kepada Allah subhaanahu wa ta'ala.

Label halal jadi ditujukan untuk sekedar meraup pundi-pundi keuntungan. Sedangankan dalam perilaku hidup keseharian tidak pernah sholat atau bolong-bolong, masih mengumbar aurat, pelaku riba, anti dengan pelaksanaan hukum syariat dan meninggalkan perintah Allah subhaanahu wa ta'ala lainnya.

Inilah pengaruh paham kapitalisme. Mengkapitalisasi 'halal'  hanya demi satu tujuan yaitu meraih materi. 

Wisata Halal Jangan Halalkan Yang Haram

Wisata yang disebut sebagai wisata halal bisa menjadi contoh dari mengkapitalisasi 'halal'. Konsep wisata halal ini bukan lahir dari negeri-negeri muslim. Melainkan dari negara Non OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang melihat peluang income dari sektor wisata. Mereka benahi destinasi wisatanya dengan menyediakan kebutuhan beribadah bagi wisatawan muslim (tempat shalat) dan restoran halal. Kemudian disebutlah ini dengan wisata halal. Diantara negara yang ramah wisatawan muslim ini adalah Inggris, Perancis, Jepang, Thailand, Singapura, Malaysia, Australia dan lain-lain. (https://ekonomi.republika.co.id/berita/qw7icb440/bagaimana-sih-konsep-dan-pengertian-wisata-halal)

Konsep ini jika diadopsi negara non muslim tentu wajar. Tapi untuk negeri-negeri muslim tentu konsep wisata halal yang hanya melihat ada tidaknya tempat ibadah sholat dan tersedianya makanan/restoran halal tentu tidak cukup untuk melabeli bahwa wisata tersebut wisata halal. Ini konsep wisata halal masih parsial. Hanya sebagian yang halal, lainnya masih menghalalkan yang haram. 

Misalkan destinasi wisatanya pantai. Kemudian di pantai tersebut ada tempat ibadah (mushola), ada restoran halal, ada bank syariah sedangkan pengunjung pantai diperbolehkan berjemur dengan pakai cawet dan penutup dada, aurat nampak dimana-mana, muda mudi pacaran ditempat wisata itu, akankah ini disebut wisata halal? 

Pantainya halal dinikmati, tapi pemandangan aurat ini haram dilihat. Khalwat laki-laki dan perempuan juga tidak boleh. Yang demikian tentunya bukan tempat wisata yang ramah bagi muslim. 

Dengan demikian melabeli wisata halal itu harusnya utuh. Wisata yang  menjadikan seseorang berwisata tidak pulang dengan membawa dosa. Tapi dengan wisata, mentadabburi alam ciptaan Allah subhaanahu wa ta'ala bertambah imannya, dan ditempat wisata hal-hal yang diharamkan syariah dilarang dilakukan. 

Negeri-negeri Muslim Harus Tegas

Negeri-negeri muslim seharusnya tidak terjebak dengan konsep dari negara non muslim yang memang tujuannya semata menggait devisa dari pariwisata. Negeri-negeri muslim harus jelas meletakkan kriteria wisata halal. Sehingga turis non muslim atau negara non muslimpun jadi mengerti bahwa halal itu bukan hanya makanannya, adanya tempat sholat tapi juga halal yang dilihat, halal yang dilakukan. 

Hal ini harus dilakukan agar kemudian negeri-negeri muslim tidak dijuluki memanfaatkan label halal semata demi devisi. Adapun hukum Islam lainnya ditolak, karena tidak menyumbang devisa. Alias menjadi negeri sekuler.

Dari pariwisata ini ditargetkan tahun 2023 mendapatkan devisi $2,07- $5,95 miliar. Bila dikurskan 1 dolarnya 10 ribu didapat angka 20,7-59,5 triliun (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/05/29/penerimaan-devisa-pariwisata-ditargetkan-us29-59-miliar-pada-2023)

Angka yang besar, jadi wajar jika dalam sistem kapitalisme, pariwisata digenjot sebagai bidang yang wajib menyumbang kas negara. 

Adapun jika negeri-negeri muslim mau untuk memilih yang 'halal' dalam pengurusan urusan negaranya, tidak akan direpotkan dengan pariwisata. Karena wisata dalam sistem Islam bukan sumber pemasukan negara.

Karena perintah Allah subhaanahu wa ta'ala atas alam ini adalah menjaganya sekaligus mentafakkurinya. Yaitu memikirkan kekuasaan Allah subhaanahu wa ta'ala yang dengannya bertambah iman seorang. Sekaligus menyegarkan pikiran dari penatnya urusan dunia yang melalaikan akan hakikat hidup di dunia ini. Sehingga setelah pulang dari berwisata imannya fresh, semangat menjalani kehidupan untuk beribadah mahdhoh maupun ghoiru mahdhoh, badannyapun fresh. 

Adapun pemasukan negara dalam sistem Islam dari pengelolaan kepemilikan umum (SDA dan lain-lain), pengelolaan kepemilikan negara (fai, kharaj, ghonimah, jizyah dll), dan zakat. 

Pemasukan dari pengelolaan SDA ini bisa melimpah. Ambil contoh saja perolehan Indonesia tahun 2022 hingga April dari pengelolaan SDA didapat 74,4 triliun. Ditarget perolehan 121,95 triliun dalam setahun. (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/05/27/kemenkeu-catat-pendapatan-sumber-daya-alam-capai-rp744-triliun-pada-april-2022)

Pendapatan yang besar, padahal pengelolaan SDA sàat ini masih banyak yang diserahkan ke investor asing dan dalam negeri. Jika tambang-tambang SDA  ini murni/utuh dikelola negara, pasti penghasilannya jauh lebih besar dari itu. Bisa untuk membuat kesehatan murah berkualitas, pendidikan murah/gratis berkualitas, wisata gratis dan lain-lainnya.

Tapi sayang, pengelolaan ala kapitalisme yang diterapkan. Akhirnya mengharap kas negara yang gendut sangat sulit. Bahkan yang makin gendut adalah hutang. 

Khatimah

Semoga tulisan ini memantik pembaca untuk mendalami Islam seutuhnya. Karena setiap syariahNya maslahat bagi manusia. Dan hikmah maslahat ini akan utuh dirasakan manusia ketika hidup dalam sistem Islam sesuai manhaj nubuwwah. Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam menyebut sistem pemerintahan itu dengan khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Wallahu'alam bis shawwab.


Senin, 21 Maret 2022

Antara Logo Halal Dan Haram

Sudah tahukah anda bahwa logo halal telah diubah. Logo baru yang dirilis oleh BPJPH dibawah naungan kemenag unik dan beda dari umumnya logo halal yang ada di dunia. Berikut gambar logo halal dibeberapa negara. 

Adapun logo halal Indonesia sebelum diubah adalah sebagai berikut.

Adapaun logo baru adalah sebagai berikut:

Hem, bagaimana pendapat anda dengan logo baru ini? 

Halal itu Punya Islam

Halal adalah istilah khos punya Islam. Mengkonsumsi yang halal adalah perintah Allah SWT dan RasulNya. Ini adalah bagian dari ajaran Islam.

Allah SWT berfirman,

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَ رْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 168)

Ayat tersebut menyeru kepada keseluruhan manusia untuk memakan yang halal. Allah SWT sebagai pencipta segala yang ada di alam, mengetahui bahwa dari setiap yang tidak halal itu membawa mudharat bagi manusia. Makanya, Allah SWT menyeru kepada semua manusia tidak hanya orang Islam untuk memakan yang halal.

Berdasar ayat ini, maka jelas seorang mukmin harus mengkonsumsi yang halal. Secara individual seorang muslim harus memastikan yang dikonsumsi halal. Skala masyarakatpun juga harus melakukan kontrol sosial terhadap produk halal. Dan negara sebagai pengurus hajat publik harus menjamin ketersediaan produk halal dan menjamin ketidakharamannya.

Semua yang dilakukan baik individu, masyarakat dan negara harus didasarkan untuk menjalankan perintah Allah SWT. Sehingga mekanisme yang ditempuh pun yang dibenarkan oleh Allah SWT.

Yang Halal Banyak yang Haram Sedikit

Allah SWT berfirman,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَا لدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَاۤ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَا لْمُنْخَنِقَةُ وَا لْمَوْقُوْذَةُ وَا لْمُتَرَدِّيَةُ وَا لنَّطِيْحَةُ وَمَاۤ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ ۗ وَمَا ذُ بِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَ نْ تَسْتَقْسِمُوْا بِا لْاَ زْلَا مِ ۗ ذٰ لِكُمْ فِسْقٌ ۗ اَلْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْـنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَا خْشَوْنِ ۗ اَ لْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَـكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَ تْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَـكُمُ الْاِ سْلَا مَ دِيْنًا ۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَا نِفٍ لِّاِثْمٍ ۙ فَاِ نَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ‏

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah) (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang".(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 3)

Allah SWT juga berfirman,

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَا لْمَيْسِرُ وَا لْاَ نْصَا بُ وَا لْاَ زْلَا مُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَا جْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 90)

Di muka bumi ini, melimpah makanan yang dihalalkan oleh Allah SWT. Adapun yang diharamkan hanyalah sedikit. Dua ayat di atas menyebutkan hal-hal yang diharamkan Allah SWT.

Semua yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah haram, dan makanan atau produk yang berbahan dasar sebagaimana disebut dalam ayat tersebut juga menjadi haram.

Jadi, dengan mengingat yang haram, sebenarnya sudah cukup untuk mengetahui mana yang halal.

Lebih Efisien Memberi Label Haram

Kalau perhitungan efisiensi, maka lebih efisien memberi label haram daripada label haram. Mengapa?

Pertama, yang diharamkan lebih sedikit jumlahnya. Sehingga bisa menghemat tenaga dan lain-lainnya.

Kedua, sesuatu yang terlarang maka seharusnya itu yang di beri label. Sehingga masyarakat meninggalkannya. Diberi label atau logo haram. Adapun yang halal maka tidak perlu beri logo. Kalau yang halal harus berlogo halal, kenapa semua makanan halal tidak diharuskan diberi logo halal?. Padahal kalau kita ke pasar, banyak sekali makanan dari snack basah hingga kering tanpa logo halal. Jadi, menurut penulis cukup yang haram yang diberi label. 

Ketiga, ketika yang haram tidak diberi label/logo haram, yang terjadi adalah pelegalan yang haram. Ambil contoh, minuman keras. Apakah ada logo haramnya? Tidak ada. Tapi dilegalkan untuk diproduksi, dikonsumsi. Akhirnya memakan banyak korban. Dosa dapat nyawapun melayang.

Keempat, efisien dalam pembiayaan. Mengurus sertifikat halal itu berbayar. Income negara memang bisa bertambah. Tapi bagi rakyat yang mengurus tidak demikian. Jika makanan haram yang diwajibkan berlabel haram tentu akan sedikit yang mengurusnya. Dan orangpun akan berfikir beberapa kali untuk bisnis produk haram. Sehingga ada efisiensi keuangan, daripada untuk mengurus label haram lebih baik untuk memproduksi/dagang produk halal. 

Adapun langkah lebih efisien lagi, negara mengeluarkan peraturan; semua yang haram di larang di produksi, di pasarkan dan dikonsumsi rakyat. Bagi yang melanggar dikenai sanksi. Tapi, mungkinkah di negara yang menganut demokrasi kapitalisme hal ini diterapkan?

Kalau begitu, kita tunggu saja, tindakan dari Kemenag dan juga MUI untuk memberi logo haram pada produk yang dilarang oleh agama. 

Kreatif Dalam Membuat Logo

Keberadaan logo halal atau haram sebenarnya tidak perlu, jika seluruh manusia mengetahui mana yang halal dan haram. 

Jika seluruh manusia beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, tidak akan memakan, memproduksi produk haram.

Karena kondisi demikian sepertinya tidak mungkin, maka negara harus ambil tindakan untuk menjamin produk halal yang beredar dan memberi label haram pada produk yang terlarang. Sehingga seorang muslim akan memilih yang halal dan menjauhi yang haram. Adapun non muslim dikembalikan ke ajaran agama mereka terkait makanan. Dengan demikin, sungguh betapa ajaran Islam sangat toleran. 

Halal dan haram adalah kosa kata Arab. Jadi kenapa menulis kata halal dan haram tidak ditulis dengan jelas sebagaimana asal bahasa katanya?

Kalau ada kosa kata khos Indonesia yang diserap oleh bangsa lain, tentunya juga ditulis sebagaimana tulisan Indonesia. Contohnya, kata 'Wayang'. Orang Inggris bila menulis esai tentang wayang meski dalam bahasa Inggris, maka tulisan 'wayang' tidak akan diubah. 

Jadi, kreatif adalah bagus.  Dan niatkanlah membuat logo halal dan haram untuk melaksanakan perintah Allah SWT bukan untuk motif dunia. Wallahua'lam bis showab.







Dipun Waos Piantun Kathah